KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat allah SWT, Semoga rahmat serta hidayahnya selalu terlimpahkan kepada kita semua. Shalawat beserta salam senantiasa dihaturkan kepada Al-Amin putra Abdullah buah hati Aminah. Yakni nabi besar Muhammad SAW. Dan mudah-mudahan dengan seringnya kita bershalawat kepada baginda diakhirat nanti kita mendapat syafaat beliau. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Penulis tidak lupa juga mengucapkan syukur Al-hamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan ilmu yang dianugerahkan Allah SWT tersebutlah penulis bisa menyelesaikan dari sebuah tuntutan yang diberikan oleh Dosen H.mulyadi.S.Ag. M.Ag dalam mata kuliah “Sejarah Pendidikan Islam”.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini sungguh masih sangat jauh dalam tarap kesempurnaan yang diharapkan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca semua. Dengan sebuah harapan yang diinginkan penulis, agar pembuatan tugas makalah yang akan datang bisa lebih baik dari yang sekarang.
Dan mudah-mudahan segala amaliah yang kita lakukan ini senatiasa diridhai Allah SWT. Dan bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Penulis
Kelompok VI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………….. 1
Daftar isi………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang................................………………………………….......... 3
b. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian,Ruang Lingkup dan tujuan Pendidikan Islam....................... 4
b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam....................................................... .... 6
c. Tujuan Pendidikan Islam ....................................................................... 8
BAB III
a. Pengertian IQ dan EQ............................................................................ 12
b, Aplikasi IQ dan EQ dalam Pendidiakan agama islam............................ 16
BABA IV PENUTUP
a. Kesimpulan............................................................................................. 19
Daftar Pustaka................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Adapun pengangkatan materi yang kami ambil dalam pembahasan kali ini adalah kami melihat dari latar belakang Pendidikan Agama Islam mengenai beberapa bentuk pertanyaan yang bias di ajukan adalah sbb :
• Apa pengertian pendidikan menurut islam dan bagaimana cakupannya ?
• Apa pengertian Pendidikan menurut perspektif Nasional ?
• Bagaimana pengaplikasian IQ dan EQ dalam pendidikan agama islam ?
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan daripada penulisan ini adalah agar dapat lebih mengetahui tentang apa itu sebenarnya pendidikan agama islam, baik itu dari pengertian khusus maupun pengertian umum. Selanjutnya untuk mengetahui apa sebenarnya hakekat manusia menurut islam itu sendiri.
Sedangkan manfaat dari penulisan kali ini adalah bahwa penulisan telah mendapatkan ilmu yang sangat berharga mengenai pengetahuan tentang pendidikan agama islam yang sekiranya sungguh sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian, Ruang Lingkup dan Tujuan Pendidikan Islam
A. Pengertian
1. 1. pengertian Pendidikan Secara Umum
Pengertian pendidikan secara umum menurut para ahli, diantaranya adalah :Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
(A. Yunus, 1999 : 7)
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
(A. Yunus, 1999 : 7-8)
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung (A. Yunus, 1999 :
1.2. Pengertian Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
(Nur Uhbiyati, 1998)
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
1.3. Pengertian Pendidikan Menurut Perspektif Nasional
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
1. Pendidikan Keimanan
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)
Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak?
Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan memanjakan)
Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif.
Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari)
“Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)
Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin
Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
Memanfaatkan momen religious
Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bareng.
Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik Allah
Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
Beri teladan Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
Kreatif dan terus belajar
Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
2. Pendidikan Akhlak
Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda:
“… Akrapilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”
Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Bagaimana cara mengenalkan akhlak kepada anak :
- Penuhilah kebutuhan emosinya dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan.
Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari)
- Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42)
Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
- Memenuhi janji
Hadits Rasulullah :”….Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
- Meminta maaf jika melakukan kesalahan
Menyuruh anak meminta maaf jika telah melakukan kesalahan kepada sesama.
3. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak, karena berbeda usia anak, berbeda pula daya tangkap pikir anak.
4 Pendidikan Psikis
“Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139)
Mengembangkan psikis anak, dengan cara memberikan kasih sayang, pengertian, berperilaku santun dan bijak. Menumbuhkan rasa percaya diri, Memberikan semangat tidak kepada mereka untuk tetap selalu maju dan berkarya dengan cara mendukung daripada kreativitas yang merka lakukan.
C. Tujuan Pendidikan Islam
1. Tujuan Pendidikan Islam.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalan menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
BAB III
Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ)
A. PENGERTIAN ATAU DEFINISI DARI IQ, dan EQ
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quetiont atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi (EQ).
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.
Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.
Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
B. Aplikasi IQ, EQ dalam Pendidikan Agama Islam
1. Kecerdasan Intelektual
Pada dasarnya manusia itu dianugrahi oleh Allah SWT berbaga macam kecerdasan, dan tanggung jawab pendidikan adalam memperhatikan dan mengarahkan kecerdasan tersebut agar mampu berkembang secara optimal dan seimbang. Tidak ada keseimbangan dalam penanganannya akan mengakibatkan masalah dikemudian hari. Dalam diri manusia terdapat kecerdasan yang disebut dengan kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/ IQ). Anak-anak yang cerdas, yang karena itu dianggap pasti sukses dalam kehidupan, adalah mereka yang nilai rapornya bagus semua atau indeks prestasinya di atas rata-rata. Sejak Wilhelm Stern, Psikolog Jerman yang banyak mengacu pada teori inteligensi Alfred Binnet dan Theodore Simon menyebut IQ sebagai ukuran kecerdasan. Akibatnya titik berat pendidikan di Indonesia yang menganut teori intelegensi ini adalah hanya memberi kesempatan berkembang pada otak kirisaja, membuat otak kanan terbengkalai. Ujian Akhir Semester (UAS), hanya sanggup mengukur otak kiri peserta didik yang hasilnya bukan gambaran utuh kecerdasan peserta didik (Pasiak, 2003: 121).Pendidikan Islam bertugas meningkatkan, mengembangkan,dan menumbuhkan kesediaan, bakat-bakat, minat-minat, dan kemampuan-kemampuan akal peserta didik serta memberinya pengetahuan dan keterampilan akal yang perlu dalam hidupnya.Pendidikan Islam didasarkan pada pandangan yang komprehensif tentang manusia. Karena letak keistimewaan manusia adalah makhluk berpikir dan berakal, maka pendidikan bertugas dan bertanggungjawab mendorong kepada manusia untuk tahu dan mengerti. Dengan akalnyalah manusia memungkinkan untukberpikir, merasa dan percaya dalam rangka untuk bisa menetapkan Peningkatan Kualitas ... (Djuwarijah)
2. Kecerdasan Emosi
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini seperti penjarahan, pembakaran, perampasan, pembunuhan, penculikan, perkosaan, tawuran, tindak kekerasan dan kekejaman yang dilakukan anak bangsa yang mewarnai panggung dunia pendidikan di tanah air sungguh memilukan dan memalukan. Bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, peduli, murah senyum berubah menjadi bangsa yang menakutkan dan mengerikan bangsa lain adalah salah satu bukti kesalahan pendidikan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual belaka.
Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosi ikut menentukan keberhasilan dalam hidup ini bukan hanya IQ. Banyak hal yang secara logika benar tetapi perasaan menyatakan bahwa hal itu tidak benar, karena itulah sering diperlukan keahlian kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan intelektual, sebab kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola, mengendalikan emosi, menggunakan intuisi, indera, kepekaan yang justru tidak melibatkan daya nalar
manusia.
Kalau kecerdasan intelektual diukur dengan IQ, maka kecerdasan emosi merupakan kemampuan non-kognitif. IQ tidak membuat seseorang menjadi unik, tetapi perasaan-perasaan yang ada pada diri seorang anak dan bagaimana anak menyikapi perasaannyalah yang menjadikan anak itu unik. Namun demikian, antara IQ dan EQ bukanlah kemampuan yang saling bertentangan, tetapi kemampuan yang sedikit terpisah. Kecerdasan Emosi merupakan ”the inner rudder”, kekuatan dari dalam, sifatnya alami, dan dapat dikembangkan dengan kuat melalui berbagai akumulasi pengalaman yang panjang dan beragam. Ada lima wilayah utama EI, yakni: mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Optimisme dan positive thinking memberi pengaruh menguntungkan dalam kondisi biologis manusia
(Pasiak, 2003: 272).
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pendidikan islam pada intinya adalah :
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah semata dan berserah diri kepadanya. Yang tentunya dari semua tersebut di atas dapat kita peroleh dengan cara melalui pendidikan.
PENDIDIKAN adalah sebagai aktivitas yang dilakukan dengan secara sadar yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual ( petunjuk praktis ) maupun mental.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk mentransfer sejumlah nilai yang di anut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek peserta didik melalui proses pembelajaran yang meliputi :
• Pendidikan keimanan
• Pendidikan akhlaq
• Pendidikan intelektual.
Menurut Al- Syaibani, tujuan pendidikan islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Selanjutnya kalau kita aplikasikan pendidikan agama islam kedalam IQ ( Intelligence Question ) dan EQ ( Emotional Question ) yang ada pada diri manusia.
a. Aplikasi Pendidiakan Agama Islam kepada kecerdasan Intelektual.
Pada dasarnya manusia itu di anugerahi oleh allah SWT berbagai macam kecerdasan, dan tanggung jawab. Pendidikan adalah adalah memperhatikan dan mengarahkan kecerdasan tersebut agar mampu berkembang secara optimal dan seimbang.
Dalam diri manusia terdapat kecerdasan yang disebut dengan kecerdasan intelektual ( Intelligence Question/ IQ ). Anak-anak yang cerdas, yang karena itu di anggap pasti sukses dalam kehidupan adalah mereka yang nilai raportnya bagus semua atau indeks prestasinya di atas rata-rata.
b. Aplikasi Pendidiakan Agama Islam kepada kecerdasan Emosi’
Emotional Question ( EQ ) atau kecerdasan emosi ikut menentukan keberhasilan dalam hidup ini bukan hanya IQ. Banyak hal yang secara logika benar tetapi perasaan menyatakan bahwa hal itu tidaklah benar, karena itulah sering diperlukan keahlian kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan intelektual, sebab kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola, mengendalikan emosi, menggunakan intuisi, indra, kepekaan yang justru tidak melibatkan daya nalar manusia.
“Wallahu A’lam Bish-shawab”
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin Rasyad, dkk. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, DEPAK RI, 1988.
A, Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia, 1998.
H. A. Yunus, Drs., S.H., MBA. Filsafat Pendidikan, CV. Citra Sarana Grafika. Bandung. 1999.
Zuhairini. Dra, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, DEPAG RI, 1986.
2.2. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
a. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
b. Manusia Sempurna Menurut Islam
- Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan – perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
“Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
- Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab
akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individuindividu
yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab,
terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai
kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi.
Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis.
Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan
profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan
dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar” dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya
diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan
memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan
mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya
merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan
seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari
hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang
tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada
kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini
terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih
komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak
didik yang memiliki paradigma yang pragmatis. Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt.
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat
kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia
merupakan fokus utama pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi
kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama
dalam pendidikan. Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri
juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan
memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang
baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan
jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan
benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan
keadilan. Oleh sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan seyogianya dibangun di atas
Wahyu yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum yang ada perlu mencerminkan memiliki integritas ilmu dan
amal, fikr dan zikr, akal dan hati. Pandangan hidup Islam perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang
kehidupan. Dalam Islam, Realitas dan Kebenaran bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan
manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai dunia,
yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak
nampak; mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek akhirat
memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of
Islam). Jadi, institusi pendidikan Islam perlu mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal yang tersurat dan tersirat
dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini, dan sekaligus memasukkan unsur-unsur Islam setiap bidang
dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan perubahan-perubahan kurikulum, lingkungan belajar yang agamis,
kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan
manusia dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam. Institusi–institusi
pendidikan sepatutnya melahirkan individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti, nilai-nilai luhur dan mulia, yang
dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya, serta memahami dan melaksanakan kewajibankewajibannya
kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus untuk mengembangkan
setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang beradab.
http://www.insistnet.com - INSISTS - Institute for The Study of Islamic Thought and PCoivwileizreadtio bny Mambo Generated: 12 November, 2007, 06:49
2. Pendidikan Islam
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas , memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Kristen, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori
tabularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin, 1985:3]. Bahkan dalam al-Qur'an, sebenarnya sebelum manusia dilahirkan telah mengadakan "transaksi" atau "perjanjian" dengan Allah yaitu mengakui keesaan Tuhan, firman Allah surat al-A'raf : 172, "Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan menyuruh agar mereka bersaksi atas diri sendiri; "Bukankah Aku Tuhanmu?" firman Allah. Mereka menjawab; "ya kami bersaksi" yang demikian agar kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak, "kami tidak mengetahui hal ini" [Zaini Dahlan, 1998:304]. Apabila kita memperhatikan ayat ini, memberi gambaran bahwa setiap anak yang lahir telah membawa "potensi keimanan" terhadap Allah atau disebut dengan "tauhid". Sedangakan potensi bawaan yang lain misalnya potensi fisik dan intelegensi atau kecerdasan akal dengan segala kemungkinan dan keterbatasannya.
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarhkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5].
Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi
bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.
Bersarkan uraian di atas, pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits sangat luas, meliputi pengembangan semua potensi bawaan manusia yang merupakan rahmat Allah. Potensi-potensi itu harus dikembangkan menjadi kenyataan berupa keimanan dan akhlak serta kemampuan beramal dengan menguasai ilmu [dunia – akhirat] dan keterampilan atau keahlian tertentu sehingga mampu memikul amanat dan tanggung jawab sebagai seorang khalifat dan muslim yang bertaqwa. Tetapi pada realitasnya pendidikan Islam, sebagaimana yang lazim dikenal di Indonesia ini, memiliki pengertian yang agak sempit, yaitu program pendidikan Islam lebih banyak menyempit ke-pelajaran fiqh ibadah terutama, dan selama ini tidak pernah dipersoalkan apakah isi program pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan telah sesuai benar dengan luasnya pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits [ajaran Islam].
3. Pembaharuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja ....Selama ini, upaya pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi yang semakin tidak jelas [Muslih Usa, 1991:11-13]. Berdasarkan uraian ini, ada dua alasan pokok mengapa konsep pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia untuk menuju masyarakat madani sangat mendesak. [a] konsep dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani. [b] lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia disegala bidang. Maka, untuk menghadapi dan menuju masyarakat madani diperlukan konsep pendidikan Islam serta peran sertanya secara mendasar dalam memberdayakan umat Islam,
Suatu usaha pembaharuan pendidikan hanya bisa terarah dengan mantap apabila didasarkan pada konsep dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia [hakekat] kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta. Teori pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara penerapan atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis [Anwar Jasin, 1985:8], Sehubungan dengan itu, konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam adalah perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut ajaran Islam.
Maka, dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam perlu dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat al-Qur'an dan hadits yang menyangkut dengan "fitrah" atau potensi bawaan, misi dan tujuan hidup manusia. Karena rumusan tersebut akan menjadi
konsep dasar filsafat pendidikan Islam. Untuk itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan Islam hanya dapat diterapkan secara baik jikalau kondisi-kondisi lingkungan ( sosial - kultural ) diperhatikan. Jadi, apabila kita ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, mengembangkan secara empris prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan [sosial – cultural] yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Jadi, tanpa kerangka dasar filosofis dan teoritis yang kuta, maka perubahan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti [Rangkuman dari Anwar Jasin, 1985:8 –9].
Konsep dasar filsafat dan teoritis pendidikan Islam, harus ditempatkan dalam konteks supra sistem masyarakat madani di mana pendidikan itu akan diterapkan. Apabila terlepas dari konteks "masyarakat madani", maka pendidikan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan umat Islam pada kondisi masyarakat tersebut [masyarakat madani]. Jadi, kebutuhan umat yang amat mendesak sekarang ini adalah mewujudkan dan meningkatan kualitas manusia Muslim menuju masyarakat madani. Untuk itu umat Islam di Indonesia dipersiapkan dan harus dibebaskan dari ketidaktahuannya [ignorance] akan kedudukan dan peranannya dalam kehidupan "masyarakat madani" dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Islam haruslah dapat meningkatkan mutu umatnya dalam menuju "masyarakat madani". Kalau tidak umat Islam akan ketinggalan dalam kehidupan "masyarakat madani" yaitu masyarakat ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Maka tantangan utama yang dihadapi umat Islam sekarang adalah peningkatan mutu sumber insaninya dalam menempatkan diri dan memainkan perannya dalam komunitas masyarakat madani dengan menguasai ilmu dan teknologi yang berkembang semakin pesat. Karena, hanya mereka yang menguasai ilmu dan teknologi modern dapat mengolah kekayaan alam yang telah diciptakan Allah untuk manusia dan diamanatkan-Nya kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk diolah bagi kesejahteraan umat manusia.
Maka masyarakat madani yang diprediski memiliki ciri ; Universalitas, Supermasi, Keabadian, Pemerataan kekuatan, Kebaikan dari dan untuk bersama, Meraih kebajikan umum, Perimbangan kebijakan umum, Piranti eksternal, Bukan berinteraksi pada keuntungan, dan Kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. Atas dasar konsep ini, maka konsep filsafat dan teoritis pendidikan Islam dikembangkan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam kontek lingkungan masyarakat madani tersebut, sehingga pendidikan relevan dengan kondisi dan ciri sosial kultural masyarakat tersebut. Maka, untuk mengantisipasi perubahan menuju "masyarakat madani", pendidikan Islam harus didisain untuk menjawab perubahan tersebut. Oleh karena itu, usulan perubahan sebagai berikut : [a] pendidikan harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama, karena, dalam pandangan seorang muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT, [b] pendidikan menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini, (c) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan, [d] pendidikan yang menumbuhkan ethos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja, disiplin dan jujur [Suroyo, 1991:45-48], (e) pendidikan Islam harus didisain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat madani.
Dalam konteks ini juga perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan [Anwar Jasin, 1985:15] Islam yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya
lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan dengan tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa yang dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang terlalu banyak dan cukup berat dan bahkan terjadi tumpang tindih.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengambil secara utuh semua kurikulum [non-agama] dari kurikulum sekolah umum, kemudian tetap mempertahankan sejumlah program pendidikan agama, sehingga banyak bahan pelajaran yang tidak dapat dicerna oleh peserta didik secara baik, sehingga produknya [hasilnya] serba setengah-tengah atau tanggung baik pada ilmu-ilmu umum maupun pada ilmu-ilmu agama. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan kembali disain program pendidikan untuk menuju masyarakat madani, dengan memperhatikan relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta ciri masyarakat madani. Maka untuk menuju "masyarakat madani", lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi yaitu apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing secara kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau mengkhususkan pada disain pendidiank keagamaan yang handal dan mampu bersaing secara kompotetif, misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang berkaliber nasional dan dunia.
4. Penutup
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulakn sebagai berikut : [1] Menyarakat madani merupakan suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah masyarakat madani yang dicita-citakan. [2] Konsep dasar pembaharuan pendidikan harus didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia meenurut aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Atau dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan ( sosial - kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. (3) Konsep dasar pendidikan Islam supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan disain masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas "masyarakat madani" yang dicita-citakan bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama', Dar al-Fikr al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj., Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1995.
Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III,.
Anwar Jasin, 1985, Kerangka
Pengertian Eq
Para pakar memberikan definisi beragam pada EQ, diantaranya adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya.
Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut :
1. Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan, baik melalui suara, ekspresi wajah dan tingkah laku.
2. Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual. Caranya perubahan emosi bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.
3. Memahami dan menganalisa emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke emosi lain seperti berubahannya dari emosi marah menjadi rela atau lega.
4. Mengelola emosi
Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan dengan tanpa menyembunyikan informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.
C. Pendidikan Islam sebagai Subsistem Pendidikan
Nasional
Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional.
Sebagai subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus
yang harus dicapai, dan tercapainya tujuan tersebut akan menunjang
pencapaian tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan yang
menjadi suprasistennya (Furchan, 2004: 14). Visi pendidikan Islam
tentunya sejalan dengan visi pendidikan nasional. Visi pendidikan
nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut
adalah mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan
manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah
manusia yang saleh dan produktif. Hal ini sejalan dengan trend
kehidupan abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu (Tilaar,
2004: 150).
Dengan misi tersebut pendidikan Islam menjadi pendidikan
alternatif. Apabila pendidikan yang diselenggarakan oleh atau
lembaga-lembaga swasta lainnya cenderung untuk bersifat skuler
18
NO. 1. VOL. I. 2008
atau memiliki ciri khas lainnya, maka pendidikan Islam ingin
mengejawantakan nilai-nilai keislaman. Ciri khas tersebut dengan
disebut pendidikan Islam mempunyai tiga ciri khas berikut: (1)
Suatu sistem pendidikan yang didirikan karena didorong oleh hasrat
untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam; (2) Suatu sistem yang
mengajarkan ajaran Islam, dan (3) Suatu Sistem pendidikan Islam
yang meliputi kedua hal tersebut (Fadjar, 1998: 1).
lebih dipahami bahwa keberadaan pendidikan Islam tidak sekedar
menyangkut persoalan ciri khas, melainkan lebih mendasar lagi,
yaitu tujuan yang diidamkan dan diyakini sebagai yang paling ideal.
Tujuan itu sekaligus mempertegas bahwa misi dan tanggung jawab
yang diemban pendidikan Islam lebih berat lagi. Ketiganya itu selama
ini tumbuh dan berkembang di Indonesia dan sudah menjadi bagian
tidak terpisahkan dari sejarah maupun dari kebijakan pendidikan
nasional. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
kehadiran dan keberadaannya merupakan bagian dari andil umat
Islam dalam perjuangan maupun mengisi kemerdekaan.
Di Indonesia, pendidikan Islam ini tampil dalam berbagai macam
wujud, yaitu pendidikan agama Islam yang merupakan substansi
dari sistem pendidikan agama dalam kurikulum nasional, pendidikan
di madrasah dan sekolah umum Islam yang merupakan subsistem
dari sistem pendidikan umum (formal), pendidikan pesantren yang
merupakan subsistem dalam pendidikan nonformal.
sebenarnya yang diharapkan oleh sistem pendidikan ketika
berhadapan dengan globalisasi. Rumusan tersebut menjadi sangat
output yang relevan dengan konteks
globalisasi yang dapat dijadikan landasan bagi terwujudnya tujuan
ideal yang diharapkan sesuai tantangan zaman.
Islam tidaklah sederhana seperti gambaran dan impian orangtua
dahulu ketika memasukkan putra putrinya ke madrasah maupun
pesantren, yaitu agar mereka setelah lulus mampu menjadi imam
masjid, memimpin tahlil dan manakib, berprilaku sopan, dan mampu
membaca kitab berbahasa Arab, sedangkan mereka buta akan
Peningkatan Kualitas ... (Djuwarijah)
19
baik kalau dirubah menyesuaikan dengan tuntutan kondisi objektif
dan dinamika masyarakat, yaitu dengan mengintegrasikan ulama
yang intelek atau intelek yang ulama. Ulama adalah ilmuwan Muslim
yang mendalami ilmu agama dan memperoleh kredibilitas moral dari
masyarakat karena konsistensinya terhadap ilmu yang didapati dan
misi yang diemban. Sedangkan intelektual, secara lughawi, adalah
mereka yang memperoleh kekuatan intelektualitas; kekuatan berpikir
dan menganalisis. Dalam pengertian ini scholarship menyamakan
pengertian ulama dan intelektual (Mas’ud, 2003: 253).
Sosok lulusan yang diharapkan oleh pendidikan Islam sekurangkurangnya
adalah ilmuwan yang ulama, dengan ciri-ciri sebagai
berikut; (1) Peka terhadap masalah. Karena kepekaan seperti itu
merupakan langkah kreatif untuk memulai pekerjaan; (2) Bekerja
tanpa pamrih. Dalam tradisi keilmuan, bekerja tanpa pamrih ini
berarti sikap objektif, cinta kebenaran serta kritis; (3) Bersikap
bijaksana. Kebijakan mengandung makna adanya hubungan
timbalbalik antara pengetahuan dan tindakan, antara pengertian
teoritis dan pengertian praktis etis yang sesuai; (4) Tanggung
jawab. Seorang ilmuwan berkewajiban mencari, menemukan
dan memanfaatkan ilmu bagi kepentingan hidup umat manusia,
sekaligus juga bertanggung jawab atas apa yang terjadi selanjutnya
jika dengan ilmu itu ternyata menimbulkan kerusakan lingkungan
alam ini, ia berusaha mencari lagi jalan keluarnya.
Dengan demikian, sosok manusia yang unggul dihasilkan dari
pendidikan Islam adalah mereka yang cerdas, kreatif dan beradab.
Dengan kecerdasan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual) diyakini akan mampu menghadapi globalisasi dan segala
tantangannya, mereka itulah manusia yang saleh, insan kamil,
dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta mandiri untuk
menjadi sekaligus khalifatullah di muka bumi. Term
khalifah yang berarti wakil, utusan, perwakilan dieksplorasi lebih
jauh oleh M. Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought in
Islam yang menjelaskan bahwa Islam menekankan individualitas
dan keunikan manusia (Mas’ud, 2003: 70). Konsekuensi dari
keunikan manusia itu adalah tidak mungkin seorang individu harus
menanggung beban orang lain, manusia hanya menanggung apa
yang telah diperbuat.
Kebijaksanaan penididikan Islam yang harus diutamakan
adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara
optimal, yaitu dengan: (1) menyediakan guru yang profesional,
yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi pendidik; (2)
20
NO. 1. VOL. I. 2008
menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik
dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olah
raga dan ruang bermain yang memadai; (3) menyediakan media
pembelajaran yang kaya, memungkinkan peserta didik dapat
secara terus menerus belajar melalui membaca buku rujukan serta
kelengkapan laboratorium dan perpustakaan dan (4) evaluasi yang
terus menerus secara komprehensif dan objektif.
Minggu, 18 Juli 2010
PENGARUH GLOBALISASI
PENGARUH GLOBALISASI
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan perubahan yang normal. Pengaruhnya tersebar secara cepat ke dalam kehidupan masyarakat. Bahkan perubahan yang terjadi di suatu tempat di belahan bumi satu bisa memengaruhi tempat di belahan bumi yang lain. Perubahan yang terjadi akan semakin berkembang seiring berkembangnya kehidupan masyarakat di era modernisasi dan globalisasi ini. Perubahan itulah yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam kehidupan. Gambar di atas merupakan contoh modernisasi di bidang transportasi, khususnya transportasi darat.
A Modernisasi dan Globalisasi
Di era modernisasi dan globalisasi bangsa-bangsa di dunia tidak dapat menutup diri dari pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Pergaulan itu membawa pengaruh bagi bangsa yang berinteraksi.
1. Pengertian Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak darikeadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
a. Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
b. Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar) Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.
a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
2. Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Khususnya, globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia. Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi. Globalisasi terjadi karena faktor-faktor nilai budaya luar, seperti:
a. selalu meningkatkan pengetahuan; f. etos kerja;
b. patuh hukum; g. kemampuan memprediksi;
c. kemandirian; h. efisiensi dan produktivitas;
d. keterbukaan; h. keberanian bersaing; dan
e. rasionalisasi; i. manajemen resiko.
Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya:
a. lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan;
b. lembaga keagamaan;
c. indutri internasional dan lembaga perdagangan;
d. wisata mancanegara;
e. saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional;
f. lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional; dan
g. lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.
Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental. Unsur globalisasi yang sukar diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Teknologi yang rumit dan mahal.
b. Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi.
c. Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
Modernisasi dan globalisasi membawa dampak positif ataupun negatif terhadap perubahan Sosial dan budaya suatu masyarakat.Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
B Dampak Modernisasi dan Globalisasi terhadap Perubahan Sosial dan Budaya
1. Dampak Positif
Dampak positif modernisasi dan globalisasi tersebut sebagai berikut.
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
C Respons Masyarakat terhadap Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat, ada masyarakat yang dapat menerima dan ada yang tidak dapat menerima. Masyarakat yang tidak dapat menerima perubahan biasanya masih memiliki pola pikir yang tradisional. Pola pikir masyarakat yang tradisional mengandung unsur-unsur dibawah ini:
1. bersifat sederhana,
2. memiliki daya guna dan produktivitas rendah,
3. bersifat tetap atau monoton,
4. memiliki sifat irasional, yaitu tidak didasarkan pada pikiran tertentu.
Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial budaya, di antaranya sebagai berikut.
1. Perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang membuka diri untuk berhubungan dengan masyarakat lain;
2. Masih memegang teguh tradisi yang sudah ada;
3. Takut akan terjadi kegoyahan dalam susunan/struktur masyarakat, jika terjadi integrasi kebudayaan;
4. Berpegang pada ideologinya dan beranggapan sesuatu yang baru bertentangan dengan idielogi masyarakat yang sudah ada
Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan unsur budaya asing tersebut membawa kemudahan bagi kehidupannya. Pada umumnya, unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:
1. unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar,
2. peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
3. unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.
Unsur budaya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat adalah:
1. unsur kebudayaan yang menyangkut sistem kepercayaan,
2. unsur kebudayaan yang dipelajari taraf pertama proses sosialisasi.
Sebaliknya, masyarakat modern yang memiliki pola pikir yang berbeda. Unsur yang terkandung dalam pola pikir masyarakat modern adalah:
1. bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman,
2. berdasarkan akal pikiran manusia dan senantiasa mengembangkan efisiensi dan efektivitas, serta
3. tidak mengandalkan atau mengutamakan kebiasaan atau tradisi masyarakat.
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perilaku_Masyarakat_dalam_Perubahan_Sosial_Budaya_di_Era_Global_9.1_(BAB_6)
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan perubahan yang normal. Pengaruhnya tersebar secara cepat ke dalam kehidupan masyarakat. Bahkan perubahan yang terjadi di suatu tempat di belahan bumi satu bisa memengaruhi tempat di belahan bumi yang lain. Perubahan yang terjadi akan semakin berkembang seiring berkembangnya kehidupan masyarakat di era modernisasi dan globalisasi ini. Perubahan itulah yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam kehidupan. Gambar di atas merupakan contoh modernisasi di bidang transportasi, khususnya transportasi darat.
A Modernisasi dan Globalisasi
Di era modernisasi dan globalisasi bangsa-bangsa di dunia tidak dapat menutup diri dari pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Pergaulan itu membawa pengaruh bagi bangsa yang berinteraksi.
1. Pengertian Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak darikeadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
a. Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
b. Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar) Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.
a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
2. Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Khususnya, globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia. Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi. Globalisasi terjadi karena faktor-faktor nilai budaya luar, seperti:
a. selalu meningkatkan pengetahuan; f. etos kerja;
b. patuh hukum; g. kemampuan memprediksi;
c. kemandirian; h. efisiensi dan produktivitas;
d. keterbukaan; h. keberanian bersaing; dan
e. rasionalisasi; i. manajemen resiko.
Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya:
a. lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan;
b. lembaga keagamaan;
c. indutri internasional dan lembaga perdagangan;
d. wisata mancanegara;
e. saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional;
f. lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional; dan
g. lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.
Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental. Unsur globalisasi yang sukar diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Teknologi yang rumit dan mahal.
b. Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi.
c. Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
Modernisasi dan globalisasi membawa dampak positif ataupun negatif terhadap perubahan Sosial dan budaya suatu masyarakat.Unsur globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
B Dampak Modernisasi dan Globalisasi terhadap Perubahan Sosial dan Budaya
1. Dampak Positif
Dampak positif modernisasi dan globalisasi tersebut sebagai berikut.
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
C Respons Masyarakat terhadap Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat, ada masyarakat yang dapat menerima dan ada yang tidak dapat menerima. Masyarakat yang tidak dapat menerima perubahan biasanya masih memiliki pola pikir yang tradisional. Pola pikir masyarakat yang tradisional mengandung unsur-unsur dibawah ini:
1. bersifat sederhana,
2. memiliki daya guna dan produktivitas rendah,
3. bersifat tetap atau monoton,
4. memiliki sifat irasional, yaitu tidak didasarkan pada pikiran tertentu.
Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial budaya, di antaranya sebagai berikut.
1. Perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang membuka diri untuk berhubungan dengan masyarakat lain;
2. Masih memegang teguh tradisi yang sudah ada;
3. Takut akan terjadi kegoyahan dalam susunan/struktur masyarakat, jika terjadi integrasi kebudayaan;
4. Berpegang pada ideologinya dan beranggapan sesuatu yang baru bertentangan dengan idielogi masyarakat yang sudah ada
Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan unsur budaya asing tersebut membawa kemudahan bagi kehidupannya. Pada umumnya, unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:
1. unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar,
2. peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
3. unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.
Unsur budaya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat adalah:
1. unsur kebudayaan yang menyangkut sistem kepercayaan,
2. unsur kebudayaan yang dipelajari taraf pertama proses sosialisasi.
Sebaliknya, masyarakat modern yang memiliki pola pikir yang berbeda. Unsur yang terkandung dalam pola pikir masyarakat modern adalah:
1. bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman,
2. berdasarkan akal pikiran manusia dan senantiasa mengembangkan efisiensi dan efektivitas, serta
3. tidak mengandalkan atau mengutamakan kebiasaan atau tradisi masyarakat.
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perilaku_Masyarakat_dalam_Perubahan_Sosial_Budaya_di_Era_Global_9.1_(BAB_6)
PROFESIONALISME GURU
BAB II
PEMBAHASAN
PENTINGNYA TAUHID ULUHIYYAH DAN UBUDIYAH DALAM HIDUP
A. Pengertian Tauhid Uluhiyyah
Uluhiyah adalah ibadah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'." (An-Nahl: 36). "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiya': 25)
Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib, dan lain-lain: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selainNya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85) . "Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya'." (Al-Ankabut: 16)
Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (men-jalankan) agama'." (Az-Zumar: 11)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersabda: "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban awal bagi setiap mukallaf adalah bersaksi laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Allah SWT berfirman:
"Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu...". (Muhammad: 19)
Dan kewajiban pertama bagi orang yang ingin masuk Islam adalah mengikrarkan dua kalimah syahadat. Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah).
Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. (An-Nisa': 48, 116) "...seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah SWT berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". (An-Nisa': 36) . "Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." (Al-Isra': 23) . "Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap ibu-bapak'."(Al-An'am:151)
B. Pengertian Ubudiyyah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara' ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecin-taan).
Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap. Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). \
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dazariyat: 56-58)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala . Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan
C. Pilar-pilar Ubudiyyah yang benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja' (harapan). Rasa cinta harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, se-dangkan khauf harus dibarengi dengan raja'. .
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang sifat ham-ba-hambaNya yang mukmin: "Dia mencintai mereka dan mereka mencintaiNya." (Al-Ma'idah: 54)
"Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165)
Sebagian salaf berkata: "Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq . Siapa yang menyembahNya dengan raja' (harapan) saja maka ia adalah murji'. Dan siapa yang menyembahNya hanya dengan khauf (takut) saja, maka ia adalah ha-ruriy. Siapa yang menyembahNya dengan hubb, khauf dan raja' maka ia adalah mukmin muwahhid." Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam RisalahUbudiyah.
Beliau juga berkata: "Dien Allah adalah menyembahNya, ta'at dan tunduk kepadaNya. Asal makna ibadah adalah adzdzull (hina). Dikatakan " " jika jalan itu dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull dan hubb. Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepadanya. Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyem-bah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka ia pun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi hendaknya Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak men-dapat mahabbah (cinta) dan khudhu' (ketundukan) yang sempurna selain Allah.
Ibnu Qayyim berkata dalam Nuniyah-nya: "Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan penyembahNya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub.Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak.Sumbunya adalah perintah, perintah rasulNya. Bukan hawa nafsu dan syetan."
Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari'atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari'atkan baginda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid'ah, nafsu dan khurafat.
PEMBAHASAN
PENTINGNYA TAUHID ULUHIYYAH DAN UBUDIYAH DALAM HIDUP
A. Pengertian Tauhid Uluhiyyah
Uluhiyah adalah ibadah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'." (An-Nahl: 36). "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiya': 25)
Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib, dan lain-lain: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selainNya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85) . "Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya'." (Al-Ankabut: 16)
Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (men-jalankan) agama'." (Az-Zumar: 11)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersabda: "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban awal bagi setiap mukallaf adalah bersaksi laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Allah SWT berfirman:
"Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu...". (Muhammad: 19)
Dan kewajiban pertama bagi orang yang ingin masuk Islam adalah mengikrarkan dua kalimah syahadat. Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah).
Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. (An-Nisa': 48, 116) "...seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah SWT berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". (An-Nisa': 36) . "Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." (Al-Isra': 23) . "Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap ibu-bapak'."(Al-An'am:151)
B. Pengertian Ubudiyyah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara' ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecin-taan).
Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap. Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). \
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dazariyat: 56-58)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala . Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan
C. Pilar-pilar Ubudiyyah yang benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja' (harapan). Rasa cinta harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, se-dangkan khauf harus dibarengi dengan raja'. .
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang sifat ham-ba-hambaNya yang mukmin: "Dia mencintai mereka dan mereka mencintaiNya." (Al-Ma'idah: 54)
"Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165)
Sebagian salaf berkata: "Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq . Siapa yang menyembahNya dengan raja' (harapan) saja maka ia adalah murji'. Dan siapa yang menyembahNya hanya dengan khauf (takut) saja, maka ia adalah ha-ruriy. Siapa yang menyembahNya dengan hubb, khauf dan raja' maka ia adalah mukmin muwahhid." Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam RisalahUbudiyah.
Beliau juga berkata: "Dien Allah adalah menyembahNya, ta'at dan tunduk kepadaNya. Asal makna ibadah adalah adzdzull (hina). Dikatakan " " jika jalan itu dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull dan hubb. Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepadanya. Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyem-bah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka ia pun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi hendaknya Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak men-dapat mahabbah (cinta) dan khudhu' (ketundukan) yang sempurna selain Allah.
Ibnu Qayyim berkata dalam Nuniyah-nya: "Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan penyembahNya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub.Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak.Sumbunya adalah perintah, perintah rasulNya. Bukan hawa nafsu dan syetan."
Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari'atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari'atkan baginda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid'ah, nafsu dan khurafat.
LOGIKA DAN MANUSIA
LOGIKA DAN MANUSIA
1. Tugas Logika
Bagaimanapun hal tahu manusia itu dipersoalkan. Teranglah bahwa manusia itu tahu. Tahu ini bukanlah suatu alat atau daya pada manusia yang dipunyai sejak lahir seperti : mata, telinga atau alat indera lainya, melainkan tahu itu merupakan suatu tindakan, yang mempunyai hasil yang disebut orang pengetahuan. Adapaun alat atau dayanya disebut : ” pikir, budi atau akal ”. Dalam bahasa kita mempergunakan daya ini disebut berpikir. Berpikir ini tidak dijalankan menusia sejak lahirnya, walaupun kemampuannya ada, jadi berpikir itu pada manusia adalah secara potensial. Pada suatu ketika manusia berpikir juga secara aktual.
2. Obyek Logika
Oleh karena yang berpikir manusia, maka harus dikatakan, bahwa lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu, ialah budinya. Budi atau pikir ini masih juga disoroti dari beberapa sudut. Misalnya ditanyakan, dapatkah budi itu mencapai kebenaran, dalam arti kesesuaian pengetahuan dengan obyeknya, dan kalau sekiranya dapat, sampaimanakah kemampuan budi itu mencapai kebenarannya? Dapatkah barangkali sampai seratus persen, ataukah hanya sebagian saja? Adapula pertanyaan, bagaimanakah manusia dengan budinya mencapai pengetahua? Dan seperti kami katakan diatas, dapat pula dipersoalkan, bagaimanakah aturan berpikir itu? Semuanya pertanyaan yang bersangkutan erat dengan budi manusia, sehingga dapatalah semuanya disebut logika, dan karena ada bermacam-macam sudut penyorotan, maka ada bermacam-macam logika pula, serta ada yang memberikan nama bermacam-macam juga. Bermacam-macam logika itu berlainan satu sama lain, disebabkan oleh karena obyek formanya lain.
3. Manusia dan Pengetahuan
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorangpun mencita-citakan kekeliruan, ia ingin mencapai kebenaran dalam tahunya itu. Adapaun manusia, kalau tahu tentng sesuatu, ia mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Kalau orang tahu tentang sebuah rumah (sesuatau), mungkin ia tahu juga, bahwa rumah itu besar atau kecil. Maka besara atau kecil ini di akui hubungannya dengan rumah itu. Manusia mengakui , tidak membuat hubungan itu. Ada kemungkinan, bahwa ia mengakui hubungan yang tidak ada, maka kelirulah ia. Pengakuan sesuatau terhadap sesuatu ini merupakan dasar pengetahuan, malahan itu sebetulnya pengetahauan. Pun dalam hal yang amat sederahana kalau orang mengatakan : ”itu rumah”. Disini pun ada pengakuan sesuatu (rumah) terhadap sesuatu ( hal yang dihadapinya), sehingga tanpa mengubah maksud, boleh juga dikatakan : ” hal yang saya hadapi itu : rumah ”
4. Logika dan Bahasa
Di atas dikatakan, bahwa tahu ialah mengikuti hubungan sesuatu dengan sesuatu. Pengakuan ini bisa nampak, kalau dikatakan, dicetuskan dengan kata atau rentetan kata. Betul pengetahuan itu tidak selalu dan tidak perlu dicetuskan dengan kata atau denga alat pergaulan lain (gerak, tulisan dll), tetapi jika hendak di nampakkan kepada orang lain, maka haruslah dicetuskan dengan alat pergaulan, dan diantara alat itu yang amat baik ialah bahasa. Adapun bahasa yang utama ialah yang dikatakan, jadi di utarakan dengan kata, bahasa lisan. Bahasa dengan kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi hatinya. Tiap kata memang mengandung maksud, tetapi dalam bahasa lisan meksud itu tidak hanya ditunjukkan dengan kata saja, melainkan masih di iringi nada, gerak dan situai lainnya. Disisni ternyata, bahwa bahasa dengan kata-katanya memang baik sekali untuk mengutarakan maksud, tetapi ada juga kelemahannya. Kita tinjau beberapa bahasa :
5. Bermacam-macam bahasa
Sebagai alat pergaulan kita harus membedakan bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan diucapkan dengan lidah dan alat pengucap lainnya. Ada bahasa tertulis, ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus mencerminkan maksud setepat-tepatnay. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Disitu yang di utamakan adalah indah bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi disamping maksud ada faktor indah. Jadi menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis dan gerak. Menurut tujuannya ada bahasa kesusasteraan dan bahasa ilmiah. Bahasa ilmiah harus logis, karena ilmu artinya pengetahuan, dan tahu ini mengikuti aturannya sendiri, yaitu logika.
1. Tugas Logika
Bagaimanapun hal tahu manusia itu dipersoalkan. Teranglah bahwa manusia itu tahu. Tahu ini bukanlah suatu alat atau daya pada manusia yang dipunyai sejak lahir seperti : mata, telinga atau alat indera lainya, melainkan tahu itu merupakan suatu tindakan, yang mempunyai hasil yang disebut orang pengetahuan. Adapaun alat atau dayanya disebut : ” pikir, budi atau akal ”. Dalam bahasa kita mempergunakan daya ini disebut berpikir. Berpikir ini tidak dijalankan menusia sejak lahirnya, walaupun kemampuannya ada, jadi berpikir itu pada manusia adalah secara potensial. Pada suatu ketika manusia berpikir juga secara aktual.
2. Obyek Logika
Oleh karena yang berpikir manusia, maka harus dikatakan, bahwa lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu, ialah budinya. Budi atau pikir ini masih juga disoroti dari beberapa sudut. Misalnya ditanyakan, dapatkah budi itu mencapai kebenaran, dalam arti kesesuaian pengetahuan dengan obyeknya, dan kalau sekiranya dapat, sampaimanakah kemampuan budi itu mencapai kebenarannya? Dapatkah barangkali sampai seratus persen, ataukah hanya sebagian saja? Adapula pertanyaan, bagaimanakah manusia dengan budinya mencapai pengetahua? Dan seperti kami katakan diatas, dapat pula dipersoalkan, bagaimanakah aturan berpikir itu? Semuanya pertanyaan yang bersangkutan erat dengan budi manusia, sehingga dapatalah semuanya disebut logika, dan karena ada bermacam-macam sudut penyorotan, maka ada bermacam-macam logika pula, serta ada yang memberikan nama bermacam-macam juga. Bermacam-macam logika itu berlainan satu sama lain, disebabkan oleh karena obyek formanya lain.
3. Manusia dan Pengetahuan
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorangpun mencita-citakan kekeliruan, ia ingin mencapai kebenaran dalam tahunya itu. Adapaun manusia, kalau tahu tentng sesuatu, ia mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Kalau orang tahu tentang sebuah rumah (sesuatau), mungkin ia tahu juga, bahwa rumah itu besar atau kecil. Maka besara atau kecil ini di akui hubungannya dengan rumah itu. Manusia mengakui , tidak membuat hubungan itu. Ada kemungkinan, bahwa ia mengakui hubungan yang tidak ada, maka kelirulah ia. Pengakuan sesuatau terhadap sesuatu ini merupakan dasar pengetahuan, malahan itu sebetulnya pengetahauan. Pun dalam hal yang amat sederahana kalau orang mengatakan : ”itu rumah”. Disini pun ada pengakuan sesuatu (rumah) terhadap sesuatu ( hal yang dihadapinya), sehingga tanpa mengubah maksud, boleh juga dikatakan : ” hal yang saya hadapi itu : rumah ”
4. Logika dan Bahasa
Di atas dikatakan, bahwa tahu ialah mengikuti hubungan sesuatu dengan sesuatu. Pengakuan ini bisa nampak, kalau dikatakan, dicetuskan dengan kata atau rentetan kata. Betul pengetahuan itu tidak selalu dan tidak perlu dicetuskan dengan kata atau denga alat pergaulan lain (gerak, tulisan dll), tetapi jika hendak di nampakkan kepada orang lain, maka haruslah dicetuskan dengan alat pergaulan, dan diantara alat itu yang amat baik ialah bahasa. Adapun bahasa yang utama ialah yang dikatakan, jadi di utarakan dengan kata, bahasa lisan. Bahasa dengan kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi hatinya. Tiap kata memang mengandung maksud, tetapi dalam bahasa lisan meksud itu tidak hanya ditunjukkan dengan kata saja, melainkan masih di iringi nada, gerak dan situai lainnya. Disisni ternyata, bahwa bahasa dengan kata-katanya memang baik sekali untuk mengutarakan maksud, tetapi ada juga kelemahannya. Kita tinjau beberapa bahasa :
5. Bermacam-macam bahasa
Sebagai alat pergaulan kita harus membedakan bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan diucapkan dengan lidah dan alat pengucap lainnya. Ada bahasa tertulis, ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus mencerminkan maksud setepat-tepatnay. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Disitu yang di utamakan adalah indah bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi disamping maksud ada faktor indah. Jadi menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis dan gerak. Menurut tujuannya ada bahasa kesusasteraan dan bahasa ilmiah. Bahasa ilmiah harus logis, karena ilmu artinya pengetahuan, dan tahu ini mengikuti aturannya sendiri, yaitu logika.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
Revitalisasi Pendidikan Islam.(A:8). Ada beberapa alasan mengapa seolah tokoh pendidikan islam tak pernah terlahirkan atau
terlahirkan namun tak memiliki relevansi dalam kontek perkembangan ilmu pengetahuan secara global. Jawaban ini menurut saya dan hanya mencoba menjawab mungkin ini tidak termasuk jawaban dari tugas final saya.
1. Walau harus kita akui memang seolah pendidikan atau
perkembangan ilmu pengetahuan tak pernah ada dalam islam, ini ditandai dengan tingginya peradaban barat
terutama setelah islam kalah dalam perang salib, yang mengubah pusat trend ilmu pengetahuan dari timur kebarat, sehingga lahirlah istilah islamisasi, lahirnya istilah islamisasi menunjukkan kedangkalan dan ketidak komprehensifnya kalangan ilmuan dan cendikiawan islam dalam memehami dasar dan sumber ilmu yang sesungguhnya. Walau kita akui dalam perkembangan terkhir barat justru merajai kemajuan namun benar adanya bahwa hampir sebagian besar
perkembangan sains dan ilmu pengetahuan, telah terlebih dulu di konsepkan oleh tokoh pemikir dan filosof dalam Islam dalam bidang kedokteran pendidikan, seni, filsafat dan lain sebagainya.
1
2. Lemahnya tingkat pemahaman masyarakat islam terhadap
dan kurangnya informasi telah menggelapkan mata sebagian dari kalangan islam yang seolah tokoh-tokoh islam hanya berkutat dalam fikih, selain itu interpreatasi dan penela’aahan secara mendasar terhadap apa yang merekan dapatkan sehingga islam tekesan tokoh-tokoh islam hanya bicara soal agama sebab lain adalah lemahnya kemampuan para
intelektual islam sekarang dalam menentukan ukuran-ukuran keilmuan dan hanya selalu merujuk pada barat walau sesungguhnya para pemikir dan ahli-ahli islam telah jauh sebelumnya menjelaskan hal tersebut, sebut saja conotohnya seperti. Tiori-tiori pendidikan, komponan-konponen
pangajaran dan lain sebagainya.
3. Sebagai jawabanya, tentu konsep-konsep keilmuan kususnya
pendidikan harus dibangun kembali dengan sumber-sumber dari islam sendiri, serta dengan interpretasi sungguh-sungguh dari konsep-konsep pendidikan atau nilai-nilai filosofis edukasi yang pernah di kemukakan oleh para konseptor atau filosof islam. sehingga akan muncul innovator-inovator dalam
konsep-konsep pendidikan yang lebih up to date, dan mampu menjawab tantangan dunia pendidikan.
2
4. dengan menggali dari sumber-sumber yang utuh dari para
tokoh-tokoh Islam yang mempunyai pandangan komprehensif tentang masalah pendidikan. serta menetapkan sebuah ukuran-ukuran yang jelas dan mampu dibuktikan secara ilmiah sehingga interpretasi-interpretasi tersebut mendapat respon dari berbagai kalangan. sebagai bukti pendangan pendidikan islam mampu menjawab persoalan pendidikan modern.
5. Menjadikan
pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan islam sebagai tela’ah dan mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa dan disetiap perguruan tinggi islam.
Nilai Filosofis-Pedagogis Ibnu Sahnun dan Al Qabisi.(A:1). Ibnu sahnun adalah seorang tokoh pendidikan islam abad ke tiga H. Al qabisi, merupakan murid dari ibnu sahnun, ia merupakan seorang penulis dan juga seorang ulama yang terkenal dan mempunyai perhatian yang besar dalam bidang pendidikan, al qabisi yang merupakan murid dari ibnu sahnun juga merupakan seorang ulama yang memliki perhatian yang besar terhadap pendidikan, ini dapat dilihat dari karya al qabisi yang dianggap konpehensif dari beberapa penulis dan ulama lain sebelumnya,
3
yang juga berminat dalam lapangan pendidikan sebagai contoh adalah ibnu sahnun, ibnu khaldun dll. Dalam tulisan ini hanya dijelaskan tentang pandangan dan konsep-konsep pendidikan islam yang dikemukan oleh al qabisi. Dia adalah seorang tokoh, ulama hadits dan seorang tokoh dalam bidang pendidikan, yang hidup antara 324-403H dikota Qaeruan, nama lengkapnya adalah ; abu hasan ali bin Muhammad bin qallaf al qabisi, ia lahir pada bulan ra’jab 224H, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah ponakan dari seorang yang berasal dari kafilah al qabisi, selain itu juga pamanya selalu memakai surban rapat-rapat sehingga dipanggil qabisi. Para pengamat aliran al qabisi sepakat bahwa ia adalah seorang ulama yang hafal hadits dan terkemuka dalam dalam bidang pendidikan serta alim dalam bidang hadits, ia juga mengintegrasikan antara ilmu dan ibadah, al syahrastani
menjelaskan bahwa mujtahid dan tokoh-tokoh islam terbagi dalam dua golongan yaitu golongan ahli hadits dan fikih dan ahli rakyi di lain pihak (ahli fikir analitis). Golongan ahli rakyi adalah para ulama irak, yang umumnya adalah pengikut mazhab hanafi an-nukmi. Perkembangan mazhab maliki ke afrika, mazhab ini akhirnya terpengaruh dengan mazhab al qabisi yang mereka pilih untuk
4
diikuti, dan disebarkan dikawasan afrika utara. faham al qabisi mendapat tempat bagi masyarakat terutama ketika aliran filsafat, akal dan agama kurang mendapat simpati dari masyarakat. 1. Umur peserta didik Al Qabisi sebagai seorang ahli fiqh dan hadits mempunyai
pendapat tentang agama yaitu mengenai pengajaran anak-anak di kutab-kutab. Mazhab qabisi berpendapat bahwa pendidikan anakanak sebagai tiang yang pertama dalam pendidikan islam, sebab membangun pendidikan sama dengan membangun dasar yang kokoh maka oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendidikan anak-anak harus dengan sungguh-sungguh, karena mengajar anakanak merupakan tuntutan bangsa, dalam hal usia pendidikan al qabisi tidak menjelaskan tentang batasan umur dalam mengkuti pendidikan dikuttab, mengingat pendidikan anak merupakan tugas dan tanggung jawb orang tua sampai anak menjadi seorang mukallaf. 2. Tujuan pendidikan Sebagai seorang yang memiliki keteguhan dalam agama ini dibuktikan dengan keluasan ilmunya dalam bidang fikih yang berdasarkan al qur’an dan hadits, dalam merumuskan tujuan pendidikanpun al qabisi menghendaki bahwa tujuan pendidikan
5
adalah untuk menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Lebih spesifiknya begitu menurut al jumbulati bahwa al qabisi ingin mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh pada
ajarannya , serta berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni.selain itu juga al qabisi mengginginkan anak-anak memiliki ketrampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuannya dalam mencari nafkah.
3. Metode pendidikan dan kurikulum pengajaran
Anak-anak yang belajar dikuttab mula-mula yang diajarkan adalah menghapal al qur’an, menulis. Anak-anak belajar dikuttab sampai akil baligh, yang dipelajari adalah ilmu-ilmu al qur’an, menulis, nahu dan bahasa arab, dengan metode menghafal dan demontrasi dimana siswa mulai dengan menghafal secara pribadi atau kelompok, dimana guru membaca ayat tersebut dengan mengulang-ngulang kemudian murid megikuti gurunya. lingkungan social pada zaman al qabisi adalah lingkungan religious yang bersih, oleh karenanya tinjauan kerikulum
pengajaran sesuai dengan sudut pandang ahli agama. Diantara pandagan al qabisi adalah bahwa agama mempersiapkan anak6
anak untuk kehidupan yang serba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagikan dalam dua bagian yakni kurikulum ijbar (wajib) dan kurikulum iktiari (tidak wajib)1.
a. Kurikulum Ijbari
Pertama yaitu kurikulum wajib jika ditinjua dari segi
pendidikan modern adalah lebih baik dan berdaya guna, karena ini mendapat pengakuan dari Negara islam tentang cara mendidik dengan mendahulukan pengajaran al qur’an, serta dengan tulis baca serta nahwu, bahasa arab. Tidak terdapat perbedaan antara pendidikan yang diadakan dikutab-kutab pada abad ketiga H, dengan beberapa abad sesudahnya, sebab esensi keberhasilan adalah terletak pada sikap taat dengan taklid untuk melestarikan peninggalan masa lalu. Kondisi lingkungan hidup dan social-budaya pada masa al qabisi adalah bersifat keagamaan yang mentap sehingga tidak menimbulkan atheis, maka dari itu al qur’an dan shalat beserta segenap ilmu yang berkaitan pemahamannya dikenal oleh setiap orang muslim, mulai dari usaha memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu tersebut adalah wajib. ini didorong oleh gambaran yang benar dari semangat zamannya, sehingga al qabisi
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.(Jakarta.Raja Grafindo,2003).hal.28. 7
1
memperkuat dan mengabadikan system pengajaran seprti ini. Al qabisi dan ahli fiqh pada masa itu telah berusaha menerangkan pandangan mereka tentang isi kurikulum ijbari sebagai jawaban diamasanya.
b. Kurikulum Iktiyari
Ilmu-ilmu iktiyari pada jenjang pendidikan dasar adalah ilmu hitung, syair, sejarah, ilmu nahu, dan bahasa arab.kurikulum iktiyari harus tunduk kepada tujuan pendidikan pada zamanya dan memenuhi tuntutan masyarakat, juga harus sesuai dengan jenjang pendidikan. Mengikuti poolitik pendidikan yang digariskan oleh pemerintah zamannya.
1. Demokrasi pendidikan, penyatuan laki-laki dan perempuan dalam
satu ruangan Al qabisi menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim maka dengan sendirinya tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan, ia juga beraggapan bahwa setiap anak yang belajar dikuttab tidak di bedakan baik oleh status social maupun ekonomi, dalam proses belajar mengajar hendaknya seorang guru mengajar dalam satu ruangan saja dan tidak dipisahpisahkan menjadi beberapa tingkat.
8
Sejalan dengan pandangannya yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam proses belajar mengajar maka al qabisi mengatakan bahwa mengajar merupakan kewajiban agama, untuk mendukung terlaksananya demokrasi pendidikan atau pemerataan pendidikan al qabisi manganjurkan bahwa orang-orang islam yang berkemampuan material hendaknya mau berbuat banyak untuk menolong memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu atau menjadi orang tua asuh. Berkaitan dengan ini al qabisi menganjurkan dibuatnya baitul mal yang tugasnya antara lain memberikan bantuan biaya pendidikan, termasuk juga biaya untuk tenaga pengajar. Al qabisi tidak setuju dalam proses belajar mengajar
bbercampur antara anak laki-laki dan perempuan didalam kuttab, sehingga anak-anak itu belajar hingga baliqh menurut al qabisi, bahwa percampuran itu tetap berkesan tidak baik, walau kelihatan kuno namun ia yakin bahwa itu adalah yang sesuai dengan ajaran agama islam. Selain itu juga ia berpendapat bahwa anak-anak itu akan rusak moralnya, al qabisi melihat bahwa dorongan jiwa anak terhadap lain jenis dapat merubah sikap akhlak dan agamanua,
sebab pemenuhan dorongan jenis kelamin merupakan tenaga yang kuat dalam jiwa remaja.2 Ada beberapa nilai yang dapat disimpulkan dari pandangan al qabisi tentang konsep pendidikan yang ia tawarkan : a. Dari segi peserta didik; ia tidak membatasi umur dan golongan serta jenis kelamin dengan alasan bahwa setiap orang islam berhak mendapatkan pendidikan dimanapun dan dengan kondisi social ekonomi apapun.
b. Dari segi metode;
dalam melaksanakan pembelajaran
hendaknya seorang guru betul-betul memahami peserta didiknya dengan memberikan pelajaran hanya untuk satu kelas saja(kusus untuk tingkat ibtidaiyah), dalam
melaksanakan pembelajaran siswa diharuskan menghapal secara berulang-ulang, setelah didemontrasikan
bacaaannya oleh guru. c. Dari segi bahan ajar/meteri palajaran al qabisi membagikan dua bahan ajar yaitu bahan ajar ijbary dan iktiyari, yang dapat disesuaikan dengan situasi zaman,
Arifin. terjm. Perbandingan Pendidikan Islam .Ali Jumbulati (Jakarta . Rineka cipta.cet.II.2002).hal.76. 10
d. Dari
segi
tujuan
pendidikan;
al
qabisi
menekankan
pentingnya nilai etika dan moral dalam menetapkan tujuan pendidikan.
e. Nilai paling subtansial dimasanya adalah kemampuanya
dalam
mencetuskan
pendidikan
sebagai
al
ternatif
pemahaman masyarakat, juga sebagai salah satu jawaban terhadap persoalan yang tidak terakomodir dalam mazhab Ahlusunnah fiqh dan al hadits, tentang tujuan yang ingin
dicapai dari proses pendidikan yaitu perpaduan antara nilai ketuhanan dan aplikasinya yang dilandasi dengan akhlak dan etikan qur’an.
Filsafat Jiwa menurut Ibnu Sina.(A:10). Jawaban ini mungkin tidak begitu memuaskan karena yang menjadi esensi dari pandangan ibnu sina tentang dimensi filsafat tentang jiwa dalam penjelasan berikut, tapi akan dicoba dengan memberikan gambaran secara sepintas lalu. Ibnu sina dia merupakan salah seorang yang filosof dimasa yang menonjol dimana pemikiran filsafatnya sangat beragam, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, dalam konteks pendidikan ia sangat menekankan tentang pengembangan dan pemeliharaan
11
mental dan fisik. Ibnu sina mencoba menghubungkan pendidikan akhlak dengan kesehatan rohani dan jasmani, serta kewajiban memelihara akhlak sesuai dengan tuntutan pendidikan anak. Ia mengingatkan “wajib diupayakan sungguh-sungguh memelihara akhlak anak dengan cara tidak menimpakan amarah secara berlebih-lebihan atau menakut-nakuti secara berlebih-lebihan atau dengan membuatnya sedih dan membuatnya melek (tidak tidur)”. Tetapi harus dipikirkan sebaliknya bagaimana agar apa yang disukai anak, dan apa yang menjadi hobinya dapat didekatkan secara dekat kepada mereka. Sedangkan apa yang ia benci jauhkan dari padanya, juga janganlah dihadapkan kepada kesulitan,
melainkan
harus di beri
kemudahan untuk
mengembangkan
keahliannya. Banyak filosof yang memliki perhatian yang mendalam tentang jiwa mulai dari plato, aristoteles hingga ibnu sina, ibnu sina dianggap orang yang lebih serius dalam mendalami dan
menjelaskan tentang jiwa ini dapat dilahat dari karya-karyanya dan perhatiannya tentang jiwa telah terlihat sejak ia muda dengan menulis tentang pandangannya menyangkut kejiwaan, beberapa karyanya yang monumental adalah al qanun, asyifa dan al najah dalam tiga karyanya ini ia memberikan perhatian yang lebih
12
konprehensif tentang jiwa, dalam al qanun ia menjelaskan jiwa menurut metoda kedokteran, yang paling berkesan dalam
penjelasannya tentang kekuatan jiwa adalah yang dipersembahkan kepada khalifah Nuh bin Mansur, kemudian dilengkapi dengan pembahasan pengetahuan jiwa rasional dan hal ihwalnya. Dalam menjelaskan bahwa jiwa itu adalah jauhar rohani, definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan subtansi rohani, tidaka tersusun dari meteri-meteri sebagaimana jasad. ibnu sina dalam menjelaskan defenisi ini tidak keluar dari kontek filsafatnya secara global, dalam memberikan penjelasan mmenyangkut jiwa ia memilki metode dan tujuan tersendiri, usahanya dalam
mengkompromikan, menyusun dan menghimpun sehingga memilki karasteristik tersendiri.3 Ibnu sina dalam menindentifikasi dan menjelaska jiwa paling tidak menurutnya jiwa memiliki dua aspek :
A. Segi Fisika;
Membicarkan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. 1. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jadi jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya
A. Mustafa , FILSAFAT ISLAM ,Untuk Fakultas Tarbiyah Syariah, Dakwah, Adab Dan Ushuluddin(Bandung:Pustaka Setia.1999).hal.204. 13
3
berfungsi untuk makan, tumbuh dan berkkembang biak. 2. Jiwa binatang mempunya dua daya;
a. gerak(al mutaharrikat) dan menangkap b. (al mudrikat), daya yang terakhir ini terbagi dala dua
bagian:
1. Menangkap dari luar(al mudrikat min al kharij) 2. Menangkap dari dalam(al mudrikat min ad dhaqil)
Indra indra batin (al hawas al bathiniyat) terdiri atas: a. indra bersama (al hiss al musytarak) b.indra al khayal c. imajinasi d. indra wahmiyah e. indra pemeliharaan(rekoleksi). 3. Jiwa manusia, yang disebut juga al nafsu anthiqat mempunyai dua daya: yaitu daya praktis (al’amilat) dan tioritis ( al alimat ).daya praktis berhubungan dengan jasad sedangkan daya teoritis berhubungan dengan hal yang abstrak.daya tioritis memiliki empat tingkat: a. akal materil (al aql al hayulany) memiliki potensi yang belum dilatih b. akal al malakat (al aql al malakat) telah mulai dilatih hal-hal abstrak.
14
c. akal actual (al aql bi af’ali) tentang yang abstrak.
yang telah dapat berfikir
d. akal mustafad(al aql al mustafad) telah dapat menerima dan sanggup berfikir dan dapat berhubungan dan dapat
menerima limpahan ilmu pengetahuan. B. Meta Fisikan Membicarkan Hal-Hal Berikut. 1. Wujud Jiwa Dalam membuktikan adanya jiwa ibnu sina mengenukakan empat alasan berikut: a. Dalil alam kejiwaan. 1. Gerakan paksaan yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda disebabkan adanya dorongan. 2. Gerakan tidak terpaksa. Yaitu gerakan yang terjadi baik yang sesuai dengan hokum alam maupun yang berlawanan. a. Konsep “aku” dan kesatuan fanomena psikologis. Dalam pemahaman ini ibnu sina menjelaskan kesatuan antara fisik dan jiwa, sebagai contoh ia menjelaskan ketika seseorang mengatakan mata akan tapi tidur maka yang atau tidur ketika
(tepejam)bukanlah
jiwanya
15
seseorang mengajak berbincang maka pada hakikatnya yang berbincang adalah jiwanya. Dalam psikologis terdapat keserasian dan koordinasi yang mengesankan yang menunjukkan adanya seuatu kekuatan yang mengatur dan menguasainya.walaupun kadang
saling bertentangan namun pada dasarnya berada pada satu focus, yang dan dapat tetap memiliki hubungan yang kokoh bagian-bagian dan yang
menghimpun yang
berjauhan.kekuatan tersebut adalah jiwa. b. Dalil kontiuitas
mengatur
menguasai
Pandangan ini didasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad.jasad manusia akan senantiasa akan mengalami perubahan dan pergantian.demikian juga halnya dengan bagian jasad yang lain, selalu mengalami perubahan, sedangkan jiwa akan bersifat kontiu (istimrar), tidak mengalami perubahan dan pergantian. c. Dalil manusia malayang atau terbang diudara. Diandaikan jika seseorang jikan seseorang yang diciptakan sekali jadi dan memiliki wujud yang sempurna, kemudian diletakkan dalam dalam udara dengan mata tertutup,
16
namun demikian ia dapat merasakan bahwa ia itu ada, pada saat itu juga ia menghayal bahwa bahwa ia memiliki tangan dan seterusnya, dengan demikian, berarti bahwa penentapan tentang wujud dirinya bukanlah hal dari indra dan jasmaniyah, melainkan dari sumber lain yang berbeda dengan jasad yakni jiwa. Ibnu sina menjelaskan bahwa kesatuan antara jiwa dan jasad adalah bersifat accident, hancurnya jasad tidak akan membawa hancurnya jiwa(roh), untuk mendukung pendapatnya mengemukakan beberapa argument;
a. Jiwa dapat mengetahui objek fikiran(ma’qulat)dan ini tidak
ini ia
dapat dilakukan oleh jasad.
b. Jiwa dapat mengetetahui hal-hal yang abstrak(Kully), dan
juga zat dan alat. c. Jasad atau organ digunakan terus menerus akan rusak dan lelah, sedangkan jiwa tidak. d. Jasad dan perangkatnya akan mengalami kelemahan pada waktu usia tua.
C.Hubungan Jiwa Dan Jasad.
17
Menurut ibnu sina antara jiwa dan jasad memiliki hubungan yang erat dan keduanya saling membantu, jasad adalah tempat bagi jiwa, adanya jasad merupakan syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain jiwa tidak akan diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Walau penegasan ini sebelumnya telah dikemukakan oleh para filosof seperti plato yang menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad, aristoteles menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad bersifat essensial sedangkan plato
mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan jasad bersifat accident dengan demikian bisa diketahui kemana arah kecndrungan pemikiran ibnu sina menyangkut hubungan antara jiwa dan jasad. D.Kekekalan Jiwa Ibnu sina berpandangan bahwa jiwa manusia diciptakan setiap kali jasad yang akan ditempatinya telah ada.dari penjelasan ini ia mencoba menberikan argumentasi yang berlawanan dengan plato dimana plato mengatakan bahwa jiwa telah ada dialam ide sebelum yang akan ditempati itu ada. Ibnu sina memiliki kecendrungan berkesimpulan sesuai
dengan apa yang disinyalkan dalam al qur’an. Menurutnya jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal dalam bentuk
18
individual, yang akan menerima pembalasan. kekalnya itu karena dikekalkan Allah.jadi jiwa itu baharu karena diciptakan punya awal dan akhir. Untuk menjelaskan kekalnya jiwa ibnu sina mengemukakan dalil-dalil berikut: a. Dali al infishal; yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat accident masing-masing unsure mempunyai
subtansi tersendiri yang berbeda satu dan lainya. b. Dalil bashathat; yaitu jiwa adalah juahar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Sebab hidup adalah sifat jiwa. Dan mustahil bersifat lawanya yaitu mati dan fasad.
c. Dalil al musyabahat; dalil ini bersifat metafisik. Jiwa
manusia, sesuai dengan filsafat esensi, bersumber dari akal fa’al(akal sepuluh)sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal sepuluh merupakan esensi yang berfikir, azali, kekal, maka akal sebagai ma’ul (akibat)-nya akan kekal sebagaimana ‘illat (sebab)-nya.4
Dari penjelasan ini ibnu sina mengemukakan bahwa pada hari akhir nanti yang dibankitkan hanyalah roh sedangkan jasad
Sirajuddin zar, Filsafat Islam. filosof dan filsafatnya. (Jakarta. PT.Raja Grafindo persada.2007),hal.104. 19
4
tidak sehingga sebagian filosof muslim semisal al ghazali mengkritik pandagan ibnu sina ini.Sejauh penjelasan ibnu sina bahwa jiwa mansia jauh lebih mulia dari jiwa binatang dan tumbuhan ini dikeranakan jiwa manusia mempunyai daya-daya selain sebagai dasar befikir.
Prospek (B:10).
Rekontruksionisme
dalam
Pendidikan
Global.
Untuk menjelaskan hal ini ada baiknya kita melihat kembali konsep seperti apa yang ditawarkan oleh aliran ini, sehingga sebagian orang menganggap rekontruksionalisme dianggap sebagai aliran filsafat yang memiliki peran begitu besar kususnya dalam bidang pendidikan untuk masa yang akan datang. Rekontruksionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang lahir pada abad ke 19 yang dipelopori oleh George count, Harold rug, rekontruksionalisme berpandagan pentingnya merekontruksi
kembali kehidupan manusia dengan sebuah pemahaman yang baru, dan sama sekali baru. Filsafat ini mencoba memperbaiki atau mengatasi krisis kehidupan modern, dalam hal ini
rekontrusionalisme sepakat dengan apa yang diperjuangkan oleh perenialisme. Jika perenialisme ingin mengembalikan masyarakat
20
keabad pertengehan, maka rekontruksionalisme agak berbeda, dimana rekontruksionalisme menempuh cara membina suatu
kosesus yang lebih luas tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.5 Rekontruksionalisme berpandangan bahwa untuk
membangun sebuah masyaratkan yang benar-benar baru adalah dengan pendidikan, dan sebuah konsesus yang disepakati oleh semua orang, sehingga tokoh aliran ini mengatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah, adalah mampu menghasilkan manusiamanusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif pada saat bersamaan membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini. Menurut aliran ini juga bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. oleh sebab itu membina kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat, adalah atas dasar norma dan nilai yang pandang amat penting. Pandangan mereka yang sangat demokratis dan menglobal adalah ketika rekontruksionalisme mangatakan bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah
Disadur dari makalah Pendidikan Menurut Rekontruksionalisme dan bacaan lainnya. 21
5
oleh rakyat secara demokrasi dan bukan dunia yang dikuasai oleh sebagian orang, Sehingga untuk mencapai itu mereka
menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemapuan peserta didik secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana yang bebas. Melihat beberapa hal dalam ranah pemikiran aliran
rekontruksionalisme terutama dalam pendidikan mereka lebih menekankan pada aspek realita dimana mereka mengadopsi pandangan memandang membutuhkan kaum bahwa progressive, untuk sehingga rekontruksionalisme realita alam nyata dapat
memahami kedua
pengetahuan.
dasar
kebenaran
dibuktikan dengan yang ada pada diri sendiri. Menyimak sekalian penjelasan diatas ada nilai prospektif sehingga sebagian orang mengganggap bahwa rekonruksionalisme memang dapat diterapkan dimasa yang akan datang, ini didasarkan pada beberapa alasan pertama tuntutan akan kemajuan ilmu dalam
pengetahuan,
kedua
kebutuhan
kebersamaan
pemenuhan kebutuhan manusia yang dapat dilakukan tanpa batasan jarak geografi, ketiga kebutuhan akan rasa nyaman dari
22
semua manusia dalam sebuah tatanan bumi yang menglobal , sehingga tanpa jarak dengan sendirinya masyarakat sangat
membutuhkan sebuah tatanan masyarakat yang demokrasi. Dalam hal pendidikan adalah ide-ide rekontruksionalisme memang bukan akan berjalan akan tetapi sekarang justru itu yang sedang berjalan, ini dapat dilihat dari berbagai lembaga pendidikan yang menerima siswa-mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar secara bersama dengan standard dan nilai yang sama, sehigga dengan sendirinya akan tercipta sebuah pengalaman pendidikan yang menglobal, pada tingkat pendidikan menengahkebawah sekarang banyak sekolah yang telah menerapkan system, materi ajar, kompetensi dengan standar-standar yang berlaku secara global. Ini adalah indikasi bahwa pendidikan merupakan satu alat penghubung nilai dan standar keilmuan yang merata
diberbagai belahan dunia. Tapi satu hal yang masih perlu dipertanyakan dan dianggap sebagian orang sebagai susuatu yang semu adalah pandangan rekontruksionalisme tentang usaha aliran filsafat ini mencoba mensterilkan manusia dari belenggu dampak kemajuan kemajuan teknologi, ini dikerenakan bahwa kemajuan teknologi adalah simbul dari kemajuan peradaban dan identitas perkembangan serta
23
menusia tidak akan mungkin meniggalkan teknologi, yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam metode pengajaran aliran ini lebih menekankan pada aspek siswa (student centered), sebab tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah terciptanya tatanan masyarakat yang berilmu dan berlandaskan nilai-nilai, sehingga pendidikan begitu pendidikan begitu juga kurikulum landasan pendidikan yang kuat harus dan dirumuskan dari harus
berdasarkan
hasil
riset-riset.
Pendidikan dibina untuk menciptakan kesadaran peserta didik terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi dan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan baik.
24
Filsafat Pendidikan Islam - Presentation Transcript
1. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM “ Prof.Dr.MuzayyinArifin”
Daniar Ahmad
&
OsmanSyarief
2. TugasFilsafatPendidikan Islam terbagidalam 3 dimensi
Memberikanlandasandansekaligusmengarahkanpadaprosespelaksanaanpendidikan yang berdasarkanajaran Islam
Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut
Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut
3. PengertianFilsafatPendidikan
Van Cleve Morris menyatakan,
”Secararingkaskitamengatakanbahwapendidikanadalahsendifilosofis, karenaiapadadasarnyabukaalatsosialsematauntukmengalihkancarahidupsecaramenyeluruhkepadasetiapgenerasi, tetapiiajugamenjadiagen (lembaga) yang melayanihatinuranimasyarakatdalamperjuanganmencapaiharidepan yang lebihbaik. Jadi, dilihatdaritugasdanfungsinya, pendidikanharusdapatmenyerap, mengolahdanmenganalisissertamenjabarkanaspirasidanidealitasmayarakat”
4. PengertianPendidikan Islam
MenurutDr Muhammad Fadil Al Djalamy (guru besardiUniversitas Tunisia),
“PendidikanIslam adalahproses yang mengarahkanmanusiakepadakehidupan yang baikdan yang mengangkatderajatkemanusiaannyasesuaidengankemampuandasar (fitrah)dankemampuanajarannya (pengaruhdariluar)”
5. Metodestudidalamfilsafat Islam
Menurut Rene Descartes, adaempatlangkahberpikir yang rasionalis. Langkahtersebutsebagaiberikut :
Tidakbolehmenerimabegitusajahal-hal yang belumdiyakinikebenarannya, tetapiharussecarahati-hatimengkajihaltersebut
Menganalisisdanmengklasifikasikansetiappermasalahanmelaluipengujian yang telitikedalamsebanyakmungkinbagian yang diperlukanbagipemecahan yang memadai
Menggunakanpikirandengancarademikian, diawalidenganmenganalisissasaran-sasaran yang paling sederhanadan paling mudahuntukdiungkapkan, makasedikit-demisedikitakandapatmeningkatkearahmengetahuisasaran yang lebihkompleks
Dalamtiappermasalahandibuaturaian yang sempurnasertadilakukanpeninjauankembalisecaraumum, sehinggabenar-benaryakinbahwatidakadasatu pun permasalahan yang tertinggal
6. Studidalamfilsafat Islam
Dalammelakukanstuditentangfalsafahpendidikan Islam dituntutmenguasaiilmupengetahuanyang
dapatmenjadisumberpotensirujukanpemikiranpemikirbidangtersebut yang sekurangkurangnya
sebagaiberikut :
Ilmu agama Islam luasdanmendalam
Ilmupengetahuantentangkebudayaan Islam danumumsertasejarahnya
Filsafat Islam danumumsertailmu-ilmucabangkefilsafatan yang kontemporersaatini
Ilmutentangmanusia, sepertipsikologidalamsegalacabangnya yang relevandengankependidikan, sertamengenaiperkembanganhidupmanusia
Science danteknologi yang terutamaberhubunganndenganpengembanganhajathidupmanusiadan yang berpengaruhterhadappengembanganpendidikan
Ilmutentangsistem approach sertailmutentangmetodependidikandanrisetpendidikan
Pengalamantentangteknik –teknikoperasionalkependidikandalammsyarakat
Ilmupengetahuantentangkemasyarakatan(sosiologi)terutamatentangsosiologipendidikan
Ilmutentangkemanusiaanlainnya, sepertiantropologibudaya, ekologi, etnologi, dansebagainya
Ilmutentangteorikependidikanataupedagogis
7. Tugasdanfungsipendidikan
Tugasdanfungsipendidikanbersasaranpadamanusiayang
senantiasatumbuhdanberkembangmulaidariperiode
kandunganibusampaidenganmeninggaldunia. Tugas
pendidikandapatdibedakandarifungsinyasebagaiberikut:
Tugaspendidikanadalahmembimbingdanmengarahkanpertumbuhandanperkembangankehidupananakdidikdarisatutahapketahap lain sampaimeraihtitikkemampuan yang optimal
Sedangfungsipendidikan. Penyediaanfasilitaspendidikanmengandungartidantujuanbersifatstrukturaldaninstitusional.
8. TantanganPendidikan Islam
Bentuktantangan yang dihadapiolehlembaga
pendidikanIslam saatinimeliputibidang – bidang
berikutini :
Politik
Kebudayaan
Ilmupengetahuandanteknologi,.
Ekonomi
Kemasyarakatan
Sistemnilai
9. Sikapdalammenghadapitantangan
Sikaptakacuhterhadaptantanganperubahansosial
Sikapmengakuiadanyaperubahansosialtetapimenyerahkanpemecahannyakepadaorang lain
Sikap yang mengidentifikasiperubahandanberpartsisipasidalamperubahanitu
Sikap yang lebihaktifyaitumelibatkandiridalamperubahansosialdanmenjadikandirinyasebagaipusatperubahansosial
10. ManusiadanProsesKependidikan
ProsesKependidikanmembentukmanusia yang terampil , keterampilantersebutpadaprinsipnyaterletakpadakemampuantanganmanusia (hand). Padaakhirnyaprosespendidikanituberlangsungpadatitikkemampuanberkembangnyatigahal, yaituhead, heartdanhand.
Mungkinpadamasaselanjutnya, sasaranpokokproseskependidikanmasihmengalamiperubahanataupembahasanlagi
11. BerbagaiPandangandalamprosesKependidikan Islam
Prof.Drs.A.Sigit, manusiadalamperkembangannyamengalamiprosesdalamtigafaktorperkembangan
yang salingmempengaruhi, yaitufaktorpembawaan, faktorlingkungansekitar, danfaktordialektis
(prosessalingpengaruh-mempengaruhiantarakeduafaktortersebut)
AliranEmpirisme, menyatakanbahwafaktorlingkunganmerupakanfaktordominandampaknya
terhadapprosesperkembanganmanusia. SedangkanaliranNativismeyang menganggapfaktor
pembawaanataubakatsertakemampuandasarsebagaipenentudariprosesperkembanganmanusia
Pragmatismedalamkependidikanseperti yang dikemukakanolehbeberapapendidikdiAmerika,
misalnyaJohn Dewey yang menyatakanbahwa ”pendidikanadalahprosestiadaakhir” danberbagai
prosesituberlangsungdalamberbagaitujuan, yaitusebagaiberikut :
Prosestransmisidantransformasikulturaldarigenerasikegenrasi
Proseskomunikasikarenamasyarakatterbentukdalamsistemkomunikasi. Demikian pula prosespendidikan
Proseskonservasidanprogresif, yaitumengawetkankebidayaandanmemajukankebudayaanmasyarakat
Prosesrekapitulasidanrekonstruksi : prosespengulangankebudayaannenekmotangmanusiadansekaligusmenyusunkembali (reorganize) pengalaman yang akanmemperbesarabilitas (kecakapan) mengarahkanprosespengalamanberikutnya
12. KemampuanBelajarManusia
Allah mendorongmanusiasupayamelakukanstudimendalamdanluasdenganmemfungsikanalat
indranyatentangkejadianalamsemestaini, karenadalamalamsemestainilahterletakhakikat
kebenaran, misalnyaayatberikut :
”Katakanlah, berjalanlahkamusekaliandiatasbumiini, makakamulihatlahbagaimanatimbulnyakejadianini”
(Q.S. Al Ankabut :20) ”Katakanlah, lihatlahapa yang adadilangitdandibumi” (Q.S.Yunus:101)
Dalam Islam dikenaladanya ”fitrah”, yaitukemampuandasarberagama yang dalam
perkembangannyabagiseseorangbanyakdipengaruhiolehlangkah-langkahpendidik. karenadi
dalamkemampuandasar yang disebutfitrahtersebutbenih-benihreligiositasmanusiatetap
berkembangwalaupunmanusiamenjadinonmuslimsekalipun.
faktorkejiwaan yang disebut ”insting” (ghorizah) bagaimanapundipengaruhidariluardibentuk
menjadi yang lain ataupundihapuskansamasekali, tetapbertahandalameksistensinya. Hal inidapat
dipahamidarifirman Allah sebagaiberikut :
”Demijiwadanapa yang menyempurnakannya, maka Allah mengilhakannya (dengankemampuan) memilih
jalan yang burukdanjalanketakwaaannya, seungguhberuntungorang yang membersihkanjiwanyadan
sungguhrugilahorang yang mengotorinya” (Q.S.Asy Syams:7-10)
13. KurikulumdalamPendidikan Islam
kurikulumberasaldaribahasa Latin, a littlle racecourse (suatujarak yang
ditempuhdalampertandinganolah raga), yang kemudiandialihkandalam
pengertianpendidikanmenjadicircle of instruction, yaitusuatulingkaran
pengajaran, dimana guru danmuridterlibatdidalamnya.
Prof.Dr.Fadhil Al-Djalamy, Guru BesarIlmuPendidikanpadaUniversitas
Tunis, mengharapkan agar semuajenisilmu yang dikehendakidalam al-
Qur’an, diajarkankepadaanak. Ilmu-ilmuitumeliputi :
ilmu agama, sejarahilmuFalakdanilmubumi, ilmujiwa, ilmukedokteran,
ilmupertanian, ilmubiologi, ilmuhitung, ilmuhukumdanperundangan, ilmu
kemasyarakatan, ilmuekonomi, ilmubalaghah, sertaadabsertailmu
pengetahuan yang dapatmemperkembangkankehidupanmanusiadan
mempertinggiderajatnya
14. Metode dalam Pendidikan Islam
Prinsip Prinsip Metodologis dalam Al Qur’an
Pendekatan psikologis
Pendekatan Sosiokultural
Pendekatan scientific
15. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah (norma-norma)
Tujuan Fungsional
Tujuan ini bersasaran pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognitif, efektif, dan psikomotor
Tujuan Operasional
Tujuan umum atau tertinggi yang bersasaran pada pencapaian kemampuan optimal yang menyeluruh (integral) sesuai idealistis yang diinginkan.
16. Sistim Nilai dan Moral Islami
Nilai-Nilai Yang Berkualitas Relatif
Relatifitas nilai-nilai manusia adalah bersifat kultural sosiologis, yang tebentuk oleh kebudayaan masyarakatnya
Paham Naturalisme, Pragmatisme dan Idealisme
Paham Idealisme Islam tentang Sistem Nilai dan Moralitas.
“sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan” (QS Al Maaidah: 15) dan “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan Allah mengeluarkan orang orang itu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan seizin-Nya dan menujukki mereka ke jalan yang lurus” (QS Al Maaidah : 16)
17. Manusia dan Fitrah Perkembangan
Individualisasi dan Sosialisasi
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk acuan yang sebaik baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke (derajat) yang serendahnya, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus putusnya” (QS At Tiin:4-6)
Pengembangan Kepribadian
Kepribadian Muslim
DR Fadhil Al Djamaly menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tiap langkah hidupnya.
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
Revitalisasi Pendidikan Islam.(A:8). Ada beberapa alasan mengapa seolah tokoh pendidikan islam tak pernah terlahirkan atau
terlahirkan namun tak memiliki relevansi dalam kontek perkembangan ilmu pengetahuan secara global. Jawaban ini menurut saya dan hanya mencoba menjawab mungkin ini tidak termasuk jawaban dari tugas final saya.
1. Walau harus kita akui memang seolah pendidikan atau
perkembangan ilmu pengetahuan tak pernah ada dalam islam, ini ditandai dengan tingginya peradaban barat
terutama setelah islam kalah dalam perang salib, yang mengubah pusat trend ilmu pengetahuan dari timur kebarat, sehingga lahirlah istilah islamisasi, lahirnya istilah islamisasi menunjukkan kedangkalan dan ketidak komprehensifnya kalangan ilmuan dan cendikiawan islam dalam memehami dasar dan sumber ilmu yang sesungguhnya. Walau kita akui dalam perkembangan terkhir barat justru merajai kemajuan namun benar adanya bahwa hampir sebagian besar
perkembangan sains dan ilmu pengetahuan, telah terlebih dulu di konsepkan oleh tokoh pemikir dan filosof dalam Islam dalam bidang kedokteran pendidikan, seni, filsafat dan lain sebagainya.
1
2. Lemahnya tingkat pemahaman masyarakat islam terhadap
dan kurangnya informasi telah menggelapkan mata sebagian dari kalangan islam yang seolah tokoh-tokoh islam hanya berkutat dalam fikih, selain itu interpreatasi dan penela’aahan secara mendasar terhadap apa yang merekan dapatkan sehingga islam tekesan tokoh-tokoh islam hanya bicara soal agama sebab lain adalah lemahnya kemampuan para
intelektual islam sekarang dalam menentukan ukuran-ukuran keilmuan dan hanya selalu merujuk pada barat walau sesungguhnya para pemikir dan ahli-ahli islam telah jauh sebelumnya menjelaskan hal tersebut, sebut saja conotohnya seperti. Tiori-tiori pendidikan, komponan-konponen
pangajaran dan lain sebagainya.
3. Sebagai jawabanya, tentu konsep-konsep keilmuan kususnya
pendidikan harus dibangun kembali dengan sumber-sumber dari islam sendiri, serta dengan interpretasi sungguh-sungguh dari konsep-konsep pendidikan atau nilai-nilai filosofis edukasi yang pernah di kemukakan oleh para konseptor atau filosof islam. sehingga akan muncul innovator-inovator dalam
konsep-konsep pendidikan yang lebih up to date, dan mampu menjawab tantangan dunia pendidikan.
2
4. dengan menggali dari sumber-sumber yang utuh dari para
tokoh-tokoh Islam yang mempunyai pandangan komprehensif tentang masalah pendidikan. serta menetapkan sebuah ukuran-ukuran yang jelas dan mampu dibuktikan secara ilmiah sehingga interpretasi-interpretasi tersebut mendapat respon dari berbagai kalangan. sebagai bukti pendangan pendidikan islam mampu menjawab persoalan pendidikan modern.
5. Menjadikan
pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan islam sebagai tela’ah dan mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa dan disetiap perguruan tinggi islam.
Nilai Filosofis-Pedagogis Ibnu Sahnun dan Al Qabisi.(A:1). Ibnu sahnun adalah seorang tokoh pendidikan islam abad ke tiga H. Al qabisi, merupakan murid dari ibnu sahnun, ia merupakan seorang penulis dan juga seorang ulama yang terkenal dan mempunyai perhatian yang besar dalam bidang pendidikan, al qabisi yang merupakan murid dari ibnu sahnun juga merupakan seorang ulama yang memliki perhatian yang besar terhadap pendidikan, ini dapat dilihat dari karya al qabisi yang dianggap konpehensif dari beberapa penulis dan ulama lain sebelumnya,
3
yang juga berminat dalam lapangan pendidikan sebagai contoh adalah ibnu sahnun, ibnu khaldun dll. Dalam tulisan ini hanya dijelaskan tentang pandangan dan konsep-konsep pendidikan islam yang dikemukan oleh al qabisi. Dia adalah seorang tokoh, ulama hadits dan seorang tokoh dalam bidang pendidikan, yang hidup antara 324-403H dikota Qaeruan, nama lengkapnya adalah ; abu hasan ali bin Muhammad bin qallaf al qabisi, ia lahir pada bulan ra’jab 224H, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah ponakan dari seorang yang berasal dari kafilah al qabisi, selain itu juga pamanya selalu memakai surban rapat-rapat sehingga dipanggil qabisi. Para pengamat aliran al qabisi sepakat bahwa ia adalah seorang ulama yang hafal hadits dan terkemuka dalam dalam bidang pendidikan serta alim dalam bidang hadits, ia juga mengintegrasikan antara ilmu dan ibadah, al syahrastani
menjelaskan bahwa mujtahid dan tokoh-tokoh islam terbagi dalam dua golongan yaitu golongan ahli hadits dan fikih dan ahli rakyi di lain pihak (ahli fikir analitis). Golongan ahli rakyi adalah para ulama irak, yang umumnya adalah pengikut mazhab hanafi an-nukmi. Perkembangan mazhab maliki ke afrika, mazhab ini akhirnya terpengaruh dengan mazhab al qabisi yang mereka pilih untuk
4
diikuti, dan disebarkan dikawasan afrika utara. faham al qabisi mendapat tempat bagi masyarakat terutama ketika aliran filsafat, akal dan agama kurang mendapat simpati dari masyarakat. 1. Umur peserta didik Al Qabisi sebagai seorang ahli fiqh dan hadits mempunyai
pendapat tentang agama yaitu mengenai pengajaran anak-anak di kutab-kutab. Mazhab qabisi berpendapat bahwa pendidikan anakanak sebagai tiang yang pertama dalam pendidikan islam, sebab membangun pendidikan sama dengan membangun dasar yang kokoh maka oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendidikan anak-anak harus dengan sungguh-sungguh, karena mengajar anakanak merupakan tuntutan bangsa, dalam hal usia pendidikan al qabisi tidak menjelaskan tentang batasan umur dalam mengkuti pendidikan dikuttab, mengingat pendidikan anak merupakan tugas dan tanggung jawb orang tua sampai anak menjadi seorang mukallaf. 2. Tujuan pendidikan Sebagai seorang yang memiliki keteguhan dalam agama ini dibuktikan dengan keluasan ilmunya dalam bidang fikih yang berdasarkan al qur’an dan hadits, dalam merumuskan tujuan pendidikanpun al qabisi menghendaki bahwa tujuan pendidikan
5
adalah untuk menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Lebih spesifiknya begitu menurut al jumbulati bahwa al qabisi ingin mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh pada
ajarannya , serta berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni.selain itu juga al qabisi mengginginkan anak-anak memiliki ketrampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuannya dalam mencari nafkah.
3. Metode pendidikan dan kurikulum pengajaran
Anak-anak yang belajar dikuttab mula-mula yang diajarkan adalah menghapal al qur’an, menulis. Anak-anak belajar dikuttab sampai akil baligh, yang dipelajari adalah ilmu-ilmu al qur’an, menulis, nahu dan bahasa arab, dengan metode menghafal dan demontrasi dimana siswa mulai dengan menghafal secara pribadi atau kelompok, dimana guru membaca ayat tersebut dengan mengulang-ngulang kemudian murid megikuti gurunya. lingkungan social pada zaman al qabisi adalah lingkungan religious yang bersih, oleh karenanya tinjauan kerikulum
pengajaran sesuai dengan sudut pandang ahli agama. Diantara pandagan al qabisi adalah bahwa agama mempersiapkan anak6
anak untuk kehidupan yang serba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagikan dalam dua bagian yakni kurikulum ijbar (wajib) dan kurikulum iktiari (tidak wajib)1.
a. Kurikulum Ijbari
Pertama yaitu kurikulum wajib jika ditinjua dari segi
pendidikan modern adalah lebih baik dan berdaya guna, karena ini mendapat pengakuan dari Negara islam tentang cara mendidik dengan mendahulukan pengajaran al qur’an, serta dengan tulis baca serta nahwu, bahasa arab. Tidak terdapat perbedaan antara pendidikan yang diadakan dikutab-kutab pada abad ketiga H, dengan beberapa abad sesudahnya, sebab esensi keberhasilan adalah terletak pada sikap taat dengan taklid untuk melestarikan peninggalan masa lalu. Kondisi lingkungan hidup dan social-budaya pada masa al qabisi adalah bersifat keagamaan yang mentap sehingga tidak menimbulkan atheis, maka dari itu al qur’an dan shalat beserta segenap ilmu yang berkaitan pemahamannya dikenal oleh setiap orang muslim, mulai dari usaha memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu tersebut adalah wajib. ini didorong oleh gambaran yang benar dari semangat zamannya, sehingga al qabisi
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.(Jakarta.Raja Grafindo,2003).hal.28. 7
1
memperkuat dan mengabadikan system pengajaran seprti ini. Al qabisi dan ahli fiqh pada masa itu telah berusaha menerangkan pandangan mereka tentang isi kurikulum ijbari sebagai jawaban diamasanya.
b. Kurikulum Iktiyari
Ilmu-ilmu iktiyari pada jenjang pendidikan dasar adalah ilmu hitung, syair, sejarah, ilmu nahu, dan bahasa arab.kurikulum iktiyari harus tunduk kepada tujuan pendidikan pada zamanya dan memenuhi tuntutan masyarakat, juga harus sesuai dengan jenjang pendidikan. Mengikuti poolitik pendidikan yang digariskan oleh pemerintah zamannya.
1. Demokrasi pendidikan, penyatuan laki-laki dan perempuan dalam
satu ruangan Al qabisi menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim maka dengan sendirinya tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan, ia juga beraggapan bahwa setiap anak yang belajar dikuttab tidak di bedakan baik oleh status social maupun ekonomi, dalam proses belajar mengajar hendaknya seorang guru mengajar dalam satu ruangan saja dan tidak dipisahpisahkan menjadi beberapa tingkat.
8
Sejalan dengan pandangannya yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam proses belajar mengajar maka al qabisi mengatakan bahwa mengajar merupakan kewajiban agama, untuk mendukung terlaksananya demokrasi pendidikan atau pemerataan pendidikan al qabisi manganjurkan bahwa orang-orang islam yang berkemampuan material hendaknya mau berbuat banyak untuk menolong memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu atau menjadi orang tua asuh. Berkaitan dengan ini al qabisi menganjurkan dibuatnya baitul mal yang tugasnya antara lain memberikan bantuan biaya pendidikan, termasuk juga biaya untuk tenaga pengajar. Al qabisi tidak setuju dalam proses belajar mengajar
bbercampur antara anak laki-laki dan perempuan didalam kuttab, sehingga anak-anak itu belajar hingga baliqh menurut al qabisi, bahwa percampuran itu tetap berkesan tidak baik, walau kelihatan kuno namun ia yakin bahwa itu adalah yang sesuai dengan ajaran agama islam. Selain itu juga ia berpendapat bahwa anak-anak itu akan rusak moralnya, al qabisi melihat bahwa dorongan jiwa anak terhadap lain jenis dapat merubah sikap akhlak dan agamanua,
sebab pemenuhan dorongan jenis kelamin merupakan tenaga yang kuat dalam jiwa remaja.2 Ada beberapa nilai yang dapat disimpulkan dari pandangan al qabisi tentang konsep pendidikan yang ia tawarkan : a. Dari segi peserta didik; ia tidak membatasi umur dan golongan serta jenis kelamin dengan alasan bahwa setiap orang islam berhak mendapatkan pendidikan dimanapun dan dengan kondisi social ekonomi apapun.
b. Dari segi metode;
dalam melaksanakan pembelajaran
hendaknya seorang guru betul-betul memahami peserta didiknya dengan memberikan pelajaran hanya untuk satu kelas saja(kusus untuk tingkat ibtidaiyah), dalam
melaksanakan pembelajaran siswa diharuskan menghapal secara berulang-ulang, setelah didemontrasikan
bacaaannya oleh guru. c. Dari segi bahan ajar/meteri palajaran al qabisi membagikan dua bahan ajar yaitu bahan ajar ijbary dan iktiyari, yang dapat disesuaikan dengan situasi zaman,
Arifin. terjm. Perbandingan Pendidikan Islam .Ali Jumbulati (Jakarta . Rineka cipta.cet.II.2002).hal.76. 10
d. Dari
segi
tujuan
pendidikan;
al
qabisi
menekankan
pentingnya nilai etika dan moral dalam menetapkan tujuan pendidikan.
e. Nilai paling subtansial dimasanya adalah kemampuanya
dalam
mencetuskan
pendidikan
sebagai
al
ternatif
pemahaman masyarakat, juga sebagai salah satu jawaban terhadap persoalan yang tidak terakomodir dalam mazhab Ahlusunnah fiqh dan al hadits, tentang tujuan yang ingin
dicapai dari proses pendidikan yaitu perpaduan antara nilai ketuhanan dan aplikasinya yang dilandasi dengan akhlak dan etikan qur’an.
Filsafat Jiwa menurut Ibnu Sina.(A:10). Jawaban ini mungkin tidak begitu memuaskan karena yang menjadi esensi dari pandangan ibnu sina tentang dimensi filsafat tentang jiwa dalam penjelasan berikut, tapi akan dicoba dengan memberikan gambaran secara sepintas lalu. Ibnu sina dia merupakan salah seorang yang filosof dimasa yang menonjol dimana pemikiran filsafatnya sangat beragam, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, dalam konteks pendidikan ia sangat menekankan tentang pengembangan dan pemeliharaan
11
mental dan fisik. Ibnu sina mencoba menghubungkan pendidikan akhlak dengan kesehatan rohani dan jasmani, serta kewajiban memelihara akhlak sesuai dengan tuntutan pendidikan anak. Ia mengingatkan “wajib diupayakan sungguh-sungguh memelihara akhlak anak dengan cara tidak menimpakan amarah secara berlebih-lebihan atau menakut-nakuti secara berlebih-lebihan atau dengan membuatnya sedih dan membuatnya melek (tidak tidur)”. Tetapi harus dipikirkan sebaliknya bagaimana agar apa yang disukai anak, dan apa yang menjadi hobinya dapat didekatkan secara dekat kepada mereka. Sedangkan apa yang ia benci jauhkan dari padanya, juga janganlah dihadapkan kepada kesulitan,
melainkan
harus di beri
kemudahan untuk
mengembangkan
keahliannya. Banyak filosof yang memliki perhatian yang mendalam tentang jiwa mulai dari plato, aristoteles hingga ibnu sina, ibnu sina dianggap orang yang lebih serius dalam mendalami dan
menjelaskan tentang jiwa ini dapat dilahat dari karya-karyanya dan perhatiannya tentang jiwa telah terlihat sejak ia muda dengan menulis tentang pandangannya menyangkut kejiwaan, beberapa karyanya yang monumental adalah al qanun, asyifa dan al najah dalam tiga karyanya ini ia memberikan perhatian yang lebih
12
konprehensif tentang jiwa, dalam al qanun ia menjelaskan jiwa menurut metoda kedokteran, yang paling berkesan dalam
penjelasannya tentang kekuatan jiwa adalah yang dipersembahkan kepada khalifah Nuh bin Mansur, kemudian dilengkapi dengan pembahasan pengetahuan jiwa rasional dan hal ihwalnya. Dalam menjelaskan bahwa jiwa itu adalah jauhar rohani, definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan subtansi rohani, tidaka tersusun dari meteri-meteri sebagaimana jasad. ibnu sina dalam menjelaskan defenisi ini tidak keluar dari kontek filsafatnya secara global, dalam memberikan penjelasan mmenyangkut jiwa ia memilki metode dan tujuan tersendiri, usahanya dalam
mengkompromikan, menyusun dan menghimpun sehingga memilki karasteristik tersendiri.3 Ibnu sina dalam menindentifikasi dan menjelaska jiwa paling tidak menurutnya jiwa memiliki dua aspek :
A. Segi Fisika;
Membicarkan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. 1. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jadi jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya
A. Mustafa , FILSAFAT ISLAM ,Untuk Fakultas Tarbiyah Syariah, Dakwah, Adab Dan Ushuluddin(Bandung:Pustaka Setia.1999).hal.204. 13
3
berfungsi untuk makan, tumbuh dan berkkembang biak. 2. Jiwa binatang mempunya dua daya;
a. gerak(al mutaharrikat) dan menangkap b. (al mudrikat), daya yang terakhir ini terbagi dala dua
bagian:
1. Menangkap dari luar(al mudrikat min al kharij) 2. Menangkap dari dalam(al mudrikat min ad dhaqil)
Indra indra batin (al hawas al bathiniyat) terdiri atas: a. indra bersama (al hiss al musytarak) b.indra al khayal c. imajinasi d. indra wahmiyah e. indra pemeliharaan(rekoleksi). 3. Jiwa manusia, yang disebut juga al nafsu anthiqat mempunyai dua daya: yaitu daya praktis (al’amilat) dan tioritis ( al alimat ).daya praktis berhubungan dengan jasad sedangkan daya teoritis berhubungan dengan hal yang abstrak.daya tioritis memiliki empat tingkat: a. akal materil (al aql al hayulany) memiliki potensi yang belum dilatih b. akal al malakat (al aql al malakat) telah mulai dilatih hal-hal abstrak.
14
c. akal actual (al aql bi af’ali) tentang yang abstrak.
yang telah dapat berfikir
d. akal mustafad(al aql al mustafad) telah dapat menerima dan sanggup berfikir dan dapat berhubungan dan dapat
menerima limpahan ilmu pengetahuan. B. Meta Fisikan Membicarkan Hal-Hal Berikut. 1. Wujud Jiwa Dalam membuktikan adanya jiwa ibnu sina mengenukakan empat alasan berikut: a. Dalil alam kejiwaan. 1. Gerakan paksaan yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda disebabkan adanya dorongan. 2. Gerakan tidak terpaksa. Yaitu gerakan yang terjadi baik yang sesuai dengan hokum alam maupun yang berlawanan. a. Konsep “aku” dan kesatuan fanomena psikologis. Dalam pemahaman ini ibnu sina menjelaskan kesatuan antara fisik dan jiwa, sebagai contoh ia menjelaskan ketika seseorang mengatakan mata akan tapi tidur maka yang atau tidur ketika
(tepejam)bukanlah
jiwanya
15
seseorang mengajak berbincang maka pada hakikatnya yang berbincang adalah jiwanya. Dalam psikologis terdapat keserasian dan koordinasi yang mengesankan yang menunjukkan adanya seuatu kekuatan yang mengatur dan menguasainya.walaupun kadang
saling bertentangan namun pada dasarnya berada pada satu focus, yang dan dapat tetap memiliki hubungan yang kokoh bagian-bagian dan yang
menghimpun yang
berjauhan.kekuatan tersebut adalah jiwa. b. Dalil kontiuitas
mengatur
menguasai
Pandangan ini didasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad.jasad manusia akan senantiasa akan mengalami perubahan dan pergantian.demikian juga halnya dengan bagian jasad yang lain, selalu mengalami perubahan, sedangkan jiwa akan bersifat kontiu (istimrar), tidak mengalami perubahan dan pergantian. c. Dalil manusia malayang atau terbang diudara. Diandaikan jika seseorang jikan seseorang yang diciptakan sekali jadi dan memiliki wujud yang sempurna, kemudian diletakkan dalam dalam udara dengan mata tertutup,
16
namun demikian ia dapat merasakan bahwa ia itu ada, pada saat itu juga ia menghayal bahwa bahwa ia memiliki tangan dan seterusnya, dengan demikian, berarti bahwa penentapan tentang wujud dirinya bukanlah hal dari indra dan jasmaniyah, melainkan dari sumber lain yang berbeda dengan jasad yakni jiwa. Ibnu sina menjelaskan bahwa kesatuan antara jiwa dan jasad adalah bersifat accident, hancurnya jasad tidak akan membawa hancurnya jiwa(roh), untuk mendukung pendapatnya mengemukakan beberapa argument;
a. Jiwa dapat mengetahui objek fikiran(ma’qulat)dan ini tidak
ini ia
dapat dilakukan oleh jasad.
b. Jiwa dapat mengetetahui hal-hal yang abstrak(Kully), dan
juga zat dan alat. c. Jasad atau organ digunakan terus menerus akan rusak dan lelah, sedangkan jiwa tidak. d. Jasad dan perangkatnya akan mengalami kelemahan pada waktu usia tua.
C.Hubungan Jiwa Dan Jasad.
17
Menurut ibnu sina antara jiwa dan jasad memiliki hubungan yang erat dan keduanya saling membantu, jasad adalah tempat bagi jiwa, adanya jasad merupakan syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain jiwa tidak akan diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Walau penegasan ini sebelumnya telah dikemukakan oleh para filosof seperti plato yang menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad, aristoteles menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad bersifat essensial sedangkan plato
mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan jasad bersifat accident dengan demikian bisa diketahui kemana arah kecndrungan pemikiran ibnu sina menyangkut hubungan antara jiwa dan jasad. D.Kekekalan Jiwa Ibnu sina berpandangan bahwa jiwa manusia diciptakan setiap kali jasad yang akan ditempatinya telah ada.dari penjelasan ini ia mencoba menberikan argumentasi yang berlawanan dengan plato dimana plato mengatakan bahwa jiwa telah ada dialam ide sebelum yang akan ditempati itu ada. Ibnu sina memiliki kecendrungan berkesimpulan sesuai
dengan apa yang disinyalkan dalam al qur’an. Menurutnya jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal dalam bentuk
18
individual, yang akan menerima pembalasan. kekalnya itu karena dikekalkan Allah.jadi jiwa itu baharu karena diciptakan punya awal dan akhir. Untuk menjelaskan kekalnya jiwa ibnu sina mengemukakan dalil-dalil berikut: a. Dali al infishal; yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat accident masing-masing unsure mempunyai
subtansi tersendiri yang berbeda satu dan lainya. b. Dalil bashathat; yaitu jiwa adalah juahar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Sebab hidup adalah sifat jiwa. Dan mustahil bersifat lawanya yaitu mati dan fasad.
c. Dalil al musyabahat; dalil ini bersifat metafisik. Jiwa
manusia, sesuai dengan filsafat esensi, bersumber dari akal fa’al(akal sepuluh)sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal sepuluh merupakan esensi yang berfikir, azali, kekal, maka akal sebagai ma’ul (akibat)-nya akan kekal sebagaimana ‘illat (sebab)-nya.4
Dari penjelasan ini ibnu sina mengemukakan bahwa pada hari akhir nanti yang dibankitkan hanyalah roh sedangkan jasad
Sirajuddin zar, Filsafat Islam. filosof dan filsafatnya. (Jakarta. PT.Raja Grafindo persada.2007),hal.104. 19
4
tidak sehingga sebagian filosof muslim semisal al ghazali mengkritik pandagan ibnu sina ini.Sejauh penjelasan ibnu sina bahwa jiwa mansia jauh lebih mulia dari jiwa binatang dan tumbuhan ini dikeranakan jiwa manusia mempunyai daya-daya selain sebagai dasar befikir.
Prospek (B:10).
Rekontruksionisme
dalam
Pendidikan
Global.
Untuk menjelaskan hal ini ada baiknya kita melihat kembali konsep seperti apa yang ditawarkan oleh aliran ini, sehingga sebagian orang menganggap rekontruksionalisme dianggap sebagai aliran filsafat yang memiliki peran begitu besar kususnya dalam bidang pendidikan untuk masa yang akan datang. Rekontruksionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang lahir pada abad ke 19 yang dipelopori oleh George count, Harold rug, rekontruksionalisme berpandagan pentingnya merekontruksi
kembali kehidupan manusia dengan sebuah pemahaman yang baru, dan sama sekali baru. Filsafat ini mencoba memperbaiki atau mengatasi krisis kehidupan modern, dalam hal ini
rekontrusionalisme sepakat dengan apa yang diperjuangkan oleh perenialisme. Jika perenialisme ingin mengembalikan masyarakat
20
keabad pertengehan, maka rekontruksionalisme agak berbeda, dimana rekontruksionalisme menempuh cara membina suatu
kosesus yang lebih luas tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.5 Rekontruksionalisme berpandangan bahwa untuk
membangun sebuah masyaratkan yang benar-benar baru adalah dengan pendidikan, dan sebuah konsesus yang disepakati oleh semua orang, sehingga tokoh aliran ini mengatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah, adalah mampu menghasilkan manusiamanusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif pada saat bersamaan membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini. Menurut aliran ini juga bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. oleh sebab itu membina kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat, adalah atas dasar norma dan nilai yang pandang amat penting. Pandangan mereka yang sangat demokratis dan menglobal adalah ketika rekontruksionalisme mangatakan bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah
Disadur dari makalah Pendidikan Menurut Rekontruksionalisme dan bacaan lainnya. 21
5
oleh rakyat secara demokrasi dan bukan dunia yang dikuasai oleh sebagian orang, Sehingga untuk mencapai itu mereka
menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemapuan peserta didik secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana yang bebas. Melihat beberapa hal dalam ranah pemikiran aliran
rekontruksionalisme terutama dalam pendidikan mereka lebih menekankan pada aspek realita dimana mereka mengadopsi pandangan memandang membutuhkan kaum bahwa progressive, untuk sehingga rekontruksionalisme realita alam nyata dapat
memahami kedua
pengetahuan.
dasar
kebenaran
dibuktikan dengan yang ada pada diri sendiri. Menyimak sekalian penjelasan diatas ada nilai prospektif sehingga sebagian orang mengganggap bahwa rekonruksionalisme memang dapat diterapkan dimasa yang akan datang, ini didasarkan pada beberapa alasan pertama tuntutan akan kemajuan ilmu dalam
pengetahuan,
kedua
kebutuhan
kebersamaan
pemenuhan kebutuhan manusia yang dapat dilakukan tanpa batasan jarak geografi, ketiga kebutuhan akan rasa nyaman dari
22
semua manusia dalam sebuah tatanan bumi yang menglobal , sehingga tanpa jarak dengan sendirinya masyarakat sangat
membutuhkan sebuah tatanan masyarakat yang demokrasi. Dalam hal pendidikan adalah ide-ide rekontruksionalisme memang bukan akan berjalan akan tetapi sekarang justru itu yang sedang berjalan, ini dapat dilihat dari berbagai lembaga pendidikan yang menerima siswa-mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar secara bersama dengan standard dan nilai yang sama, sehigga dengan sendirinya akan tercipta sebuah pengalaman pendidikan yang menglobal, pada tingkat pendidikan menengahkebawah sekarang banyak sekolah yang telah menerapkan system, materi ajar, kompetensi dengan standar-standar yang berlaku secara global. Ini adalah indikasi bahwa pendidikan merupakan satu alat penghubung nilai dan standar keilmuan yang merata
diberbagai belahan dunia. Tapi satu hal yang masih perlu dipertanyakan dan dianggap sebagian orang sebagai susuatu yang semu adalah pandangan rekontruksionalisme tentang usaha aliran filsafat ini mencoba mensterilkan manusia dari belenggu dampak kemajuan kemajuan teknologi, ini dikerenakan bahwa kemajuan teknologi adalah simbul dari kemajuan peradaban dan identitas perkembangan serta
23
menusia tidak akan mungkin meniggalkan teknologi, yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam metode pengajaran aliran ini lebih menekankan pada aspek siswa (student centered), sebab tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah terciptanya tatanan masyarakat yang berilmu dan berlandaskan nilai-nilai, sehingga pendidikan begitu pendidikan begitu juga kurikulum landasan pendidikan yang kuat harus dan dirumuskan dari harus
berdasarkan
hasil
riset-riset.
Pendidikan dibina untuk menciptakan kesadaran peserta didik terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi dan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan baik.
24
Filsafat Pendidikan Islam - Presentation Transcript
1. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM “ Prof.Dr.MuzayyinArifin”
Daniar Ahmad
&
OsmanSyarief
2. TugasFilsafatPendidikan Islam terbagidalam 3 dimensi
Memberikanlandasandansekaligusmengarahkanpadaprosespelaksanaanpendidikan yang berdasarkanajaran Islam
Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut
Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut
3. PengertianFilsafatPendidikan
Van Cleve Morris menyatakan,
”Secararingkaskitamengatakanbahwapendidikanadalahsendifilosofis, karenaiapadadasarnyabukaalatsosialsematauntukmengalihkancarahidupsecaramenyeluruhkepadasetiapgenerasi, tetapiiajugamenjadiagen (lembaga) yang melayanihatinuranimasyarakatdalamperjuanganmencapaiharidepan yang lebihbaik. Jadi, dilihatdaritugasdanfungsinya, pendidikanharusdapatmenyerap, mengolahdanmenganalisissertamenjabarkanaspirasidanidealitasmayarakat”
4. PengertianPendidikan Islam
MenurutDr Muhammad Fadil Al Djalamy (guru besardiUniversitas Tunisia),
“PendidikanIslam adalahproses yang mengarahkanmanusiakepadakehidupan yang baikdan yang mengangkatderajatkemanusiaannyasesuaidengankemampuandasar (fitrah)dankemampuanajarannya (pengaruhdariluar)”
5. Metodestudidalamfilsafat Islam
Menurut Rene Descartes, adaempatlangkahberpikir yang rasionalis. Langkahtersebutsebagaiberikut :
Tidakbolehmenerimabegitusajahal-hal yang belumdiyakinikebenarannya, tetapiharussecarahati-hatimengkajihaltersebut
Menganalisisdanmengklasifikasikansetiappermasalahanmelaluipengujian yang telitikedalamsebanyakmungkinbagian yang diperlukanbagipemecahan yang memadai
Menggunakanpikirandengancarademikian, diawalidenganmenganalisissasaran-sasaran yang paling sederhanadan paling mudahuntukdiungkapkan, makasedikit-demisedikitakandapatmeningkatkearahmengetahuisasaran yang lebihkompleks
Dalamtiappermasalahandibuaturaian yang sempurnasertadilakukanpeninjauankembalisecaraumum, sehinggabenar-benaryakinbahwatidakadasatu pun permasalahan yang tertinggal
6. Studidalamfilsafat Islam
Dalammelakukanstuditentangfalsafahpendidikan Islam dituntutmenguasaiilmupengetahuanyang
dapatmenjadisumberpotensirujukanpemikiranpemikirbidangtersebut yang sekurangkurangnya
sebagaiberikut :
Ilmu agama Islam luasdanmendalam
Ilmupengetahuantentangkebudayaan Islam danumumsertasejarahnya
Filsafat Islam danumumsertailmu-ilmucabangkefilsafatan yang kontemporersaatini
Ilmutentangmanusia, sepertipsikologidalamsegalacabangnya yang relevandengankependidikan, sertamengenaiperkembanganhidupmanusia
Science danteknologi yang terutamaberhubunganndenganpengembanganhajathidupmanusiadan yang berpengaruhterhadappengembanganpendidikan
Ilmutentangsistem approach sertailmutentangmetodependidikandanrisetpendidikan
Pengalamantentangteknik –teknikoperasionalkependidikandalammsyarakat
Ilmupengetahuantentangkemasyarakatan(sosiologi)terutamatentangsosiologipendidikan
Ilmutentangkemanusiaanlainnya, sepertiantropologibudaya, ekologi, etnologi, dansebagainya
Ilmutentangteorikependidikanataupedagogis
7. Tugasdanfungsipendidikan
Tugasdanfungsipendidikanbersasaranpadamanusiayang
senantiasatumbuhdanberkembangmulaidariperiode
kandunganibusampaidenganmeninggaldunia. Tugas
pendidikandapatdibedakandarifungsinyasebagaiberikut:
Tugaspendidikanadalahmembimbingdanmengarahkanpertumbuhandanperkembangankehidupananakdidikdarisatutahapketahap lain sampaimeraihtitikkemampuan yang optimal
Sedangfungsipendidikan. Penyediaanfasilitaspendidikanmengandungartidantujuanbersifatstrukturaldaninstitusional.
8. TantanganPendidikan Islam
Bentuktantangan yang dihadapiolehlembaga
pendidikanIslam saatinimeliputibidang – bidang
berikutini :
Politik
Kebudayaan
Ilmupengetahuandanteknologi,.
Ekonomi
Kemasyarakatan
Sistemnilai
9. Sikapdalammenghadapitantangan
Sikaptakacuhterhadaptantanganperubahansosial
Sikapmengakuiadanyaperubahansosialtetapimenyerahkanpemecahannyakepadaorang lain
Sikap yang mengidentifikasiperubahandanberpartsisipasidalamperubahanitu
Sikap yang lebihaktifyaitumelibatkandiridalamperubahansosialdanmenjadikandirinyasebagaipusatperubahansosial
10. ManusiadanProsesKependidikan
ProsesKependidikanmembentukmanusia yang terampil , keterampilantersebutpadaprinsipnyaterletakpadakemampuantanganmanusia (hand). Padaakhirnyaprosespendidikanituberlangsungpadatitikkemampuanberkembangnyatigahal, yaituhead, heartdanhand.
Mungkinpadamasaselanjutnya, sasaranpokokproseskependidikanmasihmengalamiperubahanataupembahasanlagi
11. BerbagaiPandangandalamprosesKependidikan Islam
Prof.Drs.A.Sigit, manusiadalamperkembangannyamengalamiprosesdalamtigafaktorperkembangan
yang salingmempengaruhi, yaitufaktorpembawaan, faktorlingkungansekitar, danfaktordialektis
(prosessalingpengaruh-mempengaruhiantarakeduafaktortersebut)
AliranEmpirisme, menyatakanbahwafaktorlingkunganmerupakanfaktordominandampaknya
terhadapprosesperkembanganmanusia. SedangkanaliranNativismeyang menganggapfaktor
pembawaanataubakatsertakemampuandasarsebagaipenentudariprosesperkembanganmanusia
Pragmatismedalamkependidikanseperti yang dikemukakanolehbeberapapendidikdiAmerika,
misalnyaJohn Dewey yang menyatakanbahwa ”pendidikanadalahprosestiadaakhir” danberbagai
prosesituberlangsungdalamberbagaitujuan, yaitusebagaiberikut :
Prosestransmisidantransformasikulturaldarigenerasikegenrasi
Proseskomunikasikarenamasyarakatterbentukdalamsistemkomunikasi. Demikian pula prosespendidikan
Proseskonservasidanprogresif, yaitumengawetkankebidayaandanmemajukankebudayaanmasyarakat
Prosesrekapitulasidanrekonstruksi : prosespengulangankebudayaannenekmotangmanusiadansekaligusmenyusunkembali (reorganize) pengalaman yang akanmemperbesarabilitas (kecakapan) mengarahkanprosespengalamanberikutnya
12. KemampuanBelajarManusia
Allah mendorongmanusiasupayamelakukanstudimendalamdanluasdenganmemfungsikanalat
indranyatentangkejadianalamsemestaini, karenadalamalamsemestainilahterletakhakikat
kebenaran, misalnyaayatberikut :
”Katakanlah, berjalanlahkamusekaliandiatasbumiini, makakamulihatlahbagaimanatimbulnyakejadianini”
(Q.S. Al Ankabut :20) ”Katakanlah, lihatlahapa yang adadilangitdandibumi” (Q.S.Yunus:101)
Dalam Islam dikenaladanya ”fitrah”, yaitukemampuandasarberagama yang dalam
perkembangannyabagiseseorangbanyakdipengaruhiolehlangkah-langkahpendidik. karenadi
dalamkemampuandasar yang disebutfitrahtersebutbenih-benihreligiositasmanusiatetap
berkembangwalaupunmanusiamenjadinonmuslimsekalipun.
faktorkejiwaan yang disebut ”insting” (ghorizah) bagaimanapundipengaruhidariluardibentuk
menjadi yang lain ataupundihapuskansamasekali, tetapbertahandalameksistensinya. Hal inidapat
dipahamidarifirman Allah sebagaiberikut :
”Demijiwadanapa yang menyempurnakannya, maka Allah mengilhakannya (dengankemampuan) memilih
jalan yang burukdanjalanketakwaaannya, seungguhberuntungorang yang membersihkanjiwanyadan
sungguhrugilahorang yang mengotorinya” (Q.S.Asy Syams:7-10)
13. KurikulumdalamPendidikan Islam
kurikulumberasaldaribahasa Latin, a littlle racecourse (suatujarak yang
ditempuhdalampertandinganolah raga), yang kemudiandialihkandalam
pengertianpendidikanmenjadicircle of instruction, yaitusuatulingkaran
pengajaran, dimana guru danmuridterlibatdidalamnya.
Prof.Dr.Fadhil Al-Djalamy, Guru BesarIlmuPendidikanpadaUniversitas
Tunis, mengharapkan agar semuajenisilmu yang dikehendakidalam al-
Qur’an, diajarkankepadaanak. Ilmu-ilmuitumeliputi :
ilmu agama, sejarahilmuFalakdanilmubumi, ilmujiwa, ilmukedokteran,
ilmupertanian, ilmubiologi, ilmuhitung, ilmuhukumdanperundangan, ilmu
kemasyarakatan, ilmuekonomi, ilmubalaghah, sertaadabsertailmu
pengetahuan yang dapatmemperkembangkankehidupanmanusiadan
mempertinggiderajatnya
14. Metode dalam Pendidikan Islam
Prinsip Prinsip Metodologis dalam Al Qur’an
Pendekatan psikologis
Pendekatan Sosiokultural
Pendekatan scientific
15. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah (norma-norma)
Tujuan Fungsional
Tujuan ini bersasaran pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognitif, efektif, dan psikomotor
Tujuan Operasional
Tujuan umum atau tertinggi yang bersasaran pada pencapaian kemampuan optimal yang menyeluruh (integral) sesuai idealistis yang diinginkan.
16. Sistim Nilai dan Moral Islami
Nilai-Nilai Yang Berkualitas Relatif
Relatifitas nilai-nilai manusia adalah bersifat kultural sosiologis, yang tebentuk oleh kebudayaan masyarakatnya
Paham Naturalisme, Pragmatisme dan Idealisme
Paham Idealisme Islam tentang Sistem Nilai dan Moralitas.
“sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan” (QS Al Maaidah: 15) dan “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan Allah mengeluarkan orang orang itu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan seizin-Nya dan menujukki mereka ke jalan yang lurus” (QS Al Maaidah : 16)
17. Manusia dan Fitrah Perkembangan
Individualisasi dan Sosialisasi
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk acuan yang sebaik baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke (derajat) yang serendahnya, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus putusnya” (QS At Tiin:4-6)
Pengembangan Kepribadian
Kepribadian Muslim
DR Fadhil Al Djamaly menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tiap langkah hidupnya.
HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN MANUSIA
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN MANUSIA
I. Manusia dan Filsafat
Karenan manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi dan kondisi alam di mana dia hidup selalu berubah-rubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menantang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan memikirkan jagat raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam ghaib, alam di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta, dan jagat raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopisme, kemudian filsafat klasik, yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Plato telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya disebut Idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini, ialah : bahwa apa saja yang ada di dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, yang berada dibalik benda itu, yang disebut idea. Jadi benda yang berada dibalik benda itu, yaitu dunia idea, disitulah terletak hakekat benda itu yang sebenarnya.
Sebaliknya, Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-benda yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda yang betul-betul ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles membagi membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti : Fisika, Biologi, Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya. Oleh karena paham Aristoteles ini berpijak kepada kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia disebut ; Aliran filsafat Realisme.
Kedua aliran filsafat ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian, terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Dan kemudian muncul pula aliran-aliran filsafat dengan nama dan versi baru, tapi masih berlandaskan kepada ajaran Idealisme atau Realisme, seperti, Essensialisme, Existensialisme, Experimentalisme, dan lain-lain sebagainya. Hampir semua aliran filsafat ini membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa :
” Orang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan di ajarkan, apakah kita memandang kepada kebaikan atau kehidupan terbaik. Tidak ada kepastian apakah pendidikan itu lebih bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak seorang pun yang tahu atas landasan prinsip apa kita akan maju – apakah yang berguna dalam kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita, ketiga pendapat itu kesemuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam prakteknya”.
Di samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak berpendapat akan sukarlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap, untuk anak didik, karena kondisi sosial dimasa itupun berada dalam keadaan perubahan yang tepat. Keadaan politik sedang dalam situasi perubahan dari aristokratik ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang mengangkat derajat Yunani dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranean sebelah timur. Keunggulan bangsa Yunani dimasa itu telah membawa bangsa itu ke dalam kancah konflik internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan menyeretnya ke dalam peperangan internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul pertanyaan yang mendasar, apakah sistem pendidikan tradisional yang stereo type atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan diri dengan dunia baru ke arah mana pada masa itu bangsa Yunani sedang menuju, ataukah zaman baru itu menuntut adanya perubahan di dalam system pendidikan mereka?.
Demikian pulallah proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya mengalami perubahan-perubahan yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan plane bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak jarak bumi menjadi dekat sekali, seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di suatu negara pada detik ini dan saat itu juga telah diketahui oleh negara-negara lain di dunia ini. Penjajahan ruang angkasa telah memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan dan ke planet-planet lain dengan peralatan teknologi modern. Dengan teknologi komputer dan robot, kita seolah olah sudah berada di dunia lain, dan banyak permasalahan yang sebelumnya mustahil rasanya dapat dipecahkan, sekarang sudah bukan masalah lagi. Dunia semakin sempit dan jarak-jarak sudah tidak ada yang jauh lagi. Di dalam teknologi persenjataan, kita mengetahui adanya peluru-peluru kendali yang dapat ditembakan dimana saja dengan tujuan ke mana saja di seluruh penjuru dan pojok dunia ini. Dan tidak ada suatu tempat pun yang dapat luput dari sasaran, betapapun jauh dan tersembunyinya sasaran itu. Dengan persenjataan nuklir dan konsep perang bintang atau kartika yudha apakah dunia mendekati akhirnya ? itulah pertanyaan besar yang belum ada seorangpun berani menjawabnya.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman sekarang kita hadapi.
Demikian pula dengan proses kehidupan manusia Indonesia dewasa ini. Setelah usai perang dunia kedua, kita dipaksa oleh keadaan untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan kitapun akhirnya merdeka penuh, seratus persen. Dari bangsa jajahan kita menjadi bangsa merdeka. Tanggung jawab kita menjadi bertambah berat, sebab segala urusan besar dan kecil sydah berada di tangan bangsa kita sendiri. Sakit senang, suka duka, berat ringan tanggung jawab sudah terpikul di atas pundak kita sendiri. Termasuk tanggung jawab kita yang berat adalah bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah dari segala jenis pendidikan harus kita adakan dari yang rendah hingga pendidikan Universitas. Semuanya harus disesuaikan dengan suasana baru, suasana bangsa yang merdeka, tapi dalam bidang pendidikan jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Kurikulum harus dirubah, cara berpikir harus dirubah, sistem, teori, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi baru, abad komputer dan teknologi maju. Meskipun dengan beban berat di atas pundak, kita harus maju terus menuju cita-cita dan mewujudkannya menjadi kenyataan di bumi Pertiwi kita Indonesia tercinta ini.
I. Manusia dan Filsafat
Karenan manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi dan kondisi alam di mana dia hidup selalu berubah-rubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menantang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan memikirkan jagat raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam ghaib, alam di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta, dan jagat raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopisme, kemudian filsafat klasik, yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Plato telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya disebut Idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini, ialah : bahwa apa saja yang ada di dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, yang berada dibalik benda itu, yang disebut idea. Jadi benda yang berada dibalik benda itu, yaitu dunia idea, disitulah terletak hakekat benda itu yang sebenarnya.
Sebaliknya, Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-benda yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda yang betul-betul ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles membagi membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti : Fisika, Biologi, Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya. Oleh karena paham Aristoteles ini berpijak kepada kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia disebut ; Aliran filsafat Realisme.
Kedua aliran filsafat ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian, terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Dan kemudian muncul pula aliran-aliran filsafat dengan nama dan versi baru, tapi masih berlandaskan kepada ajaran Idealisme atau Realisme, seperti, Essensialisme, Existensialisme, Experimentalisme, dan lain-lain sebagainya. Hampir semua aliran filsafat ini membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa :
” Orang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan di ajarkan, apakah kita memandang kepada kebaikan atau kehidupan terbaik. Tidak ada kepastian apakah pendidikan itu lebih bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak seorang pun yang tahu atas landasan prinsip apa kita akan maju – apakah yang berguna dalam kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita, ketiga pendapat itu kesemuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam prakteknya”.
Di samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak berpendapat akan sukarlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap, untuk anak didik, karena kondisi sosial dimasa itupun berada dalam keadaan perubahan yang tepat. Keadaan politik sedang dalam situasi perubahan dari aristokratik ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang mengangkat derajat Yunani dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranean sebelah timur. Keunggulan bangsa Yunani dimasa itu telah membawa bangsa itu ke dalam kancah konflik internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan menyeretnya ke dalam peperangan internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul pertanyaan yang mendasar, apakah sistem pendidikan tradisional yang stereo type atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan diri dengan dunia baru ke arah mana pada masa itu bangsa Yunani sedang menuju, ataukah zaman baru itu menuntut adanya perubahan di dalam system pendidikan mereka?.
Demikian pulallah proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya mengalami perubahan-perubahan yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan plane bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak jarak bumi menjadi dekat sekali, seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di suatu negara pada detik ini dan saat itu juga telah diketahui oleh negara-negara lain di dunia ini. Penjajahan ruang angkasa telah memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan dan ke planet-planet lain dengan peralatan teknologi modern. Dengan teknologi komputer dan robot, kita seolah olah sudah berada di dunia lain, dan banyak permasalahan yang sebelumnya mustahil rasanya dapat dipecahkan, sekarang sudah bukan masalah lagi. Dunia semakin sempit dan jarak-jarak sudah tidak ada yang jauh lagi. Di dalam teknologi persenjataan, kita mengetahui adanya peluru-peluru kendali yang dapat ditembakan dimana saja dengan tujuan ke mana saja di seluruh penjuru dan pojok dunia ini. Dan tidak ada suatu tempat pun yang dapat luput dari sasaran, betapapun jauh dan tersembunyinya sasaran itu. Dengan persenjataan nuklir dan konsep perang bintang atau kartika yudha apakah dunia mendekati akhirnya ? itulah pertanyaan besar yang belum ada seorangpun berani menjawabnya.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman sekarang kita hadapi.
Demikian pula dengan proses kehidupan manusia Indonesia dewasa ini. Setelah usai perang dunia kedua, kita dipaksa oleh keadaan untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan kitapun akhirnya merdeka penuh, seratus persen. Dari bangsa jajahan kita menjadi bangsa merdeka. Tanggung jawab kita menjadi bertambah berat, sebab segala urusan besar dan kecil sydah berada di tangan bangsa kita sendiri. Sakit senang, suka duka, berat ringan tanggung jawab sudah terpikul di atas pundak kita sendiri. Termasuk tanggung jawab kita yang berat adalah bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah dari segala jenis pendidikan harus kita adakan dari yang rendah hingga pendidikan Universitas. Semuanya harus disesuaikan dengan suasana baru, suasana bangsa yang merdeka, tapi dalam bidang pendidikan jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Kurikulum harus dirubah, cara berpikir harus dirubah, sistem, teori, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi baru, abad komputer dan teknologi maju. Meskipun dengan beban berat di atas pundak, kita harus maju terus menuju cita-cita dan mewujudkannya menjadi kenyataan di bumi Pertiwi kita Indonesia tercinta ini.
pengertian pendekatan
Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
A. Pendekatan pembelajaran
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
B. Strategi pembelajaran
Adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi,
C.Metode pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
D. Teknik pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
E. Taktik pembelajaran
Merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan
F.Model pembelajaran.
Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
G. Desain pembelajaran.
Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
(http://smacepiring.wordpress.com/)
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
A. Pendekatan pembelajaran
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
B. Strategi pembelajaran
Adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi,
C.Metode pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
D. Teknik pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
E. Taktik pembelajaran
Merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan
F.Model pembelajaran.
Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
G. Desain pembelajaran.
Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
(http://smacepiring.wordpress.com/)
Langganan:
Postingan (Atom)