Minggu, 18 Juli 2010

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat allah SWT, Semoga rahmat serta hidayahnya selalu terlimpahkan kepada kita semua. Shalawat beserta salam senantiasa dihaturkan kepada Al-Amin putra Abdullah buah hati Aminah. Yakni nabi besar Muhammad SAW. Dan mudah-mudahan dengan seringnya kita bershalawat kepada baginda diakhirat nanti kita mendapat syafaat beliau. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Penulis tidak lupa juga mengucapkan syukur Al-hamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan ilmu yang dianugerahkan Allah SWT tersebutlah penulis bisa menyelesaikan dari sebuah tuntutan yang diberikan oleh Dosen H.mulyadi.S.Ag. M.Ag dalam mata kuliah “Sejarah Pendidikan Islam”.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini sungguh masih sangat jauh dalam tarap kesempurnaan yang diharapkan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca semua. Dengan sebuah harapan yang diinginkan penulis, agar pembuatan tugas makalah yang akan datang bisa lebih baik dari yang sekarang.

Dan mudah-mudahan segala amaliah yang kita lakukan ini senatiasa diridhai Allah SWT. Dan bermanfaat bagi kita semua. Amin…


Penulis
Kelompok VI





DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….. 1
Daftar isi………………………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang................................………………………………….......... 3
b. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian,Ruang Lingkup dan tujuan Pendidikan Islam....................... 4
b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam....................................................... .... 6
c. Tujuan Pendidikan Islam ....................................................................... 8

BAB III
a. Pengertian IQ dan EQ............................................................................ 12
b, Aplikasi IQ dan EQ dalam Pendidiakan agama islam............................ 16

BABA IV PENUTUP
a. Kesimpulan............................................................................................. 19

Daftar Pustaka................................................................................................... 21










BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Adapun pengangkatan materi yang kami ambil dalam pembahasan kali ini adalah kami melihat dari latar belakang Pendidikan Agama Islam mengenai beberapa bentuk pertanyaan yang bias di ajukan adalah sbb :
• Apa pengertian pendidikan menurut islam dan bagaimana cakupannya ?
• Apa pengertian Pendidikan menurut perspektif Nasional ?
• Bagaimana pengaplikasian IQ dan EQ dalam pendidikan agama islam ?


B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan daripada penulisan ini adalah agar dapat lebih mengetahui tentang apa itu sebenarnya pendidikan agama islam, baik itu dari pengertian khusus maupun pengertian umum. Selanjutnya untuk mengetahui apa sebenarnya hakekat manusia menurut islam itu sendiri.
Sedangkan manfaat dari penulisan kali ini adalah bahwa penulisan telah mendapatkan ilmu yang sangat berharga mengenai pengetahuan tentang pendidikan agama islam yang sekiranya sungguh sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi kita semua.










BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian, Ruang Lingkup dan Tujuan Pendidikan Islam
A. Pengertian
1. 1. pengertian Pendidikan Secara Umum
Pengertian pendidikan secara umum menurut para ahli, diantaranya adalah :Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
(A. Yunus, 1999 : 7-8)
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung (A. Yunus, 1999 :


1.2. Pengertian Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
(Nur Uhbiyati, 1998)
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
1.3. Pengertian Pendidikan Menurut Perspektif Nasional
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.


B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
1. Pendidikan Keimanan
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)
Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak?
Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan memanjakan)
Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif.
Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari)
“Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)
Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin
Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
Memanfaatkan momen religious
Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bareng.
Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik Allah
Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.

Beri teladan Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)

Kreatif dan terus belajar
Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
2. Pendidikan Akhlak
Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda:
“… Akrapilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”
Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Bagaimana cara mengenalkan akhlak kepada anak :
- Penuhilah kebutuhan emosinya dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan.
Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari)
- Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42)
Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
- Memenuhi janji
Hadits Rasulullah :”….Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
- Meminta maaf jika melakukan kesalahan
Menyuruh anak meminta maaf jika telah melakukan kesalahan kepada sesama.


3. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak, karena berbeda usia anak, berbeda pula daya tangkap pikir anak.
4 Pendidikan Psikis
“Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139)
Mengembangkan psikis anak, dengan cara memberikan kasih sayang, pengertian, berperilaku santun dan bijak. Menumbuhkan rasa percaya diri, Memberikan semangat tidak kepada mereka untuk tetap selalu maju dan berkarya dengan cara mendukung daripada kreativitas yang merka lakukan.

C. Tujuan Pendidikan Islam
1. Tujuan Pendidikan Islam.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalan menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.


Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.














BAB III
Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ)

A. PENGERTIAN ATAU DEFINISI DARI IQ, dan EQ
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quetiont atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi (EQ).
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.

Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

B. Aplikasi IQ, EQ dalam Pendidikan Agama Islam

1. Kecerdasan Intelektual
Pada dasarnya manusia itu dianugrahi oleh Allah SWT berbaga macam kecerdasan, dan tanggung jawab pendidikan adalam memperhatikan dan mengarahkan kecerdasan tersebut agar mampu berkembang secara optimal dan seimbang. Tidak ada keseimbangan dalam penanganannya akan mengakibatkan masalah dikemudian hari. Dalam diri manusia terdapat kecerdasan yang disebut dengan kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/ IQ). Anak-anak yang cerdas, yang karena itu dianggap pasti sukses dalam kehidupan, adalah mereka yang nilai rapornya bagus semua atau indeks prestasinya di atas rata-rata. Sejak Wilhelm Stern, Psikolog Jerman yang banyak mengacu pada teori inteligensi Alfred Binnet dan Theodore Simon menyebut IQ sebagai ukuran kecerdasan. Akibatnya titik berat pendidikan di Indonesia yang menganut teori intelegensi ini adalah hanya memberi kesempatan berkembang pada otak kirisaja, membuat otak kanan terbengkalai. Ujian Akhir Semester (UAS), hanya sanggup mengukur otak kiri peserta didik yang hasilnya bukan gambaran utuh kecerdasan peserta didik (Pasiak, 2003: 121).Pendidikan Islam bertugas meningkatkan, mengembangkan,dan menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, minat-minat, dan kemampuan-kemampuan akal peserta didik serta memberinya pengetahuan dan keterampilan akal yang perlu dalam hidupnya.Pendidikan Islam didasarkan pada pandangan yang komprehensif tentang manusia. Karena letak keistimewaan manusia adalah makhluk berpikir dan berakal, maka pendidikan bertugas dan bertanggungjawab mendorong kepada manusia untuk tahu dan mengerti. Dengan akalnyalah manusia memungkinkan untukberpikir, merasa dan percaya dalam rangka untuk bisa menetapkan Peningkatan Kualitas ... (Djuwarijah)

2. Kecerdasan Emosi
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini seperti penjarahan, pembakaran, perampasan, pembunuhan, penculikan, perkosaan, tawuran, tindak kekerasan dan kekejaman yang dilakukan anak bangsa yang mewarnai panggung dunia pendidikan di tanah air sungguh memilukan dan memalukan. Bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, peduli, murah senyum berubah menjadi bangsa yang menakutkan dan mengerikan bangsa lain adalah salah satu bukti kesalahan pendidikan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual belaka.

Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi ikut menentukan keberhasilan dalam hidup ini bukan hanya IQ. Banyak hal yang secara logika benar tetapi perasaan menyatakan bahwa hal itu tidak benar, karena itulah sering diperlukan keahlian kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan intelektual, sebab kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola, mengendalikan emosi, menggunakan intuisi, indera, kepekaan yang justru tidak melibatkan daya nalar
manusia.
Kalau kecerdasan intelektual diukur dengan IQ, maka kecerdasan emosi merupakan kemampuan non-kognitif. IQ tidak membuat seseorang menjadi unik, tetapi perasaan-perasaan yang ada pada diri seorang anak dan bagaimana anak menyikapi perasaannyalah yang menjadikan anak itu unik. Namun demikian, antara IQ dan EQ bukanlah kemampuan yang saling bertentangan, tetapi kemampuan yang sedikit terpisah. Kecerdasan Emosi merupakan ”the inner rudder”, kekuatan dari dalam, sifatnya alami, dan dapat dikembangkan dengan kuat melalui berbagai akumulasi pengalaman yang panjang dan beragam. Ada lima wilayah utama EI, yakni: mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Optimisme dan positive thinking memberi pengaruh menguntungkan dalam kondisi biologis manusia

(Pasiak, 2003: 272).






















KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pendidikan islam pada intinya adalah :
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah semata dan berserah diri kepadanya. Yang tentunya dari semua tersebut di atas dapat kita peroleh dengan cara melalui pendidikan.
PENDIDIKAN adalah sebagai aktivitas yang dilakukan dengan secara sadar yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual ( petunjuk praktis ) maupun mental.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk mentransfer sejumlah nilai yang di anut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek peserta didik melalui proses pembelajaran yang meliputi :
• Pendidikan keimanan
• Pendidikan akhlaq
• Pendidikan intelektual.
Menurut Al- Syaibani, tujuan pendidikan islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Selanjutnya kalau kita aplikasikan pendidikan agama islam kedalam IQ ( Intelligence Question ) dan EQ ( Emotional Question ) yang ada pada diri manusia.
a. Aplikasi Pendidiakan Agama Islam kepada kecerdasan Intelektual.
Pada dasarnya manusia itu di anugerahi oleh allah SWT berbagai macam kecerdasan, dan tanggung jawab. Pendidikan adalah adalah memperhatikan dan mengarahkan kecerdasan tersebut agar mampu berkembang secara optimal dan seimbang.
Dalam diri manusia terdapat kecerdasan yang disebut dengan kecerdasan intelektual ( Intelligence Question/ IQ ). Anak-anak yang cerdas, yang karena itu di anggap pasti sukses dalam kehidupan adalah mereka yang nilai raportnya bagus semua atau indeks prestasinya di atas rata-rata.
b. Aplikasi Pendidiakan Agama Islam kepada kecerdasan Emosi’
Emotional Question ( EQ ) atau kecerdasan emosi ikut menentukan keberhasilan dalam hidup ini bukan hanya IQ. Banyak hal yang secara logika benar tetapi perasaan menyatakan bahwa hal itu tidaklah benar, karena itulah sering diperlukan keahlian kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan intelektual, sebab kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola, mengendalikan emosi, menggunakan intuisi, indra, kepekaan yang justru tidak melibatkan daya nalar manusia.





“Wallahu A’lam Bish-shawab”









DAFTAR PUSTAKA


Aminuddin Rasyad, dkk. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, DEPAK RI, 1988.

A, Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia, 1998.

H. A. Yunus, Drs., S.H., MBA. Filsafat Pendidikan, CV. Citra Sarana Grafika. Bandung. 1999.

Zuhairini. Dra, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, DEPAG RI, 1986.

















2.2. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
a. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
b. Manusia Sempurna Menurut Islam
- Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan – perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
“Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
- Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.










TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab
akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individuindividu
yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab,
terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai
kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi.
Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis.
Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan
profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan
dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar” dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya
diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan
memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan
mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya
merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan
seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari
hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang
tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada
kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini
terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih
komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak
didik yang memiliki paradigma yang pragmatis. Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt.
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat
kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia
merupakan fokus utama pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi
kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama
dalam pendidikan. Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri
juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan
memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang
baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan
jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan
benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan
keadilan. Oleh sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan seyogianya dibangun di atas
Wahyu yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum yang ada perlu mencerminkan memiliki integritas ilmu dan
amal, fikr dan zikr, akal dan hati. Pandangan hidup Islam perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang
kehidupan. Dalam Islam, Realitas dan Kebenaran bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan
manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai dunia,
yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak
nampak; mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek akhirat
memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of
Islam). Jadi, institusi pendidikan Islam perlu mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal yang tersurat dan tersirat
dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini, dan sekaligus memasukkan unsur-unsur Islam setiap bidang
dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan perubahan-perubahan kurikulum, lingkungan belajar yang agamis,
kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan
manusia dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam. Institusi–institusi
pendidikan sepatutnya melahirkan individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti, nilai-nilai luhur dan mulia, yang
dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya, serta memahami dan melaksanakan kewajibankewajibannya
kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus untuk mengembangkan
setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang beradab.
http://www.insistnet.com - INSISTS - Institute for The Study of Islamic Thought and PCoivwileizreadtio bny Mambo Generated: 12 November, 2007, 06:49
2. Pendidikan Islam
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas , memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Kristen, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori
tabularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin, 1985:3]. Bahkan dalam al-Qur'an, sebenarnya sebelum manusia dilahirkan telah mengadakan "transaksi" atau "perjanjian" dengan Allah yaitu mengakui keesaan Tuhan, firman Allah surat al-A'raf : 172, "Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan menyuruh agar mereka bersaksi atas diri sendiri; "Bukankah Aku Tuhanmu?" firman Allah. Mereka menjawab; "ya kami bersaksi" yang demikian agar kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak, "kami tidak mengetahui hal ini" [Zaini Dahlan, 1998:304]. Apabila kita memperhatikan ayat ini, memberi gambaran bahwa setiap anak yang lahir telah membawa "potensi keimanan" terhadap Allah atau disebut dengan "tauhid". Sedangakan potensi bawaan yang lain misalnya potensi fisik dan intelegensi atau kecerdasan akal dengan segala kemungkinan dan keterbatasannya.
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarhkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5].
Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi
bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.
Bersarkan uraian di atas, pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits sangat luas, meliputi pengembangan semua potensi bawaan manusia yang merupakan rahmat Allah. Potensi-potensi itu harus dikembangkan menjadi kenyataan berupa keimanan dan akhlak serta kemampuan beramal dengan menguasai ilmu [dunia – akhirat] dan keterampilan atau keahlian tertentu sehingga mampu memikul amanat dan tanggung jawab sebagai seorang khalifat dan muslim yang bertaqwa. Tetapi pada realitasnya pendidikan Islam, sebagaimana yang lazim dikenal di Indonesia ini, memiliki pengertian yang agak sempit, yaitu program pendidikan Islam lebih banyak menyempit ke-pelajaran fiqh ibadah terutama, dan selama ini tidak pernah dipersoalkan apakah isi program pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan telah sesuai benar dengan luasnya pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits [ajaran Islam].
3. Pembaharuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja ....Selama ini, upaya pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi yang semakin tidak jelas [Muslih Usa, 1991:11-13]. Berdasarkan uraian ini, ada dua alasan pokok mengapa konsep pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia untuk menuju masyarakat madani sangat mendesak. [a] konsep dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani. [b] lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia disegala bidang. Maka, untuk menghadapi dan menuju masyarakat madani diperlukan konsep pendidikan Islam serta peran sertanya secara mendasar dalam memberdayakan umat Islam,
Suatu usaha pembaharuan pendidikan hanya bisa terarah dengan mantap apabila didasarkan pada konsep dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia [hakekat] kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta. Teori pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara penerapan atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis [Anwar Jasin, 1985:8], Sehubungan dengan itu, konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam adalah perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut ajaran Islam.
Maka, dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam perlu dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat al-Qur'an dan hadits yang menyangkut dengan "fitrah" atau potensi bawaan, misi dan tujuan hidup manusia. Karena rumusan tersebut akan menjadi
konsep dasar filsafat pendidikan Islam. Untuk itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan Islam hanya dapat diterapkan secara baik jikalau kondisi-kondisi lingkungan ( sosial - kultural ) diperhatikan. Jadi, apabila kita ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, mengembangkan secara empris prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan [sosial – cultural] yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Jadi, tanpa kerangka dasar filosofis dan teoritis yang kuta, maka perubahan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti [Rangkuman dari Anwar Jasin, 1985:8 –9].
Konsep dasar filsafat dan teoritis pendidikan Islam, harus ditempatkan dalam konteks supra sistem masyarakat madani di mana pendidikan itu akan diterapkan. Apabila terlepas dari konteks "masyarakat madani", maka pendidikan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan umat Islam pada kondisi masyarakat tersebut [masyarakat madani]. Jadi, kebutuhan umat yang amat mendesak sekarang ini adalah mewujudkan dan meningkatan kualitas manusia Muslim menuju masyarakat madani. Untuk itu umat Islam di Indonesia dipersiapkan dan harus dibebaskan dari ketidaktahuannya [ignorance] akan kedudukan dan peranannya dalam kehidupan "masyarakat madani" dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Islam haruslah dapat meningkatkan mutu umatnya dalam menuju "masyarakat madani". Kalau tidak umat Islam akan ketinggalan dalam kehidupan "masyarakat madani" yaitu masyarakat ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Maka tantangan utama yang dihadapi umat Islam sekarang adalah peningkatan mutu sumber insaninya dalam menempatkan diri dan memainkan perannya dalam komunitas masyarakat madani dengan menguasai ilmu dan teknologi yang berkembang semakin pesat. Karena, hanya mereka yang menguasai ilmu dan teknologi modern dapat mengolah kekayaan alam yang telah diciptakan Allah untuk manusia dan diamanatkan-Nya kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk diolah bagi kesejahteraan umat manusia.
Maka masyarakat madani yang diprediski memiliki ciri ; Universalitas, Supermasi, Keabadian, Pemerataan kekuatan, Kebaikan dari dan untuk bersama, Meraih kebajikan umum, Perimbangan kebijakan umum, Piranti eksternal, Bukan berinteraksi pada keuntungan, dan Kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. Atas dasar konsep ini, maka konsep filsafat dan teoritis pendidikan Islam dikembangkan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam kontek lingkungan masyarakat madani tersebut, sehingga pendidikan relevan dengan kondisi dan ciri sosial kultural masyarakat tersebut. Maka, untuk mengantisipasi perubahan menuju "masyarakat madani", pendidikan Islam harus didisain untuk menjawab perubahan tersebut. Oleh karena itu, usulan perubahan sebagai berikut : [a] pendidikan harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama, karena, dalam pandangan seorang muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT, [b] pendidikan menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini, (c) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan, [d] pendidikan yang menumbuhkan ethos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja, disiplin dan jujur [Suroyo, 1991:45-48], (e) pendidikan Islam harus didisain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat madani.
Dalam konteks ini juga perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan [Anwar Jasin, 1985:15] Islam yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya
lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan dengan tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa yang dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang terlalu banyak dan cukup berat dan bahkan terjadi tumpang tindih.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengambil secara utuh semua kurikulum [non-agama] dari kurikulum sekolah umum, kemudian tetap mempertahankan sejumlah program pendidikan agama, sehingga banyak bahan pelajaran yang tidak dapat dicerna oleh peserta didik secara baik, sehingga produknya [hasilnya] serba setengah-tengah atau tanggung baik pada ilmu-ilmu umum maupun pada ilmu-ilmu agama. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan kembali disain program pendidikan untuk menuju masyarakat madani, dengan memperhatikan relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta ciri masyarakat madani. Maka untuk menuju "masyarakat madani", lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi yaitu apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing secara kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau mengkhususkan pada disain pendidiank keagamaan yang handal dan mampu bersaing secara kompotetif, misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang berkaliber nasional dan dunia.
4. Penutup
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulakn sebagai berikut : [1] Menyarakat madani merupakan suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah masyarakat madani yang dicita-citakan. [2] Konsep dasar pembaharuan pendidikan harus didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia meenurut aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Atau dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan ( sosial - kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. (3) Konsep dasar pendidikan Islam supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan disain masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas "masyarakat madani" yang dicita-citakan bangsa ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama', Dar al-Fikr al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj., Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1995.
Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III,.
Anwar Jasin, 1985, Kerangka




Pengertian Eq
Para pakar memberikan definisi beragam pada EQ, diantaranya adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya.
Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut :
1. Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan, baik melalui suara, ekspresi wajah dan tingkah laku.
2. Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual. Caranya perubahan emosi bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.
3. Memahami dan menganalisa emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke emosi lain seperti berubahannya dari emosi marah menjadi rela atau lega.
4. Mengelola emosi
Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan dengan tanpa menyembunyikan informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.
C. Pendidikan Islam sebagai Subsistem Pendidikan
Nasional
Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional.
Sebagai subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus
yang harus dicapai, dan tercapainya tujuan tersebut akan menunjang
pencapaian tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan yang
menjadi suprasistennya (Furchan, 2004: 14). Visi pendidikan Islam
tentunya sejalan dengan visi pendidikan nasional. Visi pendidikan
nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut
adalah mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan
manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah
manusia yang saleh dan produktif. Hal ini sejalan dengan trend
kehidupan abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu (Tilaar,
2004: 150).
Dengan misi tersebut pendidikan Islam menjadi pendidikan
alternatif. Apabila pendidikan yang diselenggarakan oleh atau
lembaga-lembaga swasta lainnya cenderung untuk bersifat skuler
18
NO. 1. VOL. I. 2008
atau memiliki ciri khas lainnya, maka pendidikan Islam ingin
mengejawantakan nilai-nilai keislaman. Ciri khas tersebut dengan
􀁗􀁈􀁓􀁄􀁗􀀃􀁇􀁌􀁕􀁘􀁐􀁘􀁖􀁎􀁄􀁑􀀃􀁒􀁏􀁈􀁋􀀃􀀽􀁄􀁕􀁎􀁒􀁚􀁌􀀃􀀶􀁒􀁈􀁍􀁒􀁈􀁗􀁌􀀑􀀃􀀃􀀰􀁈􀁑􀁘􀁕􀁘􀁗􀀃􀁅􀁈􀁏􀁌􀁄􀁘􀀃􀁄􀁓􀁄􀀃􀁜􀁄􀁑􀁊􀀃
disebut pendidikan Islam mempunyai tiga ciri khas berikut: (1)
Suatu sistem pendidikan yang didirikan karena didorong oleh hasrat
untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam; (2) Suatu sistem yang
mengajarkan ajaran Islam, dan (3) Suatu Sistem pendidikan Islam
yang meliputi kedua hal tersebut (Fadjar, 1998: 1).
􀀧􀁈􀁑􀁊􀁄􀁑􀀃 􀁓􀁈􀁑􀁊􀁈􀁕􀁗􀁌􀁄􀁑􀀃 􀁜􀁄􀁑􀁊􀀃 􀁇􀁌􀁅􀁈􀁕􀁌􀁎􀁄􀁑􀀃 􀀽􀁄􀁕􀁎􀁒􀁚􀁌􀀃 􀁗􀁈􀁕􀁖􀁈􀁅􀁘􀁗􀀃 􀁇􀁄􀁓􀁄􀁗􀀃
lebih dipahami bahwa keberadaan pendidikan Islam tidak sekedar
menyangkut persoalan ciri khas, melainkan lebih mendasar lagi,
yaitu tujuan yang diidamkan dan diyakini sebagai yang paling ideal.
Tujuan itu sekaligus mempertegas bahwa misi dan tanggung jawab
yang diemban pendidikan Islam lebih berat lagi. Ketiganya itu selama
ini tumbuh dan berkembang di Indonesia dan sudah menjadi bagian
tidak terpisahkan dari sejarah maupun dari kebijakan pendidikan
nasional. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
kehadiran dan keberadaannya merupakan bagian dari andil umat
Islam dalam perjuangan maupun mengisi kemerdekaan.
Di Indonesia, pendidikan Islam ini tampil dalam berbagai macam
wujud, yaitu pendidikan agama Islam yang merupakan substansi
dari sistem pendidikan agama dalam kurikulum nasional, pendidikan
di madrasah dan sekolah umum Islam yang merupakan subsistem
dari sistem pendidikan umum (formal), pendidikan pesantren yang
merupakan subsistem dalam pendidikan nonformal.
􀀧􀀑􀀃􀀳􀁕􀁒􀃀􀁏􀀃􀀯􀁘􀁏􀁘􀁖􀁄􀁑􀀃􀀳􀁈􀁑􀁇􀁌􀁇􀁌􀁎􀁄􀁑􀀃􀀬􀁖􀁏􀁄􀁐
􀀳􀁈􀁑􀁇􀁌􀁇􀁌􀁎􀁄􀁑􀀃􀀬􀁖􀁏􀁄􀁐􀀃􀁇􀁌􀁗􀁘􀁑􀁗􀁘􀁗􀀃􀁐􀁈􀁕􀁘􀁐􀁘􀁖􀁎􀁄􀁑􀀃􀁓􀁕􀁒􀃀􀁏􀀃􀁜􀁄􀁑􀁊􀀃􀁅􀁄􀁊􀁄􀁌􀁐􀁄􀁑􀁄􀀃
sebenarnya yang diharapkan oleh sistem pendidikan ketika
berhadapan dengan globalisasi. Rumusan tersebut menjadi sangat
􀁓􀁈􀁑􀁗􀁌􀁑􀁊􀀃􀁎􀁄􀁕􀁈􀁑􀁄􀀃􀁇􀁈􀁖􀁎􀁕􀁌􀁓􀁖􀁌􀀃􀁓􀁕􀁒􀃀􀁏􀀃output yang relevan dengan konteks
globalisasi yang dapat dijadikan landasan bagi terwujudnya tujuan
ideal yang diharapkan sesuai tantangan zaman.
􀀷􀁈􀁑􀁗􀁘􀀃 􀁖􀁄􀁍􀁄􀀏􀀃 􀁓􀁈􀁕􀁘􀁐􀁘􀁖􀁄􀁑􀀃 􀁓􀁕􀁒􀃀􀁏􀀃 􀁜􀁄􀁑􀁊􀀃 􀁇􀁌􀁋􀁄􀁕􀁄􀁓􀁎􀁄􀁑􀀃 􀁓􀁈􀁑􀁇􀁌􀁇􀁌􀁎􀁄􀁑􀀃
Islam tidaklah sederhana seperti gambaran dan impian orangtua
dahulu ketika memasukkan putra putrinya ke madrasah maupun
pesantren, yaitu agar mereka setelah lulus mampu menjadi imam
masjid, memimpin tahlil dan manakib, berprilaku sopan, dan mampu
membaca kitab berbahasa Arab, sedangkan mereka buta akan
􀁓􀁈􀁕􀁎􀁈􀁐􀁅􀁄􀁑􀁊􀁄􀁑􀀃􀁇􀁘􀁑􀁌􀁄􀀃􀁏􀁘􀁄􀁕􀀑􀀃􀀳􀁕􀁒􀃀􀁏􀀃􀁖􀁈􀁓􀁈􀁕􀁗􀁌􀀃􀁌􀁑􀁌􀁓􀁘􀁑􀀃􀁅􀁄􀁌􀁎􀀏􀀃􀁗􀁈􀁗􀁄􀁓􀁌􀀃􀁄􀁎􀁄􀁑􀀃􀁏􀁈􀁅􀁌􀁋􀀃
Peningkatan Kualitas ... (Djuwarijah)
19
baik kalau dirubah menyesuaikan dengan tuntutan kondisi objektif
dan dinamika masyarakat, yaitu dengan mengintegrasikan ulama
yang intelek atau intelek yang ulama. Ulama adalah ilmuwan Muslim
yang mendalami ilmu agama dan memperoleh kredibilitas moral dari
masyarakat karena konsistensinya terhadap ilmu yang didapati dan
misi yang diemban. Sedangkan intelektual, secara lughawi, adalah
mereka yang memperoleh kekuatan intelektualitas; kekuatan berpikir
dan menganalisis. Dalam pengertian ini scholarship menyamakan
pengertian ulama dan intelektual (Mas’ud, 2003: 253).
Sosok lulusan yang diharapkan oleh pendidikan Islam sekurangkurangnya
adalah ilmuwan yang ulama, dengan ciri-ciri sebagai
berikut; (1) Peka terhadap masalah. Karena kepekaan seperti itu
merupakan langkah kreatif untuk memulai pekerjaan; (2) Bekerja
tanpa pamrih. Dalam tradisi keilmuan, bekerja tanpa pamrih ini
berarti sikap objektif, cinta kebenaran serta kritis; (3) Bersikap
bijaksana. Kebijakan mengandung makna adanya hubungan
timbalbalik antara pengetahuan dan tindakan, antara pengertian
teoritis dan pengertian praktis etis yang sesuai; (4) Tanggung
jawab. Seorang ilmuwan berkewajiban mencari, menemukan
dan memanfaatkan ilmu bagi kepentingan hidup umat manusia,
sekaligus juga bertanggung jawab atas apa yang terjadi selanjutnya
jika dengan ilmu itu ternyata menimbulkan kerusakan lingkungan
alam ini, ia berusaha mencari lagi jalan keluarnya.
Dengan demikian, sosok manusia yang unggul dihasilkan dari
pendidikan Islam adalah mereka yang cerdas, kreatif dan beradab.
Dengan kecerdasan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual) diyakini akan mampu menghadapi globalisasi dan segala
tantangannya, mereka itulah manusia yang saleh, insan kamil,
dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta mandiri untuk
menjadi 􀂷􀁄􀁅􀁇􀁘􀁏􀁏􀁄􀁋 sekaligus khalifatullah di muka bumi. Term
khalifah yang berarti wakil, utusan, perwakilan dieksplorasi lebih
jauh oleh M. Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought in
Islam yang menjelaskan bahwa Islam menekankan individualitas
dan keunikan manusia (Mas’ud, 2003: 70). Konsekuensi dari
keunikan manusia itu adalah tidak mungkin seorang individu harus
menanggung beban orang lain, manusia hanya menanggung apa
yang telah diperbuat.
Kebijaksanaan penididikan Islam yang harus diutamakan
adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara
optimal, yaitu dengan: (1) menyediakan guru yang profesional,
yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi pendidik; (2)
20
NO. 1. VOL. I. 2008
menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik
dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olah
raga dan ruang bermain yang memadai; (3) menyediakan media
pembelajaran yang kaya, memungkinkan peserta didik dapat
secara terus menerus belajar melalui membaca buku rujukan serta
kelengkapan laboratorium dan perpustakaan dan (4) evaluasi yang
terus menerus secara komprehensif dan objektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar