Minggu, 18 Juli 2010

proposal dhini

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga berencana (KB) adalah Program Nasional yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan, kesejahteraan Bapak, Ibu, Anak Khususnya dalam keluarga, serta bangsa pada umumnya. Salah satunya dengan cara membatasi dan menjarangkan kehamilan (http:// yogya.bkkbn.go.id).11
Di seluruh dunia jumlah peserta KB Metode Operasi Pria atau MOP/Vasektomi kurang lebih 43 juta dari jumlah pasangan usia subur, sedangkan di Amerika 13 % dari jumlah Pasangan Usia Subur. Di Indonesia peserta KB Metode Operasi Pria MOP/Vasektomi 1% dari total pengguna kontrasepsi (http://www.geocities.com/klinikfamilia/vasektomi 1.html, 2009).
Pengembangan keluarga berencana yang secara resmi sejak tahun 2000 telah memberikan dampak penurunan tingkat vertilitas total dan cukup mengembirakan, namun partisivasi pria dalam ber-KB masih sangat rendah yaitu 0,4 % di Indonesia sedang di Malaysia 16,8 %. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan suami dan hak-hak kesehatan reproduksi serta kesehatan dan keadilan (Pro-health, 2008).
Peran suami dalam Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi yang berkisar 1,1 %, jauh dari target tahun 2001 sebesar 2,4 % karena itu perlu upaya sangat keras dari pelaksana program untuk mencapai target partisipasi pria menjadi 8 % diakhir tahun 2004, dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. Hal itu mengemukakan dalam evaluasi pelaksanaan, peningkatan partisipasi pria dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi pekan ini. Peran suami dalam KB antara lain sebagai peserta Keluarga Berencana dan mendukung pasangan menggunakan kontrasepsi. Sedang dalam kesehatan reproduksi, antara lain membantu mempertahankan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman oleh tenaga medis, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, menjadi ayah yang bertanggung jawab, mencegah penularan seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan, serta tidak bisa gender dalam menafsirkan kaidah agama. Pengembangan metode kontrasepsi Metode Operasi Pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan memperoleh informasi tentang alat kotrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, dan agama (Pro-health, 2008).
Sementara jumlah akseptor KB berdasarkan alat kontrasepsi di Provinsi Riau tahun 2009 sebanyak 93.627 orang (70,66%) dari target 223.155 orang. Akseptor baru metode kontrasepsi MOP sebanyak 6.353 orang (45,3%) dan tidak kontrasepsi MOP sebanyak 91.571 orang (66,50%) (http:// yogya.bkkbn.go.id).
Pasangan Usia Subur di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2009 adalah 139.919 orang dan peserta pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP berjumlah 605 orang ( Profil Dinas Pemberdayaan Perempuan Kab. Inhil, 2009 )
Sementara pasangan usia subur di wilayah puskesmas Tembilahan Kota adalah 7.781 jiwa dan jumlah pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP sebanyak 3 orang, Di wilayah Puskesmas Gajah Mada jumlah pasangan usia subur berjumlah 6.123 jiwa dan jumlah pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP berjumlah 1 orang, sedangkan pasangan usia subur di wilayah Puskesmas Tembilahan Hulu adalah 6.426 jiwa dan pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP sama sekali tidak ada. Dari semua jumlah pasangan usia subur yang tinggal di wilayah kerja puskesmas tembilahan kota, wilayah kerja puskesmas Gajah mada dan wilayah kerja puskesmas tembilahan hulu maka jumlah data pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP/Vasektomi yang paling rendah adalah wilayah kerja puskesmas tembilahan hulu (0%) ( Profil Dinas Pemberdayaan Perempuan Kab. Inhil, 2009 ).
Rendahnya partisipasi suami dalam ber-Keluarga Berencana dapat memberikan dampak negatif bagi kaum wanita karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita saja yang berperan aktif. Salah satu penyebabnya dari rendahnya pemakaian kontrasepsi mantap MOP/Vasektomi ini adalah tingakat pengetahuan, sikap, agama, suku bangsa, usia perkawinan, dan jumlah anak dalam keluarga.
Melihat fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Kabupaten Inhil Tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu.


1.3 Tujuan
1.3.1 TujuanUmum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya cakupan pria ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu.
1.3.2.2 Diketahui hubungan pengetahuan pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu.
1.3.2.3Diketahui hubungan sikap pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu.
1.3.2.4 Diketahui hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.
1.3.2.5Diketahui hubungan Umur pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti Lain
Untuk sebagai bahan perbandingan dan masukan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang ada hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB Metode Operasi Pria (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu.


1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pelaksanaan program dalam memotivasi pria dalam ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Tahun 2010.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai tambahan bacaan di perpustakaan Akademi Kebidanan Yayasan Akademi Kebidanan Husada Gemilang Tembilahan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan yaitu pada bulan juni tahun 2010. Bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB (MOP) di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder dengan menyebarkan kuesioner dan survey yang digunakan secara analitik dengan pendekatan cross sectional.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi MOP
2.1.1 Faktor yang mempengaruhi ketidakmauan pria dalam ber-KB MOP
Tingkat pengetahuan, sikap suami terhadap KB, agama atau kepercayaan, Suku Bangsa, Usia perkawinan, Jumlah anak masih hidup dapat menyebabkan ketidakmauan pria untuk ikut berpatisipasi dalam menjalankan program keluarga berencana khususnya penggunaan Metode Operasi Pria (MOP), seperti telah dikemukakan oleh para ahli dibawah ini :

2.1.2 Pengetahuan
Seseorang akan dapat menterjemahkan suatu objek dengan baik apabila dapat merespon suatu rangsangan melalui panca indera dengan baik yang kemudian diterjamahkan dengan penalaran sebagai bahan pengalaman sehingga mereka menjadi tahu. Ketidak mauan pria untuk berperan aktif dalam ber-KB MOP disebabkan karena keterbatasan pengetahuan. Hal ini seperti yang telah di definisikan oleh para ahli dibawah ini :
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).


1) Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
(1). Umur
Singgih (2004), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.
(2).Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.
(3).Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya (Nasution, 2002).
(4). Suku Bangsa
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
(5). Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri.
2.1.3 Sikap
Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak (Widiatun, 2002). Sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widiatun, 2002).
1) Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap
(1). Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
(2). Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
(3).Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
Menurut teori diatas dapat disimpulkan bahwa sikap sangat menentukan tindakan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan berdasarkan sedikit dan banyaknya pengalaman, selain itu situasi juga sangat berpengaruh terhadap sikap seseorang untuk mau atau tidaknya melakukan tindakan seperti melakukan tindakan seperti melakukan program keluarga berencana Metode Operasi Pria (MOP)
2.1.4 Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Agama).
peneliti menyimpulkan bahwa Agama juga dapat berpengaruh besar terhadap ketidakmauan pria untuk ber-KB karena seseorang yang berpegang pada Fiqih secara teks yang akan mengartikan umur secara harfiah atau melihat berdasarkan umur dan angka bukan berdasarkan kematangan psikologi dan pengetahuan akan melakukan pernikahan pada usia atau umur yang masih muda yang akan membawa dampak negatif terhadap wanita yang pada dasarnya belum siap untuk melahirkan keturunan.
2.1.5 Suku Bangsa
Istilah suku berhubungan dengan masyarakat, berkaitan dengan manusia yang hidup dalam masyarakat, atau membicarakan mengenai masyarakat sebagai pranata, bahkan berkaitan juga dengan minat atau kepedulian suku, kesenangan suku, manfaat suku, kebahagiaan suku, tugas suku, dan lain-lain. Sedangkan Bangsa / Kebangsaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002).
Menurut teori diatas bahwa sudah menjadi kodrar alam bahwa manusia sejak lahir selalu mempunyai kecendrungan untuk hidup bersama dengan orang lain. Hidup bersama dengan orang lain dalam bentuk paling kecil adalah keluarga tentunya akan diawali dengan membentuk paling sedikitnya seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam ikatan pernikahan yang di atur oleh Undang-undang dan aturan-aturan adat. Kesiapan dan kematangan pola berpikir keluarga serta peran masyarakat inilah yang menentukan mau atau tidaknya seorang untuk menjalankan program Keluarga Berencana. Sebagai contoh pola pikir adat yang diberikan secara turun temurun dari para pewaris yang mengatakan banyak anak banyak rezeki, anak akan membawa rezeki sendiri-sendiri, dengan banyak anak berarti memberikan banyak kesempatan anak yang hidup (Widiatun, 2002).
2.1.6 Usia Perkawinan
Usia perkawinan merupakan suatu tahapan perkembangan hubungan suami istri dalam keluarga dari masa transisi awal menikah kemasa berikutnya (Widiatun, 2001).
Dari teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Usia Perkawinan ini dapat mendasari keengganan pria untuk melakukan program keluarga berencana berupa bagi pasangan pemula yang ingin segera mempunyai keturunan atau sebaliknya bagi pasangan yang sudah cukup lama tetapi belum memiliki keturunan mereka akan terus berusaha untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerusnya, sebagai generasi pewaris dari orang tuanya (Widiatun, 2002).
2.1.7 Jumlah anak dalam keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dan jumlah anak dalam satu keluarga cukup dengan 3 (tiga) orang anak saja (Dep-Kes RI, 2001).
2.1.8 Umur
Umur adalah makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 2001).

2.2 Pengertian Kontrasepsi Metode Operasi Pria
Kontrasepsi Metode Operasi Pria adalah Oklusi vas deferens, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa dan tidak didapatkan spermatozoa di dalam semen/ejakulat (tidak ada penghantaran spermatozoa dari testis ke penis. (Hanafi, 2004).
Kontrasepsi Metode Operasi Pria adalah Prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Saifuddin, 2003).
Kontrasepsi metode operasi pria adalah Tindakan memotong dan menutup saluran mani (vas deferens) yang menyalurkan sel mani (sperma) keluar dari pusat produksinya di testis (Mochtar, 2003).
2.2.1 Keuntungan Kontap-Pria :
1) Efektif.
2) Aman, morbilitas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.
3) Sederhana.
4) Cepat, hanya memerlukan waktu 5 - 10 menit.
5) Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal saja.
6) Biaya rendah.
7) Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan paramedis wanita.
2.2.2 Kerugian Kontap-Pria :
1) Diperlukan suatu tundakan operatif.
2) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.
3) Kontap-pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa, yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi vas deferens, dikeluarkan.
Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi pria (Hanafi, 2004).
2.2.3 Kegagalan Kontap-Pria
1) Rekanalisasi spontan : Hal ini tidak terjadi pada keadaan bila kedua ujung dibakar
2) Bila yang dipotong bukan vas deferens, misalnya pembuluh darah.
3) Ada lebih dari satu vas deferens (duplikasi vas deferens)
4) Akseptor telah bersetubuh dengan istri sebelum benar-benar steril
(Mochtar, 2003).
2.2.4 Kontra-Indikasi Kontap –Pria :
1) Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies.
2) Infeksi traktus genitalia.
3) Kelainan skrotum dan sekitarnya :
(1). Varicocele.
(2). Hydrocele besar.
(3). Filariasis.
(4). Hernia inguinalis.
(5). Orchiopexy.
(6). Luka perut bekas operasi hernia.
(7). Skrotum yang sanga tebal.

4) Penyakit sistemik :
(1) Penyakit-penyakit perdarahan.
(2) Deabetes mellitus.
(3) Penyakit jantung koroner yang baru.
5) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil (Hanafi, 2004).
2.2.5 Persiapan Pre-Operatif Kontap-Pria
1) Hanya minim sekali :
(1). Rambut pubis sebaiknya dicukur.
(2) Tindakan dan anti-sepsis daerah skrotum dengan antiseptik (larutan iodine).
2.2.6 Prosedur Kontap-Pria :
Prosedur kontap-pria meliputi beberapa langkah tindakan :
1) Identifikasi dan isolasi vas deferens.
(1). Kedua vasa deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid- scrotum, tidak berfungsi (berbeda dengan pembuluh darah).
(2). Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan :
Kulit scrotum tebal
Vas deferens yang sangat tipis.
Spermatic cord yang tebal.
Testis yang tidak turun.
Otot cremaster berkontraksi dan menarik testis keatas.
(3). Kedua vas deferens harus di identifikasi sebelum meneruskan prosedur kontap-nya
(4). Dilakukan mobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan telunjuk atau memakai klem (doek-klem atau klem lainnya).
(5). Dilakukan penyuntikkan anestesi lokal.
2) Insisi scrotum.
(1). Vas deferens yang telah di immobilisasi di depan skrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit skrotum.
(2). Insisi, horizontal atau vertikal, dapat dilakukan secara :
 Tunggal, digaris tengah (scrotal raphe).
 Dua insisi, satu insisi di atas masing-masing vas deferens.
3). Memisahkan lapisan-lapisan superfisial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi.
4). Oklusi vas deferens.
(1). Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1 -3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididymis.
(2). Ujung-ujung vasa deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan :
 Ligasi
 Dapat dilakukan dengan chromic catgut ( ini yang paling sering dilakukan ).
 Dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma.
 Ligasi tidak boleh dilakukan terlalu kuat sampai memotong vas deferens, karena dapat menyebabkan spermatozoa merembes ke jaringan sekitar dan terjadi granuloma.
5). Penutupan luka insisi.
(1). Dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap.
(2). Pada insisi 1 cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja (Hanafi, 2004).
2.2.7 Perawatan Post-Operatif Kontap-Pria
Perawatan post-operatif kontap-pria juga minim saja :
1) Istirahat 1-2 jam di klinik.
2) Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari.
3) Kompres dingin/es pada skrotum.
4) Analgetika.
5) Memakai penunjang skrotum (scrotal support) selama 7-8 hari.
6) Luka operasi jangan kena air selama 24 jam.
7) Senggama dapat dilakukan secepat saat pria sudah menghendaki dan tidak merasa terganggu.
8) Dipersilakan berbaring selama 15 menit
9) Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka
10) Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik.
(Saifuddin, 2003).
2.2.8 Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut calon akseptor kontap-pria akan tindakan operasi (yang umumnya dihubungkan dengan pemakaian pisau operasi), dan juga untuk lebih menggalakkan penerimaan/pelaksanaan kontap-pria, di indonesia sekarang telah di perkenalkan dan telah dilaksanakan metode vasektomi tanpa pisau (VTP) (Hanafi, 2004).



2.2.9 Prosedur VTP :
1) Persiapan pre-operatif :
(1). Cukur rambut pubis, untuk lebih menjamin sterilitas.
(2). Tidak perlu puasa sebelumnya.
2) Mencari, mengenal dan fiksasi vas deferens, kemudian dijepit dengan klem khusus yang ujungnya berbentuk tang catut. Lalu disuntikkan anestesi lokal.
3) Dilakukan penusukkan pada garis tengah skrotum dengan alat berujung bengkok dan tajam untuk membuat luka kecil, yang kemudian disebarkan sekitar 0,5 cm. Akan terlihat vas deferens yang liat dan keras seperti kawat baja. Selaput pembungkus vas deferens disisihkan ke tepi, akan tampak jelas saluran sperma (vas deferens) yang berwarna putih mengkilap bagai mutiara.
4) Selanjutnya dilakukan oklusi vas deferens dengan ligasi + reseksi suatu segmen vas deferens.
5) Penutupan luka operasi (Hanafi, 2004).
2.2.10 Efektifitas Kontap-Pria
1) Angka kegagalan : 0 – 22 % umumnya < 1 %.
2) Kegagalan kontap-pria umumnya disebabkan oleh :
(1). Senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa.
(2). Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umunya terjadi setelah pembentukkan granuloma spermatozoa.
(3). Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.
(4). Jarang yaitu Duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat lebih dari 1 vas deferens pada satu sisi) (Hanafi, 2004).
2.2.11 Efek Samping dan Komplikasi Kontap-Pria
Komplikasi minor :
1) Ecchymosis, terjadi pada 2 – 65 %.
Penyebabnya : pecahnya pembuluh darah kecil subkutan sehingga terjadi perembesan darah dibawah kulit. Tidak memerlukan terapi, dan akan hilang sendiri dalam 1 – 2 minggu post-operatif.
2) Pembengkakan (0,8 – 67 % ).
3) Rasa sakit/raasa tidak enak.
4) Terapi butir 2 dan 3 :
(1). Kompres es.
(2). Analgetika/NSAID.
(3). Penunjang skrotum.
2.2.12 Komplikasi Mayor :
1) Hematoma.
(1). Insidens : < 1 %.
(2). Terjadi pembentukkan masa bekuan darah dalam kantung skrotum yang berasal dari pembuluh darah yang pecah.
(3). Pencegahan : hemostasis yang baik selama operasi.
(4). Pengobatan :
Hematoma kecil : kompres es, istirahat bebrapa hari.
Hematoma besar : membuka kembali skrotum, ikat pembuluh darah dan lakukan drainase.
2) Infeksi
(1). Jarang terjadi, hanya kira-kira pada < 2 %.
(2). Infeksi dapat terjadi pada beberapa tempat :
 Insisi.
 Vas deferens.
 Epididymis, menyebabkan epididymitis.
 Testis, menyebabkan orchitis.
3). Sperma granuloma
Granuloma adalah suatu abses non-bakterial, yang terdiri dari spermatozoa, sel-sel epitel dan lymphocyt, dan merupakan suatu respons inflammatoir terhadap spermatozoa yang merembes kedalam jaringan sekitarnya.
(1). Insidens sperma granuloma : 0,1 – 3%.
(2).Penyebab dan timbulnya sperma granuloma : merembes dan bocornya spermatozoa kedalam jaringan sekitarnya, yang disebabkan oleh :
 Absorpsi dari benang jahitan sebelum terbentuk jaringan parut.
 Oklusi yang tidak adekuat dari vas deferens selama operasi.
 Ikatan jahitan terlalu keras sehingga memotong vas deferens.
 Tekanan yang meninggi belakang ujung vas deferens yang dipotong.
 Infeksi vas deferens sehingga timbul nekrosis jaringan.
(3). Diagnosa sperma granuloma :
 Rasa sakit yang tiba-tiba dan pembengkakan pada lokasi operasi setelah 1 - 2 minggu, sedangkan sebelumnya sama sekali a-simptomatik.
(4). Terapi sperma granuloma :
 Umumnya granuloma yang kecil akan menghilang sendiri, atau dapat dilakukan kompres es, istirahat dan pemberian NSAID.
 Bila granuloma besar dan sangat sakit, harus dilakukan eksisi. Hanya saja, eksisi satu granuloma tidak menjamin bahwa tidak akan terjadi suatu granuloma lainnya.
(5). Efek samping sperma granuloma :
 Bisa menyebabkan rekanalisasi vas deferens, karena terbentuk saluran-saluran di dalam granulomanya.
 Granuloma epididymal dapat mencegah keberhasilan reversal/pemulihan-kembali kontap-pria.
4). Komplikasi lain-lain.
(1). Sangat jarang terjadi ( < 1 % ).
 Perlekatan vaskutaneous.
 Hydrocele.
 Fistula vaskutaneous.
(Hanafi, 2004).
2.2.13 Efek Sistemik dari Kontap-Pria
1) Tidak ditemukan efek sistemik dari prosedur kontap-pria
Fungsi kelenjar prostat, seminal vesicles dan kelenjar-kelenjar urethra tidak mengalami perubahan sebagai akibat dari kontap-pria, karena fungsi mereka ditentukan oleh kadar androgen di dalam darah (yang tidak berubah karena kontap-pria).
2) Tidak ditemukan efek kontap-pria terhadap timbulnya penyakit jantung, karsinoma, penyakit paru-paru, saraf, gastro-intestinal dan endokrin.
(Hanafi, 2004).


2.2.14 Efek kontap-Pria pada Fungsi Testis dan Hormon Pria
1) Kontap-pria tidak menimbulkan efek pada fungsi testis dan spermatogenesis berlangsung seperti biasa. Tidak ditemukan perubahan dalam hormon gonadotropin hypopysis (FSH – LH) ysng semuanya masih berada dalam batas normal (Hanafi, 2004).

2.2.15 Efek psikologis dari Kontap-Pria
1) Prosedur kontap-pria hanya menimbulkan efek lokal yaitu oklusi vas deferens, dan tidak akan menimbulkan perubahan fungsi psiko-seksual yang normal.
2) Problem psikologis terjadi pada < 1 -5 % dari akseptor kontap-pria, dengan keluhan rasa takut yang timbul setelah kontap-pria, yang meliputi :
(1). Rasa takut “trauma” tubuh
 Berkurangnya kekuatan fisik tubuh.
 Rasa lelah.
 Insomnia, sakit kepala, depressi.
 Berat badan menurun.
(2). Rasa takut “trauma” seks.
 Libido menurun.
 Dispareunia.
(3). Rasa takut “trauma” keluarga.
 Rasa takut akan kehilangan anak, terutama di daerah/negara dengan mortalitas anak yang tinggi.
 Beberapa peneliti menemukan bahwa pasangan suami istri yang kehilangan anak, menunjukkan kecemasan (anxietas) yang lebih tinggi setelah tindakan kontap-pria.
(4). Rasa takut “trauma” moral.
 Adanya konflik yang berhubungan dengan agama, kebudayaan, dan ketakutan bahwa pria yang telah menjalani kontap-pria akan melakukan perbuatan serong/penyelewengan.
(5). Rasa takut “trauma” kelompok/golongan.
 Pengaruh, kekuasaan atau kedudukan yang menurun dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut kelompok keagamaan, sosio-ekonomik atau ethnik (Hanafi, 2004).














Tabel 2.1
Perbandingan Antara Kontrasepsi Mantap Pria dan Wanita

KONTAP-PRIA KONTAP-WANITA
Efektivitas




Komplikasi




penerimaan




Personil






Peralatan






Fasilitas penunjang


Kemungkinan Efek Samping Jangka Panjang  Sangat efektif, tetapi angka kejadian rekanalisasi spontan dan kehamilan sedikit lebih tinggi.
 Efektif 6 – 10 minggu setelah operasi.
 Hampir tidak ada resiko trauma internal.
 Infeksi serius sangat rendah.

 Tidak ada kematian yang berhubungan dengan anestesi.
 Bekas luka parut hampir tidak terlihat.

 Reversibilitas sedikit lebih tinggi.
 Biaya lebih tinggi.
 Dapat dikerjakan sendiri, dengan atau tanpa asisten.
 Dapat dikerjakan oleh paramedis yang terlatih.


 Waktu operasi lebih singkat. ( ½ waktu operasi kontap-wanita)
 Hanya memerlukan peralatan bedah sederhana/standard.
 Dapat dikerjakan dengan anestesi lokal.

 Tidak diperlukan fasilitas penunjang bila terjadi komplikasi.


 Tidak ada.  Sangat efektif, angka kegagalan sedikit lebih rendah.
 Segera efektif post operatif.


 Resiko trauma internal sedikit lebih tinggi.
 Kemungkinan infeksi serius sedikit lebih tinggi.
 Sedikit sekali kematian yang berhubungan dengan anestesi.
 Bekas luka parut kecil tetapi masih dapat terlihat.

 Reversibilitas sedikit lebih rendah.
 Biaya lebih tinggi.
 Perlu suatu tim
 Lebih sukar dipelajari dan dikerjakan para medis.
 Waktu operasi lebih lama.


 Mini-lap hanya memerlukan peralatan bedah standard.
 Untuk endoskopi diperlukan peralatan yang mahal, rumit, perawatan yang baik.
 Perlu sedasi sistemik dan anestesi lokal.
 Diperlukan fasilitas penunjang untuk tindakan laparotomi bila terjadi komplikasi serius.

 Resiko kehamilan ektopik.
(Hanafi, 2004).






2.2.16 Kunjungan Ulang
Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal sebagai berikut :
1) Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan.
Lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut :
 Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri , perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin.
 Pemriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan luka, dan perawatan sebagaimana mestinya.
5) Sebulan setelah operasi
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut :
 Anamnesis yang meliputi keadaan kesehatan umum, dan senggama.
 Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genetalia.
6) Tiga bulan dan setahun setelah operasi
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut :
 Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, senggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap, dan keadaan kejiwaan si akseptor.
 Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum.
 Lakukan analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau 10 – 12 kali ejakulasi untuk menilai hasil pembedahan.
. (Saifuddin, 2003).




2.3 Proses perubahan Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku

2.3.1 Faktor Predisposisi (predisposing faktors)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.

2.3.2 Faktor Pemungkin (enabling faktors)
Faktor pemungkin atau pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

2.3.3 Faktor Penguat (reinforcing faktors)
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
(Notoatmodjo, 2005)








2.4 Kerangka Teori
Skema 2.1
Kerangka Teori





-----------------------------
- Inteligensi
- Suku Bangsa
- Lingkungan
- Agama
---------------------------------------

--------------------------------------------
Faktor Pemungkin
- Sarana Kesehatan
- Fasilitas
- Jarak Tempuh
--------------------------------------------

--------------------------------------------
Faktor Penguat
- Usia perkawinan
--------------------------------------------



Ket : = Di teliti
------ = Tidak di teliti.

Sumber : Lawrence Green dalam buku Notoadmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta.



BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep
Dari uraian di atas, kerangka konsep yang di pakai dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Skema 3.1
Kerangka Konsep

.
Variabel Independent Variabel Dependent















3.2 Defenisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

Pengetahuan Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh responden Tentang Metode Operasi Pria (MOP) Kuesioner Wawancara Ordinal 1. Baik : jika benar menjawab pertanyaan > 5
2. Kurang Baik : jika salah menjawab pertanyaan ≤5


Sikap Suatu pola tingkah laku yang dimiliki oleh responden Terhadap Metode Operasi Pria (MOP). Skala Guttmen Wawancara Ordinal 1. Baik : jika benar menjawab pertanyaan > 5
2. Kurang Baik : jika salah menjawab pertanyaan ≤ 5

Umur Usia responden berdasarkan pengakuan responden tentang ketidakmauan pria dalam ber-KB Metode Operasi Pria (MOP). Kuesioner Wawancara Ordinal 1. Muda: jika umur responden < 20 tahun
2.Sedang : jika umur responden ≤ 20-35 tahun
3. Tua : jika umur responden > 35 tahun

Jumlah anak dalam Keluarga Banyak anak berdasarkan pengakuan responden tentang ketidakmauan pria dalam ber-KB Metode Operasi Pria (MOP). Kuesioner Wawancara Ordinal 1.Banyak : jika jumlah anak dalam keluarga > 2 orang
2. Cukup : jika jumlah anak dalam keluarga ≤ 2 orang


KB MOP KB MOP adalah prosedur untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi berdasarkan data puskesmas Tembilahan Hulu. Kuesioner Wawancara Ordinal - Menggunakan KB MOP
- Tidak menggunakan KB MOP

3.3 Hipotesis (Jika Ada)
3.3.1 Ha = Jika ada hubungan Pengetahuan pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.
3.3.2 Ha = Jika ada hubungan Sikap pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.
3.3.3 Ha = Jika ada hubungan Umur pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.
3.3.4 Ha = Jika ada hubungan Jumlah anak dalam keluarga pria dalam ber-KB MOP di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Tembilahan Hulu.


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan pendekatan kuantitatif untuk mengukur beberapa variabel yang di teliti.

4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala nilai test/ peristiwa-peristiwa sebagai sumber daya dimiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 2000).
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh bapak-bapak di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Kabupaten Inhil Tahun 2010 dengan jumlah 1729 orang.
4.2.2 Sample.
Sampel adalah bagian dari jumlah karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Mustafa, 2008).
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik random sampling yaitu sampel diambil secara acak dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.


Adapun jumlah sampel yang akan diambil adalah menggunakan rumus:
(Notoatmodjo, 2003).

Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sample
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0.1)
Diketahui jumlah populasi adalah sebanyak 1729 orang (N=1729) maka diketahui besarnya sampel yaitu :
=
= 100 orang (pembulatan ke atas).
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sebagian dari bapak-bapak Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu Kabupaten Inhil Tahun 2010 sebanyak 100 orang.



4.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Tembilahan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu, untuk penelitian ini adalah bulan juni 2010.

4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data yang didapatkan langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dengan responden yang terpilih sebagai sampel.
4.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Puskesmas Tembilahan Hulu Kab. Indragiri Hilir, serta data yang di ambil adalah jumlah pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi MOP pada tahun 2009.

4. 5 Teknik Pengolahan Data
4.5.1 Pemeriksaan data ( Editing )
Dilakukan untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh apakah jawaban sudah lengkap dengan jelas, sehingga dapat dihasilkan data yang telah akurat untuk pengolahan data selanjutnya.
4.5.2 Pengkodean ( Coding )
Coding merupakan kegiatan pemberian kode terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori kegiatan ini merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk bilangan.
4.5.3 Memasukkan data (Entry data )
Memindahkan jawaban kedalam master table.

4.5.4 Pembersihan ( Cleaning )
Setelah semua jawaban dan data dibuat dimaster tabel kemudian di distribusikan ke tabel distribusi frekuensi.

4.6 Teknik analisa data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS versi 11,0 dan di analisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel penelitian (analisa univariat). Untuk mencari hubungan dua variabel (analisa bivariat) digunakan tabel silang ( eha square ) dengan tingkat kepercayaan 95 % dan a = 5 % dan tingkat kemaknaan p < 0, 05.

1 komentar: