FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
Revitalisasi Pendidikan Islam.(A:8). Ada beberapa alasan mengapa seolah tokoh pendidikan islam tak pernah terlahirkan atau
terlahirkan namun tak memiliki relevansi dalam kontek perkembangan ilmu pengetahuan secara global. Jawaban ini menurut saya dan hanya mencoba menjawab mungkin ini tidak termasuk jawaban dari tugas final saya.
1. Walau harus kita akui memang seolah pendidikan atau
perkembangan ilmu pengetahuan tak pernah ada dalam islam, ini ditandai dengan tingginya peradaban barat
terutama setelah islam kalah dalam perang salib, yang mengubah pusat trend ilmu pengetahuan dari timur kebarat, sehingga lahirlah istilah islamisasi, lahirnya istilah islamisasi menunjukkan kedangkalan dan ketidak komprehensifnya kalangan ilmuan dan cendikiawan islam dalam memehami dasar dan sumber ilmu yang sesungguhnya. Walau kita akui dalam perkembangan terkhir barat justru merajai kemajuan namun benar adanya bahwa hampir sebagian besar
perkembangan sains dan ilmu pengetahuan, telah terlebih dulu di konsepkan oleh tokoh pemikir dan filosof dalam Islam dalam bidang kedokteran pendidikan, seni, filsafat dan lain sebagainya.
1
2. Lemahnya tingkat pemahaman masyarakat islam terhadap
dan kurangnya informasi telah menggelapkan mata sebagian dari kalangan islam yang seolah tokoh-tokoh islam hanya berkutat dalam fikih, selain itu interpreatasi dan penela’aahan secara mendasar terhadap apa yang merekan dapatkan sehingga islam tekesan tokoh-tokoh islam hanya bicara soal agama sebab lain adalah lemahnya kemampuan para
intelektual islam sekarang dalam menentukan ukuran-ukuran keilmuan dan hanya selalu merujuk pada barat walau sesungguhnya para pemikir dan ahli-ahli islam telah jauh sebelumnya menjelaskan hal tersebut, sebut saja conotohnya seperti. Tiori-tiori pendidikan, komponan-konponen
pangajaran dan lain sebagainya.
3. Sebagai jawabanya, tentu konsep-konsep keilmuan kususnya
pendidikan harus dibangun kembali dengan sumber-sumber dari islam sendiri, serta dengan interpretasi sungguh-sungguh dari konsep-konsep pendidikan atau nilai-nilai filosofis edukasi yang pernah di kemukakan oleh para konseptor atau filosof islam. sehingga akan muncul innovator-inovator dalam
konsep-konsep pendidikan yang lebih up to date, dan mampu menjawab tantangan dunia pendidikan.
2
4. dengan menggali dari sumber-sumber yang utuh dari para
tokoh-tokoh Islam yang mempunyai pandangan komprehensif tentang masalah pendidikan. serta menetapkan sebuah ukuran-ukuran yang jelas dan mampu dibuktikan secara ilmiah sehingga interpretasi-interpretasi tersebut mendapat respon dari berbagai kalangan. sebagai bukti pendangan pendidikan islam mampu menjawab persoalan pendidikan modern.
5. Menjadikan
pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan islam sebagai tela’ah dan mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa dan disetiap perguruan tinggi islam.
Nilai Filosofis-Pedagogis Ibnu Sahnun dan Al Qabisi.(A:1). Ibnu sahnun adalah seorang tokoh pendidikan islam abad ke tiga H. Al qabisi, merupakan murid dari ibnu sahnun, ia merupakan seorang penulis dan juga seorang ulama yang terkenal dan mempunyai perhatian yang besar dalam bidang pendidikan, al qabisi yang merupakan murid dari ibnu sahnun juga merupakan seorang ulama yang memliki perhatian yang besar terhadap pendidikan, ini dapat dilihat dari karya al qabisi yang dianggap konpehensif dari beberapa penulis dan ulama lain sebelumnya,
3
yang juga berminat dalam lapangan pendidikan sebagai contoh adalah ibnu sahnun, ibnu khaldun dll. Dalam tulisan ini hanya dijelaskan tentang pandangan dan konsep-konsep pendidikan islam yang dikemukan oleh al qabisi. Dia adalah seorang tokoh, ulama hadits dan seorang tokoh dalam bidang pendidikan, yang hidup antara 324-403H dikota Qaeruan, nama lengkapnya adalah ; abu hasan ali bin Muhammad bin qallaf al qabisi, ia lahir pada bulan ra’jab 224H, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah ponakan dari seorang yang berasal dari kafilah al qabisi, selain itu juga pamanya selalu memakai surban rapat-rapat sehingga dipanggil qabisi. Para pengamat aliran al qabisi sepakat bahwa ia adalah seorang ulama yang hafal hadits dan terkemuka dalam dalam bidang pendidikan serta alim dalam bidang hadits, ia juga mengintegrasikan antara ilmu dan ibadah, al syahrastani
menjelaskan bahwa mujtahid dan tokoh-tokoh islam terbagi dalam dua golongan yaitu golongan ahli hadits dan fikih dan ahli rakyi di lain pihak (ahli fikir analitis). Golongan ahli rakyi adalah para ulama irak, yang umumnya adalah pengikut mazhab hanafi an-nukmi. Perkembangan mazhab maliki ke afrika, mazhab ini akhirnya terpengaruh dengan mazhab al qabisi yang mereka pilih untuk
4
diikuti, dan disebarkan dikawasan afrika utara. faham al qabisi mendapat tempat bagi masyarakat terutama ketika aliran filsafat, akal dan agama kurang mendapat simpati dari masyarakat. 1. Umur peserta didik Al Qabisi sebagai seorang ahli fiqh dan hadits mempunyai
pendapat tentang agama yaitu mengenai pengajaran anak-anak di kutab-kutab. Mazhab qabisi berpendapat bahwa pendidikan anakanak sebagai tiang yang pertama dalam pendidikan islam, sebab membangun pendidikan sama dengan membangun dasar yang kokoh maka oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendidikan anak-anak harus dengan sungguh-sungguh, karena mengajar anakanak merupakan tuntutan bangsa, dalam hal usia pendidikan al qabisi tidak menjelaskan tentang batasan umur dalam mengkuti pendidikan dikuttab, mengingat pendidikan anak merupakan tugas dan tanggung jawb orang tua sampai anak menjadi seorang mukallaf. 2. Tujuan pendidikan Sebagai seorang yang memiliki keteguhan dalam agama ini dibuktikan dengan keluasan ilmunya dalam bidang fikih yang berdasarkan al qur’an dan hadits, dalam merumuskan tujuan pendidikanpun al qabisi menghendaki bahwa tujuan pendidikan
5
adalah untuk menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Lebih spesifiknya begitu menurut al jumbulati bahwa al qabisi ingin mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh pada
ajarannya , serta berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni.selain itu juga al qabisi mengginginkan anak-anak memiliki ketrampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuannya dalam mencari nafkah.
3. Metode pendidikan dan kurikulum pengajaran
Anak-anak yang belajar dikuttab mula-mula yang diajarkan adalah menghapal al qur’an, menulis. Anak-anak belajar dikuttab sampai akil baligh, yang dipelajari adalah ilmu-ilmu al qur’an, menulis, nahu dan bahasa arab, dengan metode menghafal dan demontrasi dimana siswa mulai dengan menghafal secara pribadi atau kelompok, dimana guru membaca ayat tersebut dengan mengulang-ngulang kemudian murid megikuti gurunya. lingkungan social pada zaman al qabisi adalah lingkungan religious yang bersih, oleh karenanya tinjauan kerikulum
pengajaran sesuai dengan sudut pandang ahli agama. Diantara pandagan al qabisi adalah bahwa agama mempersiapkan anak6
anak untuk kehidupan yang serba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagikan dalam dua bagian yakni kurikulum ijbar (wajib) dan kurikulum iktiari (tidak wajib)1.
a. Kurikulum Ijbari
Pertama yaitu kurikulum wajib jika ditinjua dari segi
pendidikan modern adalah lebih baik dan berdaya guna, karena ini mendapat pengakuan dari Negara islam tentang cara mendidik dengan mendahulukan pengajaran al qur’an, serta dengan tulis baca serta nahwu, bahasa arab. Tidak terdapat perbedaan antara pendidikan yang diadakan dikutab-kutab pada abad ketiga H, dengan beberapa abad sesudahnya, sebab esensi keberhasilan adalah terletak pada sikap taat dengan taklid untuk melestarikan peninggalan masa lalu. Kondisi lingkungan hidup dan social-budaya pada masa al qabisi adalah bersifat keagamaan yang mentap sehingga tidak menimbulkan atheis, maka dari itu al qur’an dan shalat beserta segenap ilmu yang berkaitan pemahamannya dikenal oleh setiap orang muslim, mulai dari usaha memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu tersebut adalah wajib. ini didorong oleh gambaran yang benar dari semangat zamannya, sehingga al qabisi
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.(Jakarta.Raja Grafindo,2003).hal.28. 7
1
memperkuat dan mengabadikan system pengajaran seprti ini. Al qabisi dan ahli fiqh pada masa itu telah berusaha menerangkan pandangan mereka tentang isi kurikulum ijbari sebagai jawaban diamasanya.
b. Kurikulum Iktiyari
Ilmu-ilmu iktiyari pada jenjang pendidikan dasar adalah ilmu hitung, syair, sejarah, ilmu nahu, dan bahasa arab.kurikulum iktiyari harus tunduk kepada tujuan pendidikan pada zamanya dan memenuhi tuntutan masyarakat, juga harus sesuai dengan jenjang pendidikan. Mengikuti poolitik pendidikan yang digariskan oleh pemerintah zamannya.
1. Demokrasi pendidikan, penyatuan laki-laki dan perempuan dalam
satu ruangan Al qabisi menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim maka dengan sendirinya tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan, ia juga beraggapan bahwa setiap anak yang belajar dikuttab tidak di bedakan baik oleh status social maupun ekonomi, dalam proses belajar mengajar hendaknya seorang guru mengajar dalam satu ruangan saja dan tidak dipisahpisahkan menjadi beberapa tingkat.
8
Sejalan dengan pandangannya yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam proses belajar mengajar maka al qabisi mengatakan bahwa mengajar merupakan kewajiban agama, untuk mendukung terlaksananya demokrasi pendidikan atau pemerataan pendidikan al qabisi manganjurkan bahwa orang-orang islam yang berkemampuan material hendaknya mau berbuat banyak untuk menolong memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu atau menjadi orang tua asuh. Berkaitan dengan ini al qabisi menganjurkan dibuatnya baitul mal yang tugasnya antara lain memberikan bantuan biaya pendidikan, termasuk juga biaya untuk tenaga pengajar. Al qabisi tidak setuju dalam proses belajar mengajar
bbercampur antara anak laki-laki dan perempuan didalam kuttab, sehingga anak-anak itu belajar hingga baliqh menurut al qabisi, bahwa percampuran itu tetap berkesan tidak baik, walau kelihatan kuno namun ia yakin bahwa itu adalah yang sesuai dengan ajaran agama islam. Selain itu juga ia berpendapat bahwa anak-anak itu akan rusak moralnya, al qabisi melihat bahwa dorongan jiwa anak terhadap lain jenis dapat merubah sikap akhlak dan agamanua,
sebab pemenuhan dorongan jenis kelamin merupakan tenaga yang kuat dalam jiwa remaja.2 Ada beberapa nilai yang dapat disimpulkan dari pandangan al qabisi tentang konsep pendidikan yang ia tawarkan : a. Dari segi peserta didik; ia tidak membatasi umur dan golongan serta jenis kelamin dengan alasan bahwa setiap orang islam berhak mendapatkan pendidikan dimanapun dan dengan kondisi social ekonomi apapun.
b. Dari segi metode;
dalam melaksanakan pembelajaran
hendaknya seorang guru betul-betul memahami peserta didiknya dengan memberikan pelajaran hanya untuk satu kelas saja(kusus untuk tingkat ibtidaiyah), dalam
melaksanakan pembelajaran siswa diharuskan menghapal secara berulang-ulang, setelah didemontrasikan
bacaaannya oleh guru. c. Dari segi bahan ajar/meteri palajaran al qabisi membagikan dua bahan ajar yaitu bahan ajar ijbary dan iktiyari, yang dapat disesuaikan dengan situasi zaman,
Arifin. terjm. Perbandingan Pendidikan Islam .Ali Jumbulati (Jakarta . Rineka cipta.cet.II.2002).hal.76. 10
d. Dari
segi
tujuan
pendidikan;
al
qabisi
menekankan
pentingnya nilai etika dan moral dalam menetapkan tujuan pendidikan.
e. Nilai paling subtansial dimasanya adalah kemampuanya
dalam
mencetuskan
pendidikan
sebagai
al
ternatif
pemahaman masyarakat, juga sebagai salah satu jawaban terhadap persoalan yang tidak terakomodir dalam mazhab Ahlusunnah fiqh dan al hadits, tentang tujuan yang ingin
dicapai dari proses pendidikan yaitu perpaduan antara nilai ketuhanan dan aplikasinya yang dilandasi dengan akhlak dan etikan qur’an.
Filsafat Jiwa menurut Ibnu Sina.(A:10). Jawaban ini mungkin tidak begitu memuaskan karena yang menjadi esensi dari pandangan ibnu sina tentang dimensi filsafat tentang jiwa dalam penjelasan berikut, tapi akan dicoba dengan memberikan gambaran secara sepintas lalu. Ibnu sina dia merupakan salah seorang yang filosof dimasa yang menonjol dimana pemikiran filsafatnya sangat beragam, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, dalam konteks pendidikan ia sangat menekankan tentang pengembangan dan pemeliharaan
11
mental dan fisik. Ibnu sina mencoba menghubungkan pendidikan akhlak dengan kesehatan rohani dan jasmani, serta kewajiban memelihara akhlak sesuai dengan tuntutan pendidikan anak. Ia mengingatkan “wajib diupayakan sungguh-sungguh memelihara akhlak anak dengan cara tidak menimpakan amarah secara berlebih-lebihan atau menakut-nakuti secara berlebih-lebihan atau dengan membuatnya sedih dan membuatnya melek (tidak tidur)”. Tetapi harus dipikirkan sebaliknya bagaimana agar apa yang disukai anak, dan apa yang menjadi hobinya dapat didekatkan secara dekat kepada mereka. Sedangkan apa yang ia benci jauhkan dari padanya, juga janganlah dihadapkan kepada kesulitan,
melainkan
harus di beri
kemudahan untuk
mengembangkan
keahliannya. Banyak filosof yang memliki perhatian yang mendalam tentang jiwa mulai dari plato, aristoteles hingga ibnu sina, ibnu sina dianggap orang yang lebih serius dalam mendalami dan
menjelaskan tentang jiwa ini dapat dilahat dari karya-karyanya dan perhatiannya tentang jiwa telah terlihat sejak ia muda dengan menulis tentang pandangannya menyangkut kejiwaan, beberapa karyanya yang monumental adalah al qanun, asyifa dan al najah dalam tiga karyanya ini ia memberikan perhatian yang lebih
12
konprehensif tentang jiwa, dalam al qanun ia menjelaskan jiwa menurut metoda kedokteran, yang paling berkesan dalam
penjelasannya tentang kekuatan jiwa adalah yang dipersembahkan kepada khalifah Nuh bin Mansur, kemudian dilengkapi dengan pembahasan pengetahuan jiwa rasional dan hal ihwalnya. Dalam menjelaskan bahwa jiwa itu adalah jauhar rohani, definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan subtansi rohani, tidaka tersusun dari meteri-meteri sebagaimana jasad. ibnu sina dalam menjelaskan defenisi ini tidak keluar dari kontek filsafatnya secara global, dalam memberikan penjelasan mmenyangkut jiwa ia memilki metode dan tujuan tersendiri, usahanya dalam
mengkompromikan, menyusun dan menghimpun sehingga memilki karasteristik tersendiri.3 Ibnu sina dalam menindentifikasi dan menjelaska jiwa paling tidak menurutnya jiwa memiliki dua aspek :
A. Segi Fisika;
Membicarkan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. 1. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jadi jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya
A. Mustafa , FILSAFAT ISLAM ,Untuk Fakultas Tarbiyah Syariah, Dakwah, Adab Dan Ushuluddin(Bandung:Pustaka Setia.1999).hal.204. 13
3
berfungsi untuk makan, tumbuh dan berkkembang biak. 2. Jiwa binatang mempunya dua daya;
a. gerak(al mutaharrikat) dan menangkap b. (al mudrikat), daya yang terakhir ini terbagi dala dua
bagian:
1. Menangkap dari luar(al mudrikat min al kharij) 2. Menangkap dari dalam(al mudrikat min ad dhaqil)
Indra indra batin (al hawas al bathiniyat) terdiri atas: a. indra bersama (al hiss al musytarak) b.indra al khayal c. imajinasi d. indra wahmiyah e. indra pemeliharaan(rekoleksi). 3. Jiwa manusia, yang disebut juga al nafsu anthiqat mempunyai dua daya: yaitu daya praktis (al’amilat) dan tioritis ( al alimat ).daya praktis berhubungan dengan jasad sedangkan daya teoritis berhubungan dengan hal yang abstrak.daya tioritis memiliki empat tingkat: a. akal materil (al aql al hayulany) memiliki potensi yang belum dilatih b. akal al malakat (al aql al malakat) telah mulai dilatih hal-hal abstrak.
14
c. akal actual (al aql bi af’ali) tentang yang abstrak.
yang telah dapat berfikir
d. akal mustafad(al aql al mustafad) telah dapat menerima dan sanggup berfikir dan dapat berhubungan dan dapat
menerima limpahan ilmu pengetahuan. B. Meta Fisikan Membicarkan Hal-Hal Berikut. 1. Wujud Jiwa Dalam membuktikan adanya jiwa ibnu sina mengenukakan empat alasan berikut: a. Dalil alam kejiwaan. 1. Gerakan paksaan yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda disebabkan adanya dorongan. 2. Gerakan tidak terpaksa. Yaitu gerakan yang terjadi baik yang sesuai dengan hokum alam maupun yang berlawanan. a. Konsep “aku” dan kesatuan fanomena psikologis. Dalam pemahaman ini ibnu sina menjelaskan kesatuan antara fisik dan jiwa, sebagai contoh ia menjelaskan ketika seseorang mengatakan mata akan tapi tidur maka yang atau tidur ketika
(tepejam)bukanlah
jiwanya
15
seseorang mengajak berbincang maka pada hakikatnya yang berbincang adalah jiwanya. Dalam psikologis terdapat keserasian dan koordinasi yang mengesankan yang menunjukkan adanya seuatu kekuatan yang mengatur dan menguasainya.walaupun kadang
saling bertentangan namun pada dasarnya berada pada satu focus, yang dan dapat tetap memiliki hubungan yang kokoh bagian-bagian dan yang
menghimpun yang
berjauhan.kekuatan tersebut adalah jiwa. b. Dalil kontiuitas
mengatur
menguasai
Pandangan ini didasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad.jasad manusia akan senantiasa akan mengalami perubahan dan pergantian.demikian juga halnya dengan bagian jasad yang lain, selalu mengalami perubahan, sedangkan jiwa akan bersifat kontiu (istimrar), tidak mengalami perubahan dan pergantian. c. Dalil manusia malayang atau terbang diudara. Diandaikan jika seseorang jikan seseorang yang diciptakan sekali jadi dan memiliki wujud yang sempurna, kemudian diletakkan dalam dalam udara dengan mata tertutup,
16
namun demikian ia dapat merasakan bahwa ia itu ada, pada saat itu juga ia menghayal bahwa bahwa ia memiliki tangan dan seterusnya, dengan demikian, berarti bahwa penentapan tentang wujud dirinya bukanlah hal dari indra dan jasmaniyah, melainkan dari sumber lain yang berbeda dengan jasad yakni jiwa. Ibnu sina menjelaskan bahwa kesatuan antara jiwa dan jasad adalah bersifat accident, hancurnya jasad tidak akan membawa hancurnya jiwa(roh), untuk mendukung pendapatnya mengemukakan beberapa argument;
a. Jiwa dapat mengetahui objek fikiran(ma’qulat)dan ini tidak
ini ia
dapat dilakukan oleh jasad.
b. Jiwa dapat mengetetahui hal-hal yang abstrak(Kully), dan
juga zat dan alat. c. Jasad atau organ digunakan terus menerus akan rusak dan lelah, sedangkan jiwa tidak. d. Jasad dan perangkatnya akan mengalami kelemahan pada waktu usia tua.
C.Hubungan Jiwa Dan Jasad.
17
Menurut ibnu sina antara jiwa dan jasad memiliki hubungan yang erat dan keduanya saling membantu, jasad adalah tempat bagi jiwa, adanya jasad merupakan syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain jiwa tidak akan diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Walau penegasan ini sebelumnya telah dikemukakan oleh para filosof seperti plato yang menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad, aristoteles menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad bersifat essensial sedangkan plato
mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan jasad bersifat accident dengan demikian bisa diketahui kemana arah kecndrungan pemikiran ibnu sina menyangkut hubungan antara jiwa dan jasad. D.Kekekalan Jiwa Ibnu sina berpandangan bahwa jiwa manusia diciptakan setiap kali jasad yang akan ditempatinya telah ada.dari penjelasan ini ia mencoba menberikan argumentasi yang berlawanan dengan plato dimana plato mengatakan bahwa jiwa telah ada dialam ide sebelum yang akan ditempati itu ada. Ibnu sina memiliki kecendrungan berkesimpulan sesuai
dengan apa yang disinyalkan dalam al qur’an. Menurutnya jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal dalam bentuk
18
individual, yang akan menerima pembalasan. kekalnya itu karena dikekalkan Allah.jadi jiwa itu baharu karena diciptakan punya awal dan akhir. Untuk menjelaskan kekalnya jiwa ibnu sina mengemukakan dalil-dalil berikut: a. Dali al infishal; yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat accident masing-masing unsure mempunyai
subtansi tersendiri yang berbeda satu dan lainya. b. Dalil bashathat; yaitu jiwa adalah juahar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Sebab hidup adalah sifat jiwa. Dan mustahil bersifat lawanya yaitu mati dan fasad.
c. Dalil al musyabahat; dalil ini bersifat metafisik. Jiwa
manusia, sesuai dengan filsafat esensi, bersumber dari akal fa’al(akal sepuluh)sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal sepuluh merupakan esensi yang berfikir, azali, kekal, maka akal sebagai ma’ul (akibat)-nya akan kekal sebagaimana ‘illat (sebab)-nya.4
Dari penjelasan ini ibnu sina mengemukakan bahwa pada hari akhir nanti yang dibankitkan hanyalah roh sedangkan jasad
Sirajuddin zar, Filsafat Islam. filosof dan filsafatnya. (Jakarta. PT.Raja Grafindo persada.2007),hal.104. 19
4
tidak sehingga sebagian filosof muslim semisal al ghazali mengkritik pandagan ibnu sina ini.Sejauh penjelasan ibnu sina bahwa jiwa mansia jauh lebih mulia dari jiwa binatang dan tumbuhan ini dikeranakan jiwa manusia mempunyai daya-daya selain sebagai dasar befikir.
Prospek (B:10).
Rekontruksionisme
dalam
Pendidikan
Global.
Untuk menjelaskan hal ini ada baiknya kita melihat kembali konsep seperti apa yang ditawarkan oleh aliran ini, sehingga sebagian orang menganggap rekontruksionalisme dianggap sebagai aliran filsafat yang memiliki peran begitu besar kususnya dalam bidang pendidikan untuk masa yang akan datang. Rekontruksionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang lahir pada abad ke 19 yang dipelopori oleh George count, Harold rug, rekontruksionalisme berpandagan pentingnya merekontruksi
kembali kehidupan manusia dengan sebuah pemahaman yang baru, dan sama sekali baru. Filsafat ini mencoba memperbaiki atau mengatasi krisis kehidupan modern, dalam hal ini
rekontrusionalisme sepakat dengan apa yang diperjuangkan oleh perenialisme. Jika perenialisme ingin mengembalikan masyarakat
20
keabad pertengehan, maka rekontruksionalisme agak berbeda, dimana rekontruksionalisme menempuh cara membina suatu
kosesus yang lebih luas tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.5 Rekontruksionalisme berpandangan bahwa untuk
membangun sebuah masyaratkan yang benar-benar baru adalah dengan pendidikan, dan sebuah konsesus yang disepakati oleh semua orang, sehingga tokoh aliran ini mengatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah, adalah mampu menghasilkan manusiamanusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif pada saat bersamaan membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini. Menurut aliran ini juga bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. oleh sebab itu membina kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat, adalah atas dasar norma dan nilai yang pandang amat penting. Pandangan mereka yang sangat demokratis dan menglobal adalah ketika rekontruksionalisme mangatakan bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah
Disadur dari makalah Pendidikan Menurut Rekontruksionalisme dan bacaan lainnya. 21
5
oleh rakyat secara demokrasi dan bukan dunia yang dikuasai oleh sebagian orang, Sehingga untuk mencapai itu mereka
menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemapuan peserta didik secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana yang bebas. Melihat beberapa hal dalam ranah pemikiran aliran
rekontruksionalisme terutama dalam pendidikan mereka lebih menekankan pada aspek realita dimana mereka mengadopsi pandangan memandang membutuhkan kaum bahwa progressive, untuk sehingga rekontruksionalisme realita alam nyata dapat
memahami kedua
pengetahuan.
dasar
kebenaran
dibuktikan dengan yang ada pada diri sendiri. Menyimak sekalian penjelasan diatas ada nilai prospektif sehingga sebagian orang mengganggap bahwa rekonruksionalisme memang dapat diterapkan dimasa yang akan datang, ini didasarkan pada beberapa alasan pertama tuntutan akan kemajuan ilmu dalam
pengetahuan,
kedua
kebutuhan
kebersamaan
pemenuhan kebutuhan manusia yang dapat dilakukan tanpa batasan jarak geografi, ketiga kebutuhan akan rasa nyaman dari
22
semua manusia dalam sebuah tatanan bumi yang menglobal , sehingga tanpa jarak dengan sendirinya masyarakat sangat
membutuhkan sebuah tatanan masyarakat yang demokrasi. Dalam hal pendidikan adalah ide-ide rekontruksionalisme memang bukan akan berjalan akan tetapi sekarang justru itu yang sedang berjalan, ini dapat dilihat dari berbagai lembaga pendidikan yang menerima siswa-mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar secara bersama dengan standard dan nilai yang sama, sehigga dengan sendirinya akan tercipta sebuah pengalaman pendidikan yang menglobal, pada tingkat pendidikan menengahkebawah sekarang banyak sekolah yang telah menerapkan system, materi ajar, kompetensi dengan standar-standar yang berlaku secara global. Ini adalah indikasi bahwa pendidikan merupakan satu alat penghubung nilai dan standar keilmuan yang merata
diberbagai belahan dunia. Tapi satu hal yang masih perlu dipertanyakan dan dianggap sebagian orang sebagai susuatu yang semu adalah pandangan rekontruksionalisme tentang usaha aliran filsafat ini mencoba mensterilkan manusia dari belenggu dampak kemajuan kemajuan teknologi, ini dikerenakan bahwa kemajuan teknologi adalah simbul dari kemajuan peradaban dan identitas perkembangan serta
23
menusia tidak akan mungkin meniggalkan teknologi, yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam metode pengajaran aliran ini lebih menekankan pada aspek siswa (student centered), sebab tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah terciptanya tatanan masyarakat yang berilmu dan berlandaskan nilai-nilai, sehingga pendidikan begitu pendidikan begitu juga kurikulum landasan pendidikan yang kuat harus dan dirumuskan dari harus
berdasarkan
hasil
riset-riset.
Pendidikan dibina untuk menciptakan kesadaran peserta didik terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi dan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan baik.
24
Filsafat Pendidikan Islam - Presentation Transcript
1. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM “ Prof.Dr.MuzayyinArifin”
Daniar Ahmad
&
OsmanSyarief
2. TugasFilsafatPendidikan Islam terbagidalam 3 dimensi
Memberikanlandasandansekaligusmengarahkanpadaprosespelaksanaanpendidikan yang berdasarkanajaran Islam
Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut
Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut
3. PengertianFilsafatPendidikan
Van Cleve Morris menyatakan,
”Secararingkaskitamengatakanbahwapendidikanadalahsendifilosofis, karenaiapadadasarnyabukaalatsosialsematauntukmengalihkancarahidupsecaramenyeluruhkepadasetiapgenerasi, tetapiiajugamenjadiagen (lembaga) yang melayanihatinuranimasyarakatdalamperjuanganmencapaiharidepan yang lebihbaik. Jadi, dilihatdaritugasdanfungsinya, pendidikanharusdapatmenyerap, mengolahdanmenganalisissertamenjabarkanaspirasidanidealitasmayarakat”
4. PengertianPendidikan Islam
MenurutDr Muhammad Fadil Al Djalamy (guru besardiUniversitas Tunisia),
“PendidikanIslam adalahproses yang mengarahkanmanusiakepadakehidupan yang baikdan yang mengangkatderajatkemanusiaannyasesuaidengankemampuandasar (fitrah)dankemampuanajarannya (pengaruhdariluar)”
5. Metodestudidalamfilsafat Islam
Menurut Rene Descartes, adaempatlangkahberpikir yang rasionalis. Langkahtersebutsebagaiberikut :
Tidakbolehmenerimabegitusajahal-hal yang belumdiyakinikebenarannya, tetapiharussecarahati-hatimengkajihaltersebut
Menganalisisdanmengklasifikasikansetiappermasalahanmelaluipengujian yang telitikedalamsebanyakmungkinbagian yang diperlukanbagipemecahan yang memadai
Menggunakanpikirandengancarademikian, diawalidenganmenganalisissasaran-sasaran yang paling sederhanadan paling mudahuntukdiungkapkan, makasedikit-demisedikitakandapatmeningkatkearahmengetahuisasaran yang lebihkompleks
Dalamtiappermasalahandibuaturaian yang sempurnasertadilakukanpeninjauankembalisecaraumum, sehinggabenar-benaryakinbahwatidakadasatu pun permasalahan yang tertinggal
6. Studidalamfilsafat Islam
Dalammelakukanstuditentangfalsafahpendidikan Islam dituntutmenguasaiilmupengetahuanyang
dapatmenjadisumberpotensirujukanpemikiranpemikirbidangtersebut yang sekurangkurangnya
sebagaiberikut :
Ilmu agama Islam luasdanmendalam
Ilmupengetahuantentangkebudayaan Islam danumumsertasejarahnya
Filsafat Islam danumumsertailmu-ilmucabangkefilsafatan yang kontemporersaatini
Ilmutentangmanusia, sepertipsikologidalamsegalacabangnya yang relevandengankependidikan, sertamengenaiperkembanganhidupmanusia
Science danteknologi yang terutamaberhubunganndenganpengembanganhajathidupmanusiadan yang berpengaruhterhadappengembanganpendidikan
Ilmutentangsistem approach sertailmutentangmetodependidikandanrisetpendidikan
Pengalamantentangteknik –teknikoperasionalkependidikandalammsyarakat
Ilmupengetahuantentangkemasyarakatan(sosiologi)terutamatentangsosiologipendidikan
Ilmutentangkemanusiaanlainnya, sepertiantropologibudaya, ekologi, etnologi, dansebagainya
Ilmutentangteorikependidikanataupedagogis
7. Tugasdanfungsipendidikan
Tugasdanfungsipendidikanbersasaranpadamanusiayang
senantiasatumbuhdanberkembangmulaidariperiode
kandunganibusampaidenganmeninggaldunia. Tugas
pendidikandapatdibedakandarifungsinyasebagaiberikut:
Tugaspendidikanadalahmembimbingdanmengarahkanpertumbuhandanperkembangankehidupananakdidikdarisatutahapketahap lain sampaimeraihtitikkemampuan yang optimal
Sedangfungsipendidikan. Penyediaanfasilitaspendidikanmengandungartidantujuanbersifatstrukturaldaninstitusional.
8. TantanganPendidikan Islam
Bentuktantangan yang dihadapiolehlembaga
pendidikanIslam saatinimeliputibidang – bidang
berikutini :
Politik
Kebudayaan
Ilmupengetahuandanteknologi,.
Ekonomi
Kemasyarakatan
Sistemnilai
9. Sikapdalammenghadapitantangan
Sikaptakacuhterhadaptantanganperubahansosial
Sikapmengakuiadanyaperubahansosialtetapimenyerahkanpemecahannyakepadaorang lain
Sikap yang mengidentifikasiperubahandanberpartsisipasidalamperubahanitu
Sikap yang lebihaktifyaitumelibatkandiridalamperubahansosialdanmenjadikandirinyasebagaipusatperubahansosial
10. ManusiadanProsesKependidikan
ProsesKependidikanmembentukmanusia yang terampil , keterampilantersebutpadaprinsipnyaterletakpadakemampuantanganmanusia (hand). Padaakhirnyaprosespendidikanituberlangsungpadatitikkemampuanberkembangnyatigahal, yaituhead, heartdanhand.
Mungkinpadamasaselanjutnya, sasaranpokokproseskependidikanmasihmengalamiperubahanataupembahasanlagi
11. BerbagaiPandangandalamprosesKependidikan Islam
Prof.Drs.A.Sigit, manusiadalamperkembangannyamengalamiprosesdalamtigafaktorperkembangan
yang salingmempengaruhi, yaitufaktorpembawaan, faktorlingkungansekitar, danfaktordialektis
(prosessalingpengaruh-mempengaruhiantarakeduafaktortersebut)
AliranEmpirisme, menyatakanbahwafaktorlingkunganmerupakanfaktordominandampaknya
terhadapprosesperkembanganmanusia. SedangkanaliranNativismeyang menganggapfaktor
pembawaanataubakatsertakemampuandasarsebagaipenentudariprosesperkembanganmanusia
Pragmatismedalamkependidikanseperti yang dikemukakanolehbeberapapendidikdiAmerika,
misalnyaJohn Dewey yang menyatakanbahwa ”pendidikanadalahprosestiadaakhir” danberbagai
prosesituberlangsungdalamberbagaitujuan, yaitusebagaiberikut :
Prosestransmisidantransformasikulturaldarigenerasikegenrasi
Proseskomunikasikarenamasyarakatterbentukdalamsistemkomunikasi. Demikian pula prosespendidikan
Proseskonservasidanprogresif, yaitumengawetkankebidayaandanmemajukankebudayaanmasyarakat
Prosesrekapitulasidanrekonstruksi : prosespengulangankebudayaannenekmotangmanusiadansekaligusmenyusunkembali (reorganize) pengalaman yang akanmemperbesarabilitas (kecakapan) mengarahkanprosespengalamanberikutnya
12. KemampuanBelajarManusia
Allah mendorongmanusiasupayamelakukanstudimendalamdanluasdenganmemfungsikanalat
indranyatentangkejadianalamsemestaini, karenadalamalamsemestainilahterletakhakikat
kebenaran, misalnyaayatberikut :
”Katakanlah, berjalanlahkamusekaliandiatasbumiini, makakamulihatlahbagaimanatimbulnyakejadianini”
(Q.S. Al Ankabut :20) ”Katakanlah, lihatlahapa yang adadilangitdandibumi” (Q.S.Yunus:101)
Dalam Islam dikenaladanya ”fitrah”, yaitukemampuandasarberagama yang dalam
perkembangannyabagiseseorangbanyakdipengaruhiolehlangkah-langkahpendidik. karenadi
dalamkemampuandasar yang disebutfitrahtersebutbenih-benihreligiositasmanusiatetap
berkembangwalaupunmanusiamenjadinonmuslimsekalipun.
faktorkejiwaan yang disebut ”insting” (ghorizah) bagaimanapundipengaruhidariluardibentuk
menjadi yang lain ataupundihapuskansamasekali, tetapbertahandalameksistensinya. Hal inidapat
dipahamidarifirman Allah sebagaiberikut :
”Demijiwadanapa yang menyempurnakannya, maka Allah mengilhakannya (dengankemampuan) memilih
jalan yang burukdanjalanketakwaaannya, seungguhberuntungorang yang membersihkanjiwanyadan
sungguhrugilahorang yang mengotorinya” (Q.S.Asy Syams:7-10)
13. KurikulumdalamPendidikan Islam
kurikulumberasaldaribahasa Latin, a littlle racecourse (suatujarak yang
ditempuhdalampertandinganolah raga), yang kemudiandialihkandalam
pengertianpendidikanmenjadicircle of instruction, yaitusuatulingkaran
pengajaran, dimana guru danmuridterlibatdidalamnya.
Prof.Dr.Fadhil Al-Djalamy, Guru BesarIlmuPendidikanpadaUniversitas
Tunis, mengharapkan agar semuajenisilmu yang dikehendakidalam al-
Qur’an, diajarkankepadaanak. Ilmu-ilmuitumeliputi :
ilmu agama, sejarahilmuFalakdanilmubumi, ilmujiwa, ilmukedokteran,
ilmupertanian, ilmubiologi, ilmuhitung, ilmuhukumdanperundangan, ilmu
kemasyarakatan, ilmuekonomi, ilmubalaghah, sertaadabsertailmu
pengetahuan yang dapatmemperkembangkankehidupanmanusiadan
mempertinggiderajatnya
14. Metode dalam Pendidikan Islam
Prinsip Prinsip Metodologis dalam Al Qur’an
Pendekatan psikologis
Pendekatan Sosiokultural
Pendekatan scientific
15. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah (norma-norma)
Tujuan Fungsional
Tujuan ini bersasaran pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognitif, efektif, dan psikomotor
Tujuan Operasional
Tujuan umum atau tertinggi yang bersasaran pada pencapaian kemampuan optimal yang menyeluruh (integral) sesuai idealistis yang diinginkan.
16. Sistim Nilai dan Moral Islami
Nilai-Nilai Yang Berkualitas Relatif
Relatifitas nilai-nilai manusia adalah bersifat kultural sosiologis, yang tebentuk oleh kebudayaan masyarakatnya
Paham Naturalisme, Pragmatisme dan Idealisme
Paham Idealisme Islam tentang Sistem Nilai dan Moralitas.
“sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan” (QS Al Maaidah: 15) dan “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan Allah mengeluarkan orang orang itu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan seizin-Nya dan menujukki mereka ke jalan yang lurus” (QS Al Maaidah : 16)
17. Manusia dan Fitrah Perkembangan
Individualisasi dan Sosialisasi
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk acuan yang sebaik baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke (derajat) yang serendahnya, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus putusnya” (QS At Tiin:4-6)
Pengembangan Kepribadian
Kepribadian Muslim
DR Fadhil Al Djamaly menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tiap langkah hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar