Guru sebagai Pendidik
• http://mursyidstai@gmail.com - Guru sebagai Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertugas mendidik. Kata "mendidik" itu sendiri berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam hal ini akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Dengan demikian, pendidik terlibat dalam proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi, upaya mendewasakan manusia yang mencakup akhlak (moral) dan kecerdasan pikiran tidak melulu dilakukan di dalam ruang kelas. Ini berarti bahwa guru Kristen tetap bertanggung jawab menjalankan perannya walaupun di luar jam mengajarnya. Dia berperan dalam pengembangan budi pekerti atau kelakuan anak didiknya; bukan hanya sekadar bertumpu pada pengalihan informasi.
Sebagai pendidik, guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan penuh. Agar anak didik mengalami perkembangan menuju kedewasaan tersebut, perlu dihasilkan perubahan dalam kehidupan anak didik. Perubahan hidup hanya mungkin terjadi bila anak didik sudah memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan Yesus. Dengan dasar ini, barulah guru dapat menghubungkan kebenaran yang diajarkan dengan kehidupan atau permasalahan yang mereka hadapi dalam kenyataan.
Untuk menjalankan peranannya sebagai pendidik dalam proses belajar- mengajar, seorang guru perlu memberi contoh-contoh penerapan praktis kepada anak didik, menggunakan istilah-istilah yang sederhana tapi jelas, serta menanyakan soal-soal yang penting supaya apa yang dipelajari dapat lebih mudah dipahami. Di samping itu, guru juga perlu memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk mau mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan dan kesulitan mereka dalam belajar. Dari pengungkapan ini akan terlihat kesulitan mereka sehingga guru pun bisa menyajikan bahan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Selain itu, cara ini juga memungkinkan guru untuk dapat menolong anak didik yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Guru sebagai pendidik juga mencakup perannya sebagai seorang fasilitator. Seorang fasilitator adalah seorang yang menyediakan bahan buat anak didiknya. Sudah menjadi tugas seorang guru untuk selalu menyajikan bahan atau materi pelajaran buat anak didiknya. Penyajian bahan ini sama halnya dengan penyajian makanan. Seseorang akan makan dengan lahap jika makanan itu baru dan enak. Demikian juga dengan bahan/materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Materi itu hendaknya sesuatu yang "baru" dalam arti yang baru didapat dari persiapan guru. Sedangkan yang "enak" berarti menarik dalam penyajian. Jadi, seorang guru harus selalu mempunyai bahan/materi yang siap untuk diberikan kepada anak didik.
Namun, dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, guru juga menghadapi hambatan-hambatan. Pulias dan Young memaparkan dua hambatan yang dapat berpengaruh pada proses belajar-mengajar. Pertama, seorang guru yang telah mengajar satu mata pelajaran untuk jangka waktu yang cukup lama/panjang atau yang telah sangat menguasai pokok-pokok penting tersebut, seringkali lupa bagaimana sukarnya mempelajari sesuatu yang baru. Dia juga kurang menyadari bahwa anak didiknya belum mempunyai pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan untuk menerima pengetahuan yang lebih tinggi. Dengan begitu, seorang pendidik seringkali tidak dapat atau kurang sabar menghadapi anak didik yang agak lambat menerima pelajaran atau hal- hal yang baru bagi dirinya. Kedua, seorang guru sering dihinggapi perasaan bosan terhadap satu mata pelajaran yang telah diajarkannya berulang-ulang. Perasaan bosan ini dapat menurunkan gairah mengajar dan sudah pasti akan menjalar pula kepada anak didiknya, yaitu kehilangan gairah belajar.
Bahkan seorang tokoh pendidik Kristen lainnya yang bernama Lawrence O. Richards mengemukakan bahwa yang menghambat seorang pendidik adalah bila ia mengharapkan hasil pengajarannya secara otomatis dan "instan" (cepat/kilat) dapat diterima oleh anak didik tanpa memikirkan aspek dan tahap-tahap belajar. Oleh karena itu, beliau mengemukakan aspek-aspek dan tahap-tahap belajar yang dapat menolong pendidik untuk lebih mengenal anak didiknya. Adapun aspek dan tahapan belajar itu adalah sebagai berikut.
a. Tahap menghafal tanpa berpikir.
Belajar pada tahap ini adalah saat seseorang mengulangi sesuatu di luar kepala tanpa memikirkan apa arti dari yang dihafalkan. Jika pengajaran yang diberikan guru berhenti sampai tahap ini, pengajarannya akan sia-sia.
b. Tahap mengenali.
Tahap kedua ini adalah tahap kemampuan seseorang untuk mengenali sesuatu yang baru dikatakan atau dibacakan. Mereka mengenali dan menyetujui gagasan yang sudah mereka kenal dengan baik. Tetapi mereka tidak mengerti maksudnya. Mereka tidak dapat melihat hubungan antara yang diterimanya dengan kebutuhan pribadinya.
c. Tahap mengucapkan kembali dengan kata-kata sendiri.
Tahap pengajaran seperti ini diperlukan walaupun belum cukup. Pada tahap ini seorang pelajar sudah memiliki pengertian tentang hubungan antara beberapa gagasan dan kesanggupan untuk menjelaskan suatu kesatuan pikiran secara lengkap tanpa diberi petunjuk karena gagasan itu sudah dikuasainya. Namun, hal itu belum cukup karena ia belum dapat menghubungkan gagasan tersebut dengan dirinya sendiri. Karena itu, tahap yang diperlukan selanjutnya adalah tahap menghubungkan.
d. Tahap menghubungkan.
Tahap ini meliputi kesanggupan untuk menghubungkan kebenaran gagasan yang diterima dengan kehidupannya. Hal ini dapat terjadi apabila seseorang dalam kata-katanya sendiri memikirkan kebenaran-kebenaran gagasan. Pada saat demikian, mungkin secara tiba-tiba ia melihat makna dari kebenaran itu dapat diterapkan dalam kehidupannya sendiri.
Apabila seorang pelajar melihat adanya hubungan seperti itu dengan sendirinya, dan apabila secara sekilas ia melihat adanya suatu pengertian yang baru, yang cocok dan berarti untuk kehidupannya, pada saat itulah terbuka suatu jalan untuk memberi respon secara pribadi.
e. Tahap merealisasi/mewujudkan.
Tahap inilah yang menjadi sasaran dari semua kegiatan belajar- mengajar, yaitu merealisasikan, dalam pengertian membuatnya nyata dalam pengalaman hidup pelajar itu sendiri.
Dengan memahami tahap-tahap di atas, pendidik dapat mengerti bahwa seorang dapat belajar dalam beberapa tahap yang berbeda-beda, demikian juga anak didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar